Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik pan-Islamis, yang menganggap "ideologinya sebagai ideologi Islam", yang tujuannya membentuk "Khilafah Islam" atau negara Islam. Kekhalifahan baru akan menyatukan komunitas Muslim dalam negara Islam kesatuan dari negara-negara mayoritas Muslim. HTI sampai pada kesimpulan bahwa Islam selain sebagai agama, juga sebagai ideologi. Sebagai ideologi, ia merupakan perjuangan politik yang meniscayakan pendirian negara atau Khilafah Islamiyah sebagai perwujudan paripurna dari nizam al-Islami tersebut. Tujuannya satu: menegakkan hukum Allah, sebagai pengganti dari hukum manusia yang diciptakan oleh kedaulatan rakyat demokratis.
Hizbut Tahrir masuk dan mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1982-1983, karena semangat dakwah dengan misi mengembalikan Islam ke dalam sistem khilafah secara Internasional. Hizbut Tahrir menyebar gagasan khilafahnya ke berbagai kampus perguruan tinggi melalui jaringan lembaga dakwah kampus yang dipimpin oleh Abdurrahman al-Baghdadi yang merupakan salah satu pemimpin Hizbut Tahrir (HT) di Australia, kemudian Hizbut Tahrir pindah ke Bogor karena mendapat undangan khusus dari kepala Pesantren Al-Ghazali, KH Abdullah bin Nuh. Gerakan dakwah kampus mulai muncul dan berkembang dengan sebutan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang diprakarsai M. Natsir dan kawan-kawannya eks Masyumi terpusat di kampus non-Keagamaan Institut Teknologi Bandung (ITB). Tepatnya di masjid Salman. Gerakan mereka ini adalah salah satu bentuk kekecewaan terhadap pemikiran dan gagasan Nur Cholis Madjid yang cukup kontroversial “Islam Yes, Partai Islam No!”. Tentunya dengan adanya gagasan itu mereka kemudian membangun asumsi akan membendung pemikiran-pemikiran liberal, zionis. Kemudian mereka melanjutkan dakwah ke kampus-kampus lain seperti UI, IPB, UNPAD, IKIP, UNAIR, UGM, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, selama beberapa tahun di Indonesia mereka juga membuat organisasi-organisasi sayap dakwah yang digunakan untuk merekrut dan menyebarkan pemahaman keagamaan versi mereka ke masyarakat luas. Organisasi ini semakin hari semakin terlihat orientasinya tidak hanya fokus pada ajaran keagamaan, tetapi orientasi politik yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tepat pada tanggal 19 Juli 2017 HTI resmi dibubarkan pemerintah karena memiliki pertentangan dengan ideologi pancasila dengan bercita-cita mendirikan khilafah Islamiyah. HTI berkeinginan agar Khilafah Islamiyah menjadi sistem pemerintahan global. Menurut HTI, Indonesia menjadi inti bagi tegaknya kekuatan Islam dunia berdasarkan alasan yang rasional. Indonesia yang bermayoritas muslim dan dianggap terbuka pada pandangan ideologi apapun menjadi alasan HTI berani menebarkan paham menentang demokrasi dengan melawan segala bentuk pikiran nasionalisme, cinta Tanah Air, dan patriotisme. Keinginan HTI mendirikan negara Islam terlampau kuat. Mereka dapat melakukan apa saja demi tercapainya negara Islam bahkan sampai titik darah penghabisan.
Lantas apakah HTI masih berkembang saat ini walaupun sudah di bubarkan oleh pemerintah? Ya.
Meskipun pemerintah sudah membubarkan HTI, akan tetapi sebagai organisasi Islam dalam bidang dakwah, sosial dan politik, tidak serta merta langsung menghilangkan aktivitas HTI. Aktivitas HTI atas nama HTI bisa dilarang oleh pemerintah, akan tetapi pemikiran, ide-ide, gagasan, ideologi tidak bisa dikontrol oleh pemerintah. Mereka tetap melaksanakan aktivitasnya seperti biasa, hanya saja simbol, bendera, nomenklatur atas nama HTI sudah tidak lagi digunakan. Karena kalau aktivitasnya masih menggunakan simbol-simbol tersebut, akan ditindak langsung oleh pemerintah.
Bagi Hizbut Tahrir bergerak di bawah larangan Negara bukan hal baru dan di sejumlah Negara lain seperti Mesir, Turki, Bangladesh, dan Pakistan. Hizbut Tahrir mampu bertahan meski dilarang dan bahkan para Tokoh Hizbut Tahrir di Negara tersebut ditangkap. Dalam konteks pembubaran HTI, tantangan sesungguhnya bagi pemerintah Indonesia adalah memastikan ideologi Khilafah ikut terkubur seiring pembubaran organisasi tersebut. Pembubaran HTI tidak sama dengan upaya menghapus paham yang dianggap pemerintah sebagai ajaran radikal serta tidak langsung membubarkan seluruh aktivitas kegiatan HTI.
Lalu jika Hizbut Tahrir masih bisa kembali berkembang lagi di Indonesia, bagaimana cara Hizbut Tahrir mengembangkan gerakan nya? terbukti di Indonesia bahwa gerakan dakwah HTI pasca dibubarkan oleh pemerintah masih tetap eksis, HTI melakukan strategi dakwah yang berbeda dengan ormas lainnya dengan cara membentuk opini publik umat Islam, melalui demonstrasi, konferensi khilafah, dan mereka lebih suka menyebutkan gerakan yang dilakukannya adalah gerakan dakwah ketimbang gerakan politik. HTI melakukan kegiatan dakwahnya mulai di masyarakat umum hingga kalangan mahasiswa di kampus. Juru bicara HTI Ismail Yustanto menegaskan bahwa aktivitas dakwah akan tetap berlanjut, "Ya, kita lanjutkan bukan hanya di kampus saja. Kita dakwah di mana saja, akan terus melakukan dakwah," kata Ismail di kantor pusat HTI, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (8/5/2017).
Strategi yang dilakukan HTI untuk mempertahankan gerakannya yaitu melalui kampanye di sosial media dan pertemuan–pertemuan tertutup, sosial media sendiri adalah strategi modern yang mereka jalankan, HTI pada pasca orde baru mampu membuat opini publik dengan adanya mobilisasi masa dalam jumlah yang besar beserta aktivitasnya. Hal itu dapat dilihat dari aksi demontrasi atau isu yang dilemparkan di sosial media. Tersebarnya gagasan HTI disebabkan oleh militansi mereka dan loyalitas yang bisa terbilang solid.
Selain dengan strategi yang dilakukan oleh HTI melalui dakwah di kalangan mahasiswa, penyebaran ideologi HTI juga terindikasi dari sebuah organisasi mahasiswa ekstra kampus yang memainkan usaha di kalangan mahasiswa untuk menjadikan Ideologi Islam sebagai arus utama pergerak-gerak yang dibuat mahasiswa di Indonesia. Organisasi itu bernama Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan, organisasi ini merupakan bagian dari HTI. Organisasi ekstra kampus itu dibentuk secara khusus untuk menjaring kader HTI dari kalangan mahasiswa. Gema Pembebasan dibentuk pada 28 Februari 2004 di Auditorium Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia (UI). Organisasi ini identik dengan warna oranye. Logo mereka berupa bola dunia dengan bendera yang identik degan Hizbut Tahrir.