Mohon tunggu...
Siti Nursaibah
Siti Nursaibah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mengalir

Bersuara Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

IMM sebagai Jawaban dari Kesenjangan Spiritualitas

20 September 2024   08:41 Diperbarui: 20 September 2024   08:48 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ada tiga tempat yang menjadi harapan untuk perubahan yaitu Kampus, Masjid, dan Pesantren sebab manusia didalamnya memiliki kekuatan ideal(is)me untuk perubahan yang lebih baik. Kampus menjadi prasarana menuntut ilmu bagi para mahasiswa, mereka merupakan entitas terdidik yang menjadi pioner perubahan sebab memiliki kemampuan penalaran lebih matang dan rasionalitas yang logis. Selain itu, mahasiswa juga memiliki kekuatan moral yang sangat melekat pada dirinya sehingga mampu mempertimbangkan resiko yang akan diterima ketika menyampaikan ide ataupun gagasan.

Meski demikian, masa transisi menuju dewasa seringnya melanda mahasiswa dengan berbagai ketidakpastian dan kebingungan akan peran, nilai, dan tujuan hidup pun termasuk pada cita-cita. Kondisi mahasiswa saat ini dengan cita-citanya dimasa depan akan selalu bertemu dengan yang namanya kesenjangan spiritualitas. 

Kesenjangan spiritualitas sendiri merupakan _gap_ (celah) antara diri dengan diri kita sendiri sehingga mahasiswa merasa kehabisan energi, melahirkan rasa cemas hingga depresi, tidak mengenal jati diri, dan yang paling ironinya adalah melakukan tindakan amoral (bunuh diri). Maka dalam teorinya Alvin Toffler, dinyatakan bahwa dengan memperbanyak kegiatan sosial (sosial interest) maka mahasiswa akan menemukan kebermaknaan sehingga celah antara diri dan diri kita sendiri mampu terselesaikan.

Pernyataan ini sangat erat kaitannya dengan hadirnya IMM sebagai gerakan kemahasiswaan yang berkontribusi dalam menghapuskan permasalahan kemanusiaan dengan kepedulian sosial. Mahasiswa yang memilih menjadi kader IMM juga dibekali dengan teori analisis sosial, mulai dari menelaah histori, kultur dan struktural sehingga kader mampu mengidentifikasi permasalahan di lingkungan sosial lalu menemukan akar permasalahannya. Dari analisa ini, maka akan tercipta kader yang paham akan kemiskinan jiwa sosial dapat melahirkan kejahatan, ketidaktahuan, dan kesenjangan bagi dirinya sendiri. 

Dari hal ini pula, IMM membuka ruang diskusi seluas-luasnya mentransfer nilai dan bertukar keilmuan untuk memformulasikan bentuk aksi nyata keterlibatan dalam menuntaskan permasalahan kemanusiaan dan sosial yang terjadi di masyarakat dengan perangai khas mahasiswa sebagai kaum-kaum intelektual yang kaya dengan jiwa sosial hingga berkonsentrasi penuh pada hadirnya pemikiran-pemikiran baru sebagai wujud pengamalan trilogi IMM.

Aksi nyata yang dapat diaktualisasikan sebagai mahasiswa juga kader IMM dimulai dari diri kita sendiri. Dengan refleksi dan berkontribusi terhadap kebutuhan sosial juga memanfaatkan kemampuan atau minat bakat yang kita miliki sehingga terjadi interaksi sosial secara intens meluruhkan kesenjangan spiritualitas pada diri dan sebagai kader IMM mempunyai kesiapan menghadapi persoalan yang ada dalam menjalankan amanah untuk mewujudkan tujuan ikatan yakni mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berkakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun