Berawal dari rasa penasaran, kenapa ya...hampir sebagian besar siswa menganggap bahwa matematika itu punya nilai yang berbeda. Terkesan 'horor' lebih tepatnya.
Tapi memang hal itu menjadi sebuah tanda tanya besar. Seolah, ada paradigma yang membentuk mindset itu sehingga saat berhadapan dengan angka, begitu banyak ketakutan yang dirasa. Inilah yang menjadi latar belakang, banyaknya kreativitas dan inovasi yang diciptakan oleh berbagai khalayak dalam rangka menyembuhkan paradigma tersebut.Â
Ternyata, setelah melihat beragam keadaan dan pengalaman saat mengajar..ada satu pola yang harus dibentuk untuk membuka mata para siswa bahwasanya matematika bukanlah satu-satunya pelajaran yang menyulitkan . Sehingga, muncullah dibenak ini untuk bisa membangun semangat dan antusiasme para siswa agar mau terbuka dan melihat bahwa matematika menjadi sesuatu yang bermakna.Â
Bermakna disini, memang pada akhirnya perlu banyak sekali upaya yang dilakukan khususnya bagi seorang pengajar untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Jika berkaca pada cara pengajaran masa lalu, tentunya tidak semua bisa diterapkan pada siswa zaman sekarang, dimana era digital ini memiliki pengaruh kuat dalam membangun segala aspek kreatifitas yang dimiliki setiap orang.
Matematika sedianya dibangun dengan pondasi yang kuat. Menumbuhkan rasa cinta terhadap matematika tidak bisa instan, perlu ada proses di dalamnya. So, bagaimana sih menumbuhkan rasa cinta terhadap matematika itu sendiri?Â
Pertama, matematika bukan hanya sekedar angka. Sejak usia dini, perlu ada stimulasi yang dimunculkan oleh para orang tua untuk bisa menyisipkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, saat bunda mengajari si kecil untuk melaksanakan salat, bisa kita coba sampaikan jumlah rakaat pada salat tersebut, lalu bunda membuat simbolnya dengan gerakan tangan dan si kecil menirukan. Atau, banyak hal lainnya yang dapat membantu anak berpikir secara logika dalam mengenal angka.Â
Kedua, ternyata buku menjadi salah satu referensi yang akurat dalam mengajarkan anak matematika. Diperlukan wawasan yang luas untuk bisa membuat imajinasi dan kreasi demi terciptanya lingkungan yang mendukung potensi anak dalam memahami matematika.Â
Ketiga, sisipkan nilai-nilai agama yang dilakukan sehari-hari untuk mengajarkan pada anak bahwa semua ilmu dan semua kepandaian yang kita miliki adalah pemberian Allah Swt.
Selanjutnya, berikan pengalaman yang bermakna. Sesuatu yang "tidak biasa". Terkadang, yang dibutuhkan oleh anak hanyalah teman untuk bermain dan tertawa bersama. Berikan banyak pengalaman agar moment itu dapat dikenang oleh anak. Jika hanya mengajarkan materi, menulis dan mengerjakan soal dalam kertas, itu hal yang biasa terjadi pada umumnya, maka ciptakanlah suasana belajar yang mengasyikkan sehingga itu akan menjadi pengalaman yang bermakna untuk mereka.Â
Tidak ada satupun yang bisa kita jadikan alasan, selain terus berusaha membangun paradigma positif untuk anak. Usaha yang diiringi doa, semoga Allah berikan keberkahan atas apa yang kita lakukan setiap harinya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI