Mohon tunggu...
Nusaibah AlMashuunahA
Nusaibah AlMashuunahA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I've interrupted a deep thought, haven't I? I can see it growing smaller in your eyes.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Peran Bahasa Isyarat sebagai Hak Komunitas Tuli

9 Januari 2024   21:05 Diperbarui: 9 Januari 2024   21:12 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bahasa isyarat adalah bahasa sehari-hari yang digunakan oleh para penyandang disabilitas, terutama kaum Tuli. Para penggunanya menggunakan bahasa isyarat sebagai alat atau media untuk berkomunikasi, mengidentifikasi, dan memperoleh informasi dengan melalui bahasa tubuh, mimik muka, dan gerak bibir secara simbolis dan non-verbal (Rindi, 2015). Bukan hanya para penyandang disabilitas, dalam beberapa kasus, bahasa isyarat juga dimanfaatkan untuk memperlancar anak dalam berkomunikasi.

Berdasarkan situs resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terdapat 300 jenis bahasa isyarat yang berbeda di seluruh dunia, seperti American Sign Language (ASL), British Australia New Zealand Languange (BANZL), dan lainnya. Di Indonesia sendiri terdapat 2 jenis bahasa isyarat yang dipakai sehari-hari yaitu Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo).

SIBI diciptakan oleh mantan pimpinan Sekolah Luar Biasa (SLB) yang awalnya diserap dari ASL dan telah ditetapkan sebagai pengantar bahasa isyarat dalam kurikulum kegiatan belajar mengajar di SLB berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 dan dibakukan oleh Menteri Pendidikan pada 30 Juni 1994. Sementara Bisindo adalah bahasa yang sudah ada sejak tahun 1966 dan berkembang dengan sendirinya karena tercipta alami oleh orang-orang Tuli yang disebabkan lebih mudah untuk dipakai dan dicerna ketika berkomunikasi.

Keberadaan bahasa isyarat di Indonesia bisa dibilang masih cukup memprihatinkan. Mulai dari tidak meratanya para penyandang Tuli yang bisa berbahasa isyarat, karena tidak berkesempatan melanjutkan pendidikan, hingga masyarakat sekitar yang juga tidak banyak mengetahui bahasa isyarat sebagai media untuk berkomunikasi kepada kaum Tuli. 

Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan keadaan ini, dengan memberikan kesempatan dan menyediakan beasiswa bagi para penyandang untuk bersekolah di SLB, menyediakan banyak tenaga kerja di SLB dengan upah yang memadai, hingga memberikan pembelajaran bahasa isyarat bagi masyarakat umum, khususnya yang bekerja di pelayanan publik.

Apabila dilihat dari perspektif masyarakat, saat ini masih sangat jarang orang-orang yang memperhatikan dan menormalisasi bahasa isyarat. Padahal bahasa isyarat memiliki peran yang penting dalam kegiatan kemasyarakatan, mengingat adanya kemungkinan sebagai warga komunitas dalam berkomunikasi dengan orang-orang Tuli maupun orang-orang yang mengalami gangguan pendengaran.

Patut kita syukuri, bahwasanya saat ini pemerintah dan non-pemerintah mulai memperhatikan peranan bahasa isyarat di Indonesia, seperti menyediakan juru bahasa isyarat di kepolisian, di proses keadilan, di penyiaran televisi, dan banyak lagi untuk memenuhi hak komunitas Tuli di Indonesia.

Dengan berkembangnya penyedia bahasa isyarat saat ini, semoga dapat menjadi cikal bakal terus berkembangnya bahasa isyarat dengan lebih baik dan merata di berbagai instansi dan dapat memberikan lebih banyak kesadaran bagi pemerintah juga masyarakat sekitar untuk menyadari pentingnya peranan bahasa isyarat bagi komunitas Tuli di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun