Mohon tunggu...
Nuryani Volkmar
Nuryani Volkmar Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga yang senang menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjadi "Manusia Ikan"

5 Agustus 2010   17:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:16 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_217187" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption] Bukan suatu kebanggaan bahwa saya kadang-kadang menjadi „manusia ikan“, karena yang dimaksud bukanlah menjadi manusia yang bisa hidup di dalam air seperti Putri Duyung, melainkan karena kadang-kadang kulit di seluruh tubuh dipenuhi sisik, layaknya ikan, kalau penyakit psoriasis yang saya derita kambuh. Ya, sejak 15 tahun yang lalu saya menderita penyakit psoriasis, yaitu sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat (definisi dari Psoriasisindonesia.org‚ Apa itu Psoriasis?’). Penyakit genetik yang tidak menular ini konon belum bisa disembuhkan secara tuntas. Hanya bisa dihalangi penampakannya dengan melaksanakan disiplin, dan menghindari penyebab-penyebab yang dapat memancing kehadirannya. Menderita psoriasis ini bikin minder dan menjengkelkan. Pastilah minder karena kalau lagi timbul kulit kita seperti budukan. Orang kan jijik melihat buduk. Dan menjengkelkan karena kalau luka itu kronis, walaupun tidak terasa gatal atau sakit, sulit sekali diusirnya. Betah sekali nempel di kulit kita, tidak mempan diolesi salep macam-macam. Sekali-sekali pernah hilang juga, tapi bersihnya tidak lama, kapan-kapan pasti akan timbul lagi. Di tubuh saya tempat kesukaannya adalah kulit kepala dan sikut. Yang paling menjengkelkan adalah kalau tiba-tiba kambuh. Dalam hitungan beberapa hari saja seluruh kulit sudah penuh bintil-bintil merah yang nantinya ditutupi sisik. Dari kulit kaki sampai kulit kepala. Bener-bener tidak disisakan, kecuali kadang-kadang muka dan telapak tangan dan kaki. Kadang-kadang dahipun diserang juga! Tetapi bukan buruk rupa yang membuat menderita, karena kulit bersisik masih bisa ditutupi dengan pakaian tertutup, misalnya memakai celana panjang dan kemeja tangan panjang, memakai kaos kaki, dan untuk menutupi kuduk dan kulit kepala bisa memakai kerudung. Yang menjadi penderitaan adalah karena luka-luka itu selain gatal juga panas membakar. Rasanya lebih terbakar dari disundut rokok, atau lebih panas dari digigit semut merah, atau disengat lebah, atau seperti luka sundutan rokok digigit semut merah lalu disengat lebah pula. Orang dewasa pun akan menangis diberi penderitaan seperti ini. Tahun 2010 ini 2X saya diserang psoriasis yang kambuh. Terakhir bulan Juni yang lalu. Saya sedang berada di Jerman sejak akhir April. Cerobohnya saya lupa membawa salep yang biasa saya gunakan di Indonesia kalau lagi kambuh. Saya lupa, karena pada waktu berangkat ke Jerman psoriasis sedang tidak nampak, kulit saya sedang bersih. Karena tidak segera diolesi salep, psoriasis cepat sekali melebar. Tangan saya membantu menambahkan wilayah luka, karena kadang-kadang menggaruk kalau gatalnya tak tertahankan. Melewati akhir minggu luka bersisik sudah penuh seluruh tubuh. Rasanya bukan gatal lagi, melainkan hanya ada rasa panas membakar. Panas disana sini di seluruh tubuh. Senin pagi baru saya pergi ke dokter keluarga, yang lalu menyerahkan saya kepada dokter ahli kulit. Melihat keadaan kulit saya yang seperti hampir melepuh, dokter kulit memberikan rujukan untuk dirawat tiga minggu di klinik kulit di Giessen. Saya agak keberatan dirawat tiga minggu di klinik. Rasanya sayang sekali jauh-jauh dari Indonesia ke Jerman waktunya dihabiskan di klinik. Selain itu penyakit ini tidak membahayakan jiwa. Saya juga merasa yakin, berdasarkan pengalaman, serangan kambuhan ini bisa hilang tanpa harus pergi ke klinik. Memang saya perlu obat-obatan untuk mengusir rasa sakit dan menghilangkan sisik di kulit ini. Kebetulan ada teman datang dari Indonesia dan membawakan 8 tube salep. Alhamdulillah. Saya pun memutuskan untuk mencoba mengobati diri sendiri dengan disiplin. Bismillah. Sebelum saya mulai pengobatan diri, saya menelepon Ibu dan saudara di Indonesia untuk minta bantuan mereka dalam bentuk do’a. Saya tidak bepergian selama menjalani terapi ini. Ada tiga langkah yang saya lakukan. 1. Minum obat anti sakit (waktu itu dokter memberikan saya obat anti sakit Analgetikum), supaya tidak terlalu menderita karena luka yang membakar. Dan selama 10 hari saya juga minum anti biotik 2. Mengolesi luka-luka dengan salep yang biasa saya pakai di Indonesia. Sebenarnya dokter kulit memberi saya salep yang bagus, yaitu Psorcutan Beta. Tetapi salep ini perih di kulit yang luka. Saya pernah coba menggunakannya, tapi karena sangat perih saya langsung menyiramnya lagi dengan air sampai bersih. Salep Psorcutan untuk saya tidak cocok, walaupun banyak penderita lain yang merasa cocok dengan salep itu. 3. Setiap hari berendam selama 15 menit dalam air garam dari laut mati (Totes Meer Badesalz), 500 gram dilarutkan dalam satu Bath-tub air hangat. Di Jerman Badesalz bisa dibeli di Drogeri. Kalau di Indonesia saya biasanya berendam dalam air belerang di pemandian air panas alami di Sangkannurip, Kuningan, Jawa Barat. Kemungkinan lainnya adalah berendam bersama ikan Garra Rufa. Walaupun ada luka, berendam dalam air garam Laut Mati tidak perih. Sebaliknya justru rasanya nyaman dan segar. Sisik yang mengering karena telah diolesi salep akan lepas pada waktu berendam. Terlepas tanpa membuat luka baru. Tidak seperti kalau sisik dicongkel dengan kuku, sisiknya lepas tapi besoknya akan tumbuh sisik baru yang lebih tebal dan lebih lebar. Ketiga langkah ini , yaitu minum obat anti sakit, mengolesi luka dengan salep, dan berendam dalam air Badesalz, saya laksanakan terus menerus setiap hari. Sedikit demi sedikit kelihatan ada penyembuhan. Luka setiap hari semakin tipis dan sisiknya semakin sedikit. Setelah seminggu saya pun bisa keluar rumah dengan memakai T-shirt (bukan kemeja tangan panjang), dan kalau mau bisa pakai celana pendek (bukan lagi celana panjang dan kaos kaki). Kulit saya Alhamdulillah halus lagi dan sisik pun menghilang, seolah tidak pernah sakit. Masih ada sedikit tanda-tanda hitam bekas luka, tapi tipis sekali dan sama sekali tidak mengganggu. Alhamdulilah, tanpa dirawat di klinik kulit psoriasis kambuhan itu akhirnya berhasil dilumpuhkan. Sebagai seorang penderita psoriasis sikap saya adalah sadar, pasrah dan sabar. Sadar bahwa setiap waktu, bila terpancing, psoriasis akan kambuh. Pasrah kalau hal itu terjadi. Saya akan hadapi dengan sabar, dan mencoba melakukan pengobatan, sambil berdoa memohon kesembuhan dariNya. Salam kenal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun