Desa Gejlig terletak di Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, dengan luas sekitar 4,42 km. Desa Gejlig terbagi menjadi 6 dusun, yaitu Gumiwang, Gerdu, Winong, Gejlig Lor-Kidul, dan Sumurbandung. Dikelilingi oleh alam yang sejuk, sebagian besar wilayah desa ini dimanfaatkan untuk pertanian.
Melihat potensi desa sebagian besar pertanian, kini waktunya Si Hijau mulai menampakkan dan menyentuh setiap sudut kehidupan masyarakat. Ialah Tumbuhan bergizi yang tumbuh di ladang-ladang desa bukan hanya anugerah alam, tetapi juga simbol kekuatan yang mengakar dalam budaya lokal. Menanamnya adalah ikhtiar, merawatnya adalah bentuk Istiqomah, dan memanennya adalah puncak kebersamaan yang dirayakan dengan semangat gotong royong.
Di bawah langit desa yang luas, tangan-tangan masyarakat bersatu menggali potensi yang tersembunyi di balik kesuburan tanah. Dari lahan kecil yang tak guna kini di penuhi tumbuhan bergizi menjadi sarana kehidupan sekaligus merekatkan ikatan sosial. Tidak ada yang bekerja sendiri, karena desa adalah tempat di mana guyub rukun menjadi nafas yang menjaga harmoni. Setiap tetes keringat yang jatuh bukan hanya untuk menghidupi diri sendiri, tetapi juga untuk memastikan seluruh desa merasakan hasilnya. Inilah dusun Sumurbandung Menyapa jalan di pintu masuk gang yang menjadi semua orang terpikat dengan kehijauannya. Sapa saja, Bu Nur adalah sosok wanita yang peduli dengan kondisi Desa, salah satu warga asli Sumurbandung penggerak dari gotong royong itu hingga menjadi ladang yang membuai hasil.
Day Minggu 1, setelah silaturahmi ke perangkat desa setempat, mendapat sambutan-sambutan yang baik, sehingga Bu nur istri dari pak pardo selaku sekretaris desapun minat untuk silaturahmi balik dan mengunjungi posko kami. Sejak saat itu, tiba-tiba mendatangi posko dengan suguhan yang tidak persiapan, hanya secangkir Susu jahe dan satu toples Snack kapsul menjadikan suasana terlihat syahdu dari tengokan Bu Nur dengan bola mata menggeser sedikit ke kiri dan ke atas ternyata hiasan estetik coklat plano yang bersandar pada dinding. Dari tolehan itu, hingga mampu mengantarkan perbincangan yang jauh ke day 45.
Perempuan berhijab, mampu mencetuskan desa menjadi "Apik" dengan Bank sampahnya serta penggerak para ibu-ibu khususnya di dusun Sumurbandung. Tidak panjang lebar satu kardus teh bandulan, jajan nabati dan Sip di angkut dari motornya menuju posko kami. Mungkin kata mereka bisa saja sebut dia si Dermawan. Tapi justru pandangan kami berbeda, lagaknya dia ada maunya, he..he..he...(Canda)
Berbagai program, dipahami olehnya. Bukan hanya soal sampah, penanaman Tumbuhan Gizi pun ia tawarkan. Bertepatan di tanggal 17 November kami bergegas dengan jas birunya rupanya KKN pun mulai menginjak si Hijau. Beberapa gerombolan berjas biru depan pintu rumah Bu nur bingung tengok kanan kiri, sepi tak ada suara. Info terakhir dari adiknya perjalanan menuju Si Hijau dari Purwokerto. Kami pun merasa kesal, tawaran yang tidak jelas. Selisih berapa menit roda empat menghampiri dengan sedikit di buka jendela mobilnya, Bu Nur pun menyapanya.
Semua tertuju si Hijau, ibu dan bapapun memberhentikan aktifitasnya. Cangkul, clurit sampai pisau besar, bibit dan kotoran kambing turut menemani si Hijau. Hanya dengan panggilan Bu Nur waktu itu juga, warga sekitar mendatanginya dengan terlihat guyub rukun. Rupanya Si Hijau punya peran besar di balik itu. Andai saja desa kami ada si Hijau, bukan hanya soal bantuan atau Bansos yang mereka hampiri melainkan sebiji bibit dan kotoran kambingnya demi kelangsungan hidup si hijau.
 Terong, tomat, selada, kangkung, sawi, saysim, cabai bahkan sampai rumput Alang ikut meramaikan ladang kecil itu. Setelah mereka tumbuh, saatnya untuk di panen untuk siapa saja yang mau memanennya asal warga  lokal. Terlihat sekali kerukuanna tercipta, siapa yang menanam dan siapa yang panen, mereka tak sama sekali mempersilahkan itu.
Mencangkul, dan menyebar bibit-bibit sayuran berlangsung dengan selingan teh manis, di tambah hidangan jajan ringan dan semangka. Dari kami pun istirahat namun bukan berarti selesai pekerjaan melainkan jajan yang di suguhan habis di makan kami. Itulah sedikit kisah dari kami dimana ada makanan kami hantam, benar seperti itukah kegiatan KKN se Asyik itu. Ternyata yang kami pikirkan Bu Nur yang sebenarnya tidak sesuai, yang ada maunya saja, tidak lama setelah itu kami semua diajak untuk makan siang.
Dari sedikit cerita pengalaman kami, kami beranggapan bahwa, Tumbuhan-tumbuhan ini, dengan segala kesederhanaannya, menjadi penghubung antara alam dan manusia, antara keperluan jasmani dan kehangatan jiwa kebersamaan. ia mengajarkan kepada kami arti kebersamaan yang sejati bahwa desa yang kuat bukan hanya tentang suburnya tanah, tetapi juga tentang suburnya rasa saling peduli dan mendukung.