Mohon tunggu...
SUMBER SAKTI
SUMBER SAKTI Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Media Pembelajaran, Update dan Terpercaya

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Guru Penakluk Alam : Pejuang di Antara Jurang dan Harapan

23 Januari 2025   12:50 Diperbarui: 23 Januari 2025   12:50 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto guru sedang menyusuri jalan menuju ke rumah siswa.doc.tyar

Di pelosok negeri, jauh dari hingar-bingar kota, ada sosok-sosok luar biasa yang menjalankan tugas mulia mereka tanpa pamrih. Mereka disebut "Guru Penakluk Alam." Sebuah julukan yang bukan sekadar gelar, tetapi gambaran nyata tentang perjuangan mereka yang begitu berat, menantang, dan sering kali menguras air mata.


Guru-guru ini bertugas di tempat yang tidak semua orang mau, di mana medan berat menjadi sahabat harian, dan permasalahan sosial menjadi musuh yang harus mereka taklukkan. Pegunungan dengan jalan terjal berbatu, tanjakan curam, licin oleh hujan, hingga pinggir jurang yang siap menelan siapa saja, adalah rute yang harus mereka lalui untuk mencapai tempat yang disebut "sekolah." Namun, bagi mereka, sekolah bukan sekadar bangunan, tetapi rumah kedua di mana mimpi anak-anak gunung dilahirkan dan dipupuk dengan harapan besar.


Lihatlah perjuangan para guru di SMAN 1 Sumber, sebuah sekolah yang berdiri di lereng Gunung, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo. Mereka bukan hanya pengajar, tetapi juga pahlawan yang bertaruh nyawa demi masa depan generasi muda. Medan berat hanyalah awal dari perjuangan mereka. Tantangan sebenarnya menanti ketika mereka tiba di sekolah: menghadapi realitas sosial yang pahit.

Di Antara Anak-Anak yang Kehilangan Kasih Sayang

Di tempat ini, anak-anak tumbuh tanpa kehadiran orang tua. Tingginya angka pernikahan dini dan perceraian menjadi akar permasalahan. Banyak siswa yang harus tinggal bersama nenek yang sudah tua renta atau saudara jauh, karena orang tua mereka merantau, bahkan sejak mereka masih bayi. Beberapa dari mereka tidak pernah tahu seperti apa wajah orang tua mereka. Ironisnya, ada yang hidup tanpa dukungan apa pun - tidak ada kabar, tidak ada kiriman uang, tidak ada kasih sayang.

Dalam keadaan seperti ini, anak-anak terpaksa dewasa sebelum waktunya. Mereka tidak hanya harus bersekolah, tetapi juga menjadi tulang punggung keluarga. Mereka bekerja sebagai buruh tani, pengojek kentang, atau pekerjaan lain yang bisa membantu nenek dan adik-adik mereka bertahan hidup. Beban hidup yang begitu berat sering kali membuat mereka memilih untuk meninggalkan bangku sekolah.

Guru sebagai Pelita di Tengah Kegelapan

Ketika seorang siswa mulai menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti sekolah, perjuangan guru dimulai. Mereka tidak hanya mengajar di dalam kelas, tetapi juga menyusuri jalanan berbahaya menuju rumah siswa. Perjalanan itu tidak mudah. Tanjakan curam, turunan licin, hingga pinggir jurang yang mengintai di setiap langkah adalah risiko yang harus mereka hadapi. Tidak jarang mereka jatuh, terluka, bahkan bertaruh nyawa.

Namun, tantangan itu belum seberapa dibandingkan dengan tantangan emosional yang menunggu di rumah siswa. Terkadang keluarga menolak kedatangan mereka. "Kalau anak ini sekolah, siapa yang akan membantu kami bekerja?" adalah pertanyaan yang kerap mereka dengar. Sering kali guru harus menahan tangis dan kecewa, tetapi mereka tidak pernah menyerah. Dengan hati yang tulus, mereka terus berbicara, bernegosiasi, hingga akhirnya menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak.

Ada kalanya solusi itu berarti membiarkan siswa tetap bekerja, tetapi memastikan mereka tetap bersekolah. Misalnya, siswa bisa menjadi ojek kentang di pagi hari sebelum sekolah dimulai, atau membantu neneknya di ladang setelah jam pelajaran usai. Guru hadir bukan untuk memaksakan kehendak, tetapi untuk menunjukkan jalan tengah yang membuat semua pihak merasa dihargai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun