Fenomena Generasi Z Sulit Memiliki Rumah
Generasi Z merupakan generasi yang lahir di tahun 1997 sampai 2012. Saat ini, generasi Z sebagian dari mereka telah memasuki usia produktif dan siap kerja. Berdasarkan Indonesia Gen Z Report yang dikeluarkan oleh IDN Research Institute, ditemukan bahwa Gen Z di Indonesia memiliki rata-rata penghasilan per bulannya kurang dari Rp2,5 juta. Hal ini mengakibatkan rendahnya daya beli mereka dibandingkan dengan generasi sebelumnya, seperti generasi milenial, yang telah lama memasuki dunia kerja. Dengan rata-rata penghasilan yang rendah ditemukan fakta bahwa mereka kesulitan dalam memiliki rumah. Kesulitan memiliki rumah disebabkan oleh beberapa hal, seperti tingginya harga lahan, risiko kenaikan suku bunga, hingga pendapatan mereka yang tidak cukup untuk memiliki rumah.
Solusi Bagi Generasi Z
Satu solusi yang bisa dilakukan Generasi Z di Indonesia adalah memperbesar penghasilan per bulan mereka. Dengan rata-rata gaji per bulan sebesar Rp2,5 juta akan membatasi pilihan mereka untuk bisa hidup dengan layak, salah satunya memiliki tempat tinggal. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh Generasi Z untuk memperbesar penghasilan per bulan. Di antaranya adalah menambahkan sumber penghasilan melalui kerja sampingan dan bisnis. Selain itu, Generasi Z juga dapat belajar keterampilan yang memiliki harga jual yang tinggi. Serta, mereka dapat memilih belajar bahasa asing dan pergi bekerja ke luar negeri. Dengan begitu, mereka akan memiliki rata-rata gaji per bulan yang tinggi. Selain memperbesar penghasilan, Generasi Z yang ingin memiliki tempat tinggal bisa mempertimbangkan opsi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) adalah jenis kredit yang menawarkan pinjaman untuk nasabah yang akan membeli rumah, umumnya dalam mengangsur juga terdapat bunga yang harus dibayar. Bagi Generasi Z yang beragama muslim yang tidak ingin menyentuh riba, Bank juga menyediakan opsi KPR Syariah yang bebas riba.
Perbedaan KPR Konvensional dan KPR Syariah
Perbedaan pertama terletak pada akad, akad transaksi pada KPR konvensional adalah kesepakatan antara nasabah dan pihak bank yang menyetujui biaya pinjaman ditambah dengan bunga KPR dan biaya lainnya. Sedangkan, akad transaksi KPR syariah menggunakan akad kesepakatan jual beli (murabahah). Prosesnya adalah bank syariah akan membeli rumah yang diinginkan oleh nasabah, kemudian rumah tersebut dijual oleh bank syariah kepada nasabah.
Perbedaan kedua adalah terkait dengan bunga. Pada sistem KPR Konvensional terdapat suku bunga yang bersifat tidak tetap (floating) yang harus dibayarkan, tergantung pada perkembangan suku bunga acuan Bank Indonesia. Sedangkan pada sistem KPR Syariah tidak terdapat suku bunga karena hal tersebut termasuk riba.
Perbedaan Ketiga adalah jangka waktu kredit rumahnya. Untuk sistem KPR Konvensional biasanya mempunyai jangka waktu kredit yang lebih lama, seperti 20 hingga 30 tahun. Sedangkan KPR Syariah memiliki jangka waktu kredit yang lebih singkat, yaitu 10 hingga 15 tahun.
Perbedaan Keempat adalah denda keterlambatan cicilannya. Besaran denda yang harus dibayarkan oleh nasabah di saat mengambil KPR konvensional adalah tergantung pada kebijakan bank yang mengeluarkan KPR tersebut. Sedangkan KPR Syariah tidak menerapkan aturan denda atas keterlambatan nasabah dalam membayar angsuran.
KPR Syariah Lebih Meringankan Bagi Generasi Z
Setelah mengetahui perbedaan antara KPR Konvensional dan KPR Syariah, bisa disimpulkan bahwa KPR Syariah jauh lebih meringankan Generasi Z untuk memiliki tempat tinggal. Alasan pertama, jika nasabah mengambil KPR Konvensional maka setiap mengangsur akan ada tambahan bunga yang tergantung pada acuan suku bunga Bank Indonesia. Jika suku bunga acuan sedang tinggi maka angsuran yang dibayarkan pun juga akan naik. Hal ini tidak akan terjadi apabila nasabah mengambil KPR Syariah. Dengan mengambil KPR Syariah, nasabah hanya perlu mengangsur senilai yang diitetapkan tanpa harus membayar bunga. Alasan kedua, nasabah yang mengambil KPR Syariah bisa menghitung besaran nilai yang harus rutin dibayarkan dengan pasti, meskipun waktu kreditnya hanya 10 hingga 15 tahun. Sedangkan, jika menggunakan KPR Konvensional, angsuran yang dibayarkan bisa berubah nilainya sewaktu-waktu karena harus membayar bunga yang bergantung pada acuan suku bunga Bank Indonesia. Jika nasabah mengambil jangka waktu kredit selama 20 hingga 30 tahun, maka pihak bank akan sangat diuntungkan. Alasan ketiga, nasabah yang mengambil KPR Konvensional akan dikenai denda, apabila nasabah mengalami keterlambatan cicilan. Sedangkan, nasabah yang mengambil KPR Syariah tidak akan menerima denda atas keterlambatan nasabah dalam membayar angsuran.