Dengan demikian, persoalan warisan menjadi sangat penting dalam hukum Islam karena melibatkan prinsip-prinsip fundamental agama, seperti keadilan, tanggung jawab sosial, harmoni keluarga, pembangunan ekonomi, dan ketaatan kepada Allah SWT. Dengan memahami dan mengimplementasikan hukum waris Islam, umat Muslim diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan penuh berkah.
D. PENYELESAIAN AUL DAN RADD
Aul adalah bertambahnya jumlah harta waris dari yang telah ditentukan dan berkurangnya bagian para ahli waris. Penyesuaian perolehan yang dilakukan pada waktu penyelesaian pembagian warisan melalui pemecahan secara aul dengan membebankan kekurangan harta yang akan dibagi kepada semua ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. Hal ini disebutkan dalam Pasal 192 KHI yang berbunyi: “Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan secara aul menurut angka pembilang”
Radd adalah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya jumlah bagian ashhabul furudh. Ashab al-furudh dalam beberapa keadaan tertentu, mereka tidak bisa mendapatkan ar-radd. Sebab, dalam keadaan bagaimanapun, bila dalam pembagian hak waris terdapat salah satunya ayah atau kakek maka tidak mungkin ada ar-radd, karena keduanya akan menerima waris sebagai ashobah. Adapun ahli waris dari ashabul furudh yang tidak dapat mendapatkan ar-radd hanyalah suami istri. Hal ini disebabkan kekerabatan keduanya bukanlah karena nasab, melainkan karena kekerabatan sababiyah (karena sebab), yaitu adanya ikatan tali pernikahan. Kekerabatan ini akan putus karena kematian sehingga mereka (suami dan istri) tidak berhak mendapatkan ar-radd. Mereka hanya mendapat bagian sesuai bagian yang menjadi hak masing-masing. Apabila dalam suatu keadaan pembagian waris terdapat kelebihan atau sisa dari harta waris, suami atau istri tidak mendapatkan bagian sebagai tambahan
E. PENYELESAIAN SISTEM PENGGANTIAN TEMPAT DALAM WARIS
Penggantian tempat dalam hukum waris disebut dengan penggantian ahli waris, yaitu meninggal dunianya seseorang dengan meninggalkan cucu yang orangtuanya telah meninggal terlebih dahulu. Cucu ini menggantikan posisi orangtuanya yang telah meninggal untuk mendapatkan warisan dari kakek atau neneknya.
Ahli Waris karena Penggantian Tempat diatur dalam Pasal 841 dan 842 KUH Perdata sebagai berikut:
Pasal 841 KUH Perdata
Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya. Dalam KUHPerdata dikenal tiga macam penggantian (representatie) yaitu :
a) Penggantian dalam garis lurus ke bawah tiada batas.
b) Penggantian dalam garis ke samping.