Mohon tunggu...
NuryadinFadli
NuryadinFadli Mohon Tunggu... Administrasi - Guru

senantiasa belajar menemukan hal baru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saatnya Beralih dari Beras

20 Februari 2024   23:12 Diperbarui: 20 Februari 2024   23:21 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan orang Indonesia kalau tidak makan nasi. Bahkan makan mie instan pun, orang Indonesia masih ditambah nasi, satu kebiasaan yang kurang sehat, karena disana ada karbohidrat yang berlipat. Dan saat perut sudah kenyang pun, tapi belum terisi nasi, itu dianggap belum makan, karena makan itu artinya mengkonsumsi nasi dan lauk pauk. Tapi kalau sekedar kenyang saja tapi bukan karena nasi, tetap belum dianggap makan, artinya dia belum makan. 

Lantas bagaimana menyikapi harga beras yang semakin hari semakin melambung tinggi, apalagi sebentar lagi umat islam menghadapi bulan Suci Ramadhan yang sudah menjadi kebiasaan semua harga dinaikkan oleh para pengusaha? Tentu kita berharap kepada pemerintah untuk bisa menekan harga beras supaya turun. 

Hanya pemerintah dengan segala instrumen kekuasaan dan kewenangannya yang mampu menurunkan harga beras. Entah dengan kebijakan impor beras sementara, atau dengan oprasi pasar  menjual beras pemerintah dengan harga yang sesuai kemampuan kantong masyarakat terbawah, atau masyarakat termiskin di Indonesia. Pemerintah tidak boleh hanya mengabarkan bahwa memang sekarang wajar beras naik karena adanya perubahan iklim, atau banyaknya gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu. 

Istilah saatnya mengurangi karbo adalah istilah bagi orang orang yang mapan, sementara masih banyak rakyat Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan, yang untuk makan saja susah, yang satu keluarga hanya terbeli satu liter beras sehari itu masih banyak. Ditengah susahnya mencari pekerjaan, rupanya rakyat Indonesia masih dibebani lagi dengan melambungnya harga beras yang nanti akan diikuti oleh bahan pokok yang lain karena menjelang bulan Suci Ramadhan. 

Adapun solusi untuk rakyat yaitu mulailah beralih untuk tidak hanya makan nasi atau beras, masih banyak bahan pokok yang karbohidrat nya lebih baik, lebih kompleks dan lebih sehat. Singkong misalnya, jagung juga bisa, atau pisang, atu ubi, dan masih banyak sekali makanan pengganti yang lebih sehat dan mungkin juga lebih murah yang biasanya di daerah satu dan yang lainnya berbeda beda. 

Disamping itu, bagi yang punya kelebihan tanah dibelakang rumah atau disekitar rumah, singkong, pisang, dan banyak jenis umbi-umbian lainnya yang bisa ditanam di lahan yang tidak harus luas. Tidak perlu perawatan yang serius, tetapi umbinya bisa dimanfaatkan sebagai pengganti beras dan bahkan bisa juga untuk camila. 

Misalkan saja sarapan pagi dengan goreng singkong, tentu itu mengenyangkan dan sama gizinya dengan nasi atau mungkin lebih baik. Makan siang mungkin bisa dengan nasi dan lauk pauk. Dan makan malam dengan ubi rebus yang rasanya manis dan lebih menyehatkan. Atau bisa juga beras dicampur dengan jagung lalu dimasak, selain rasanya enak, juga bisa mengurangi jumlah konsumsi beras.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tangguh, masyarakat yang bisa hidup dalam kondisi sesulit apapun, masyarakat yang sudah biasa hidup berdampingan dengan penderitaan, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang penuh sabar dan pandai bersyukur, semoga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun