Mohon tunggu...
Nusantara Mulkan
Nusantara Mulkan Mohon Tunggu... Lainnya - Orang Biasa Aja

Sebagian tulisan saya yang ada di sini pernah dimuat di sejumlah media. Walaupun sedikit saya modifikasi kembali.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Soekarno: Antara Mitos dan Realitas

31 Desember 2013   19:31 Diperbarui: 31 Desember 2016   14:55 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di film ini Hanung menampilkan tokoh utamanya dengan begitu positif. (Wikimedia.com)

Contoh paling nyata,  saat melihat adegan Soekarno pertama kali mengenal istri ketiganya. Karena perempuan yang menjadi murid Soekarno di perguruan Moehammadiyah Bengkulu itu menyebut namanya sebagai ‘Fatmawati’. Padahal, nama itu baru digunakan perempuan yang terlahir dengan nama Fatimah tersebut setelah dia menikah dengan Soekarno.

Dalam adegan lain ditampilkan ketika tentara Jepang menembak kaki seorang pria Tionghoa yang menolak menyerahkan hasil palawijanya. Soekarno langsung mencoba melerai, namun justru mendapat todongan Kempeitai yang siap membidikkan moncong senapan ke arahnya. Tiba-tiba Sakaguchi (diperankan Ferry Salim), sang komandan Jepang,  langsung memuntahkan peluru ke udara untuk menetralisasi suasana.

[caption id="attachment_302826" align="alignright" width="300" caption="Politik model rambut pria di China. (lilsuika.deviantart.com)"]

1388560982617132257
1388560982617132257
[/caption]

Bukan adegan Soekarno yang menyelamatkan sang pria Tionghoa, maupun Sakaguchi yang menembakkan peluru yang menarik perhatian penulis. Melainkan penampilan sang pria Tionghoa, yang ditampilkan dengan rambut plontos di kepala bagian depan dengan kepang panjang di bagian belakang. Sebuah penampilanyang mengingatkan saya kepada Jet Li, yang berperan sebagai Wong Fei Hung di film Once Upon A Time in China.

Ini bagi penulis sungguh menggelikan. Mengapa? Karena potongan rambut, yang di Batavia dikenal dengan nama Tocang, itu adalah penampilan dari pria etnis China di era kekuasan wangsa Manchuria pada abad ke-17. Di mana sejak 1911, penampilan seperti itu telah ditolak oleh etnis Tionghoa di kepulauan Nusantara yang melayangkan surat ke pemerintahan kerajaan Dinasti Qing di Beijing (Peking saat itu).

Apalagi, sejak Revolusi China yang mengubur sistem kerajaan pada 1912, model rambut seperti itu telah dilarang pemerintah komunis China. Padahal, Jepang berada di wilayah Indonesia antara 1942-1945.

Adegan lainnya yang juga cukup mengganggu penulis adalah ketika Soekarno membacakan pledoi saat menjalani sidang di Landraad Bandung. Sebuah pernyataan yang kelak dikenal sebagai pidato ‘Indonesia Menggugat’. Salah satu kalimat, yang sependek ingatan saya berbunyi, "....bangsa kami hidup dengan sembilan rupiah selama setahun...sementara bangsa Eropa bisa mendapatkan 90 rupiah dalam sebulan.” Ini tentu hal yang—setidaknya bagi penulis—cukup membuat dahi berkerut. Karena peristiwa itu terjadi pada tahun 1930, sementara mata uang rupiah baru digunakan Indonesia sejak tahun 1949.

Ada lagi adegan saat Gatot Mangkoepradja berbincang-bincang dengan Soekarno saat hendak mendirikan Peta. Lagi-lagi bukan tentang dominasi peran Jepang yang penulis persoalkan. Namun, lebih kepada cara berbicara Gatot dengan logat Jawa-nya yang kental. Bahkan, di salah satu bagian adegan itu, secara berbarengan Gatot dengan Soekarno mengumpat,"Jangkrik!" Sebuah makian khas Arek Suroboyo. Padahal, secara etnis, Gatot adalah Sunda tulen, yang dilahirkan di Sumedang.

 

Antara Mitos dan Sejarah

Tentu bukan perkara mudah bagi Hanung untuk menampilkan sosok Soekarno secara utuh dalam film berdurasi dua jam lebih itu. Pun bukan pada tempatnya pula jika dia harus melulu bergelut dengan ide-ide pemikiran politik maupun sejarah, karena Soekarno, toh, bukan sebuah film dokumenter. Melainkan penuangan imajinasi atas rasa kagumnya terhadap pendiri republik ini (mungkin).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun