Ateisme memang belum menjadi sebuah wabah di negara-negara Asia. Namun, masyarakat Barat menganggap ide tak bertuhan sebagai sebuah realitas modern. Mereka semakin giat mengampanyekan bahwa Tuhan itu tidak ada.
[caption id="" align="aligncenter" width="473" caption="Kampanye Richard Dawkins untuk kaum ateis. (wikimedia.org)"][/caption]
MASYARAKAT modern harus berbicara kepada semua orang, termasuk kepada mereka yang tidak percaya kepada Tuhan alias ateis. Hal itulah yang sepertinya ingin dituju Paus Fransiskus saat memimpin perayaan Natal 2013 lalu, dengan menyebarkan pesan perdamaian. Karena dalam pesan itu, dia mengajak kelompok ateis untuk ikut menyebarkan perdamaian.
Tidak hanya itu. Sebelumnya, Fransiskus menyatakan orang ateis dapat mengambil keputusan bermoral seperti layaknya orang-orang beragama. “Pesan untuk orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan adalah agar mereka mendengarkan hati nurani,” ungkapnya dalam sebuah wawancara dengan La Repubblica, sebuah surat kabar berpengaruh Italia, pada September 2013.
Entah apakah ungkapan-ungkapannya memang ditujukan sebagai bagian dari pesannya untuk dapat sama-sama berbuat baik tanpa memandang apakah seseorang percaya Tuhan atau pun tidak. Karena bisa saja, hal itu menjadi bagian dari strateginya untuk merebut simpati ‘kaum tidak beriman’ agar dapat berdialog intensif dengannya, demi membawa mereka kepada keimanan.
Yang jelas, sikap-sikap yang ditunjukkan Fransiskus terhadap ‘kaum tak bertuhan’ memang berbeda dibandingkan para pemimpin takhta suci Vatikan sebelumnya. Apalagi, karena Italia yang menjadi tetangga Vatikan ternyata memiliki 38% warga yang mengaku ateis. Hal ini berdasarkan sebuah survei yang dipublikasikan Financial Times pada 2006. Walaupun sisanya yang mengaku percaya Tuhan memang menjadi urutan tertinggi di Eropa.
Sementara total warga Uni Eropa yang mengaku sebagai ateis berjumlah 18% dan 27% yakin akan keberadaan makhluk halus atau roh. Di luar itu ada 52% yang percaya kepada tuhan-tuhan tertentu. Di Inggris, berdasarkan survei Bristish Humanist Association pada 2009, sebanyak 39% mengaku tidak beragama. Dibandingkan Eropa, Amerika Serikat mungkin terlihat lebih ‘religius’, karena jumlah orang yang mengaku ateis ‘hanya’ 27%.
Sementara sensus pemerintah Australia di tahun yang sama, menunjukkan 18,7% warganya mencontreng kotak tidak beragama. Bahkan, Julia Gillard, Perdana Menteri Australia pendahulu Tony Abbot,secara terus terang mengaku dirinya seorang ateis. Nyatanya, walaupun hidup di alam sekuler, sebagian masyarakat Barat ternyata cukup terganggu dengan keberadaan kaum ateis. Apalagi, sejak beberapa tahun yang lalu, sejumlah kelompok ateis terlihat begitu gencar mengampanyekan ide-ide mereka di tampat umum.
Pihak lembaga pemantau iklan di Inggris misalnya, pada 2011 telah menerima hampir 150 keluhan dan desakan untuk mencabut pesan iklan kampanye ateisme. Di Inggris, kelompok pendukung ateisme tergabung dalam British Humanist Association (BHA) yang dipimpin guru besar Oxford University Richard Dawkins. Dalam beberapa tahun terakhir, kegiatan mereka telah memanfaatkan sedikitnya 1.000 bus untuk memasang iklan kampanye anti-Tuhan. Di antaranya bertuliskan: “Mungkin saja tidak ada Tuhan. Sekarang berhentilah khawatir dan nikmati hidup Anda.” Pesan lain bertuliskan: “Tuhan tidak ada dan tidak akan pernah ada.” Selain di bus-bus, iklan kampanye seperti itu juga dapat disaksikan di transportasi kota bawah tanah London.
Hebatnya, iklan yang ditempel di angkutan umum ini pada 2009 telah menghabiskan lebih dari £140 ribu (hampir Rp 200 miliar) yang berasal dari donasi masyarakat. BHA mengklaim kampanye lewat iklan merupakan jawaban atas iklan yang digelar kelompok Kristiani di Inggris. Sebab, kelompok Kristiani lebih dulu berkampanye lewat iklan di banyak badan bus di London dan jaringan internet. Mereka mengingatkan bahwa orang yang mengabaikan Tuhan akan masuk neraka. Tak hanya di Inggris, sejumlah negara lain pun juga diramaikan kampanye ateisme.
Di AS, kelompok yang tergabung dalam American Humanist Association (AHA) mengampanyekan ide ini melalui kampanye iklan liburan senilai US$ 40.000 sejak 2008. Kelompok ini berusaha mempropagandakan ide-ide humanisme tanpa harus memercayai adanya Tuhan ataupun adanya kehidupan setelah kematian. Di antaranya bertuliskan, “Buat apa percaya pada Tuhan? Berbuat baik saja cukup.” Sama seperti di Inggris, mereka memasang iklan-iklan itu di kendaraan umum, baik di luar badan maupun di dalamnya. Setidaknya ada 200 bus Metro DC yang dipasangi iklan kampanye itu dan biasanya sengaja dipasang menjelang liburan Natal.