Mohon tunggu...
Nur WardahArafah
Nur WardahArafah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Money

Hanya Bisa Berharap, Pandemi Semoga Usai

22 Juni 2021   19:50 Diperbarui: 22 Juni 2021   19:53 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu menunjukan pukul 10 pagi, bel istirahat pun berbunyi. Anak-anak yang sudah lapar itu keluar dari ruangan kelasnya, dan mengocek-ocek saku bajunya untuk mengambil uang jajan yang akan ia tukarkan dengan makanan. Ia (istrinya) sudah siap untuk melayani anak-anak tersebut untuk membeli. 3 jam kemudian, pukul 12 siang adalah waktu untuk pulang. Lakunya dagangan atau tidak dia tetap menerima, dan pulang kerumahnya, untuk menjalankan pekerjaan lainnya sebagai ibu rumah tangga, memasak dan mempersiapkan daganganya kembali untuk hari esok.

Rutinitasnya, pagi hari ia berjualan, siang pulang untuk beristirahat, memasak dan mempersiapkan dagangan untuk hari esok, dan di hari libur menghabiskan waktu untuk beristirahat lebih lama, tetapi tetap menjalankan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga dan pedagang. Tetapi itu adalah rutinitas dahulu, sekitar setahun tiga bulan yang lalu. 

Kehidupan memang tidak dapat diduga, ada kabar baik ataupun buruk. Dan datang selalu secara tiba-tiba tanpa bilang terlebih dahulu. Aktivitas sebagai pedagang di Sekolah Dasar kini harus berhenti sementara, karena pandemi yang tiba saja muncul pada 2 Maret 2020 lalu membuat aktivitas manusia berubah total. Beberapa tempat yang menimbulkan adanya banyak orang harus ditutup, salah satunya adalah sekolah, yang ditutup pada 16 Maret 2020.  Sekumpulan berita tentang lamanya sekolah akan ditutup sering terdengar oleh ibu pedagang ini, bu Niya. Memang, dampak pandemi tidak hanya saja dirasakan oleh bu Niya, tetapi semua orang, seluruh dunia. Memang sudah sepantasnya jika manusia diberikan musibah, harus sabar dan bisa beradaptasi dengan keadaan yang ada.

Bu Niya memutar otaknya untuk berpikir, berpikir bagaimana ia bisa membantu perekonomian keluarga. Di lubuk hatinya yang paling dalam, ia tak ingin melulu mengandalkan putranya sebagai sumber uang keperluan sehari-hari, karena ia tahu ada hal lain yang harus dipersiapkan oleh putranya itu, yaitu masa depan. Entah itu menikah atau hal lain. Terpaksa bu Niya harus berbicara empat mata kepada putranya, tentang ia harus membagi penghasilan dari kerjanya untuk kehidupan ibu, adik, dan ayahnya sehari-hari.

Setelah berakhirnya masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang merupakan langkah pemerintah untuk mengurangi angka pandemi, akhirnya bu Niya memutuskan untuk menitipkan dagangannya kepada pedagang nasi yang sering berjualan dekat rumahnya. Ia menitipkan beberapa gorengan. Setiap pagi anaknya mengantarkan gorengan tersebut, dan siangnya mengambil uang, apabila dagangan tersebut laku terjual. Memang, menitipkan dagangan kepada orang lain tidak mendapatkan pendapatan sebesar dagang sendiri. Disaat dagangan laku terjual, ada kata "lumayan untuk membeli beras" dari pembicaraan ketika sudah mendapatkan hasil titipan dagangan. Serta menitipkan dagangan tak melulu ada kabar baik, sesaat terdapat kabar buruk. Dagangan masih tersisa banyak adalah yang dialami bu Niya saat itu, hampir beberapa hari. Setelah beripikir panjang, ia tidak lagi menitipkan dagangannya, karena "apalagi mendapatkan untung, hanya saja mendapatkan rugi", katanya. Hal ini pun berulang ketika bu Niya menitipkan dagangannya ke penjual nasi yang lain.

Tidak lakunya dagangan tidak hanya dialami bu Niya, melainkan orang yang memang belum mendapatkan rezekinya lewat dari jalan tersebut, atau memang orang sedang berhemat karena pandemi belum saja berakhir.

Saat ini, bu Niya hanya mengerjakan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga saja. Dan juga, putra pertamanya yang sebelumnya bekerja sebagai pegawai supermarket, kini bekerja di salah satu distributor perusahaan produk kebersihan rumah. Sebagai tambahan, putranya menjual produk kebersihan rumah, dengan yang menawarkan kepada tetangganya adalah bu Niya. Meskipun produknya tidak laku setiap hari, karena produk kebersihan rumah tidak sekaligus habis saat dipakai, tetapi hal ini lumayan untuk menambah penghasilan kebutuhan sehari-hari. 

Mengenai kabar sekolah kapan dibuka, dan kapan bu Niya bisa kembali berjualan, ia hanya bisa pasrah. Meskipun terdapat berita bahwa bulan Juli mendatang sekolah akan dibuka, tetapi tetap saja kantin di sekolah tersebut belum boleh dibuka. Bu Niya, serta masyarakat Indonesia, dan dunia pasti hanya bisa berharap, berharap pandemi ini akan cepat usai. Dan kehidupan dapat berjalan dengan normal. Para pedagang, UMKM di segala bidang dan perekonomian dapat bangkit kembali. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun