Mohon tunggu...
Paulinus Kanisius Ndoa
Paulinus Kanisius Ndoa Mohon Tunggu... Dosen - Sahabat Sejati

Bukan Ahli, hanya ingin berbagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Bijak Menilai Berdasarkan Data

16 Juli 2021   06:21 Diperbarui: 16 Juli 2021   06:37 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ORANG BIJAK MENILAI BERDASARKAN DATA

Setelah perhelatan final Euro 2020 yang mempertemukan tim Ingris melawan Italia banyak media memberitakan tentang reaksi fans Ingris atas kekalahan timnya. Ada yang melimpahkan kesalahan kepada pelatih, Gareth Southgate, ada juga yang langsung menyerang tiga pemain Ingris; Rashford, Sancho dan Saka yang gagal mengeksekusi penalti ke gawang Italia. Salah seorang dari ketiganya yang paling disorot adalah Saka. Banyak pihak menyesalkan keputusan pelatih yang menunjuk Saka sebagai salah satu eksekutor mengingat usia yang dianggap masih belia, 19 tahun. Belum matang secara psikologis. Demikian kalau bisa disimpulkan.

Di tengah serangan yang bertubi itu munculah seseorang yang justru membela pelatih termasuk Saka dan kedua temannya. Dia itulah Michael Owen, mantan pemain Timnas Ingris yang cukup gemilang pada zamannya. Owen membantah bahwa kegagalan Saka mengeksekusi penalti semata karena faktor usia. Dengan demikian Ia juga sekaligus sedang membela pelatih Ingris, Gareth Southgate. Owen bahkan membeberkan sejumlah fakta yang menunjukan bahwa Saka bukanlah orang pertama yang gagal mengeskusi penalti. Sejumlah bintang Ingris yang usia di atas Saka, bahkan pernah gagal. Lagi-lagi owen menggurkan hipotesis sejumlah orang yang menilai faktor usia sebagai penyebab kegagalan Saka.

Dalam teori Psikologis, manusia bertindak termasuk memutuskan sesuatu sangat dipengaruhi banyak faktor. Maka, semestinya ketika menilai tindakan atau keputusan seseorang kita harus melihatnya secara komperhensif. Menggunakan sudut pandang dia. Ekstrimnya, kita harus masuk sampai ke kedalaman batinnya. Acapkali di ruang sosial kita menyaksikan perdebatan kusir, yang sulit kita temukan titik kebenarannya. Masing-masing orang mendasarkan argumennya dengan ungkapan "pokoknya menurut saya". Tanpa disertai data memadai. Serta menutup budi untuk menemukan secuil kebenaran pada pihak lain.

Owen sedang memberi pembelajaran bagi kita perihal bagaimana kita menilai seseorang atau sesuatu atau juga suatu kejadian. Menilai berdasarkan data, bukan asumsi. Bukan pula sekedar ikut arus kebanyakan. Ini pula yang tampaknya menjadi kecenderungan umum. Sebut saja yang sedang trend saat ini, banyak kalangan menilai bahwa pemerintah gagal mengendalikan laju penyebaran covid-19. PPKM darurat juga gagal. Dasar penilaiannya adalah angka terkonfirmasi harian. Tetapi jika kita menilai dengan beragam sudut pandang tampaknya vonis gagal kurang tepat ditempatkan pada pemerintah yang sampai saat ini masih berjuang mengerahkan seluruh sumber daya untuk hal ini.

Saya tidak bisa membayangkan jika pemerintah tidak bertindak apa-apa termasuk menerapkan kebijakan PPKM darurat. Bisa saja statistik penyebaran covid jauh melampau angka sekarang. Penilaian atas efektivitas vaksin juga tidak kalah seru. Masyarakat awam juga kadang ikutan menilai hanya berdasarkan 'kata si Anu, kata si B, kata si C', tanpa riset memadai. Konyol lagi jika akhirnya menolak Vaksin hanya mendasarkan keyakinan pada opini dan asumsi orang lain.

Kita memang tidak bisa mengungkung daya nalar kita. Kita punya otonomi dalam menilai termasuk juga memutuskan. Tetapi kita mesti memperlengkapi otonomi penilaian kita dengan sejumlah dasar, data dan fakta yang argumentatif yang bisa diuji kebenarannya secara objektif. Mungkin karena alasan itulah maka tanpa ragu Owen melawan arus umum. Ia membeberkan data pemain Ingris yang usianya lebih tua dari Saka yang gagal mengeksekusi penalti sejak piala dunia 1990 sampai menjelang euro 2020. Diantaranya termasuk David Beckham pada usia 29 tahun, Lampard ketika usia 28 tahun, Gerrard usia 26 tahun. Dengan demikian Owen tidak sedang berasumsi tetapi berbicara dan menilai atas data. Itulah orang bijaksana.

Rd. NN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun