Impor pakaian bekas kian membanjiri pasar Indonesia. Hal ini membuat pelaku industri di bidang yang sama menjerit lantaran produk buatannya justru kalah saing oleh barang impor ilegal. Mengapa Indonesia bisa dibanjiri produk-produk pakaian impor bekas pakai? Bagaimana langkah pemerintah memberantas impor pakaian bekas?
Urusan impor pakaian bekas di Indonesia sepertinya tidak pernah bisa diberantas. Di satu sisi keberadaan pakaian bekas menjadi ajang untuk berburu produk murah oleh sebagian masyarakat, di sisi lain ada yang beranggapan pakaian bekas tersebut tergolong sebagai sampah atau limbah yang tak layak pakai. Melansir Reuters, penasehat kebijakan Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA), Darmesh Shah menyebut, besarnya pasar pakaian bekas impor di Indonesia lantaran pemerintah tidak memiliki aturan yang ketat untuk hal ini. "Aliran pakaian bekas yang murah dan tidak diatur," kata penasehat kebijakan Global Alliance for Incinerator Alternatives, Dharmesh Shah.
Menurut Dharmesh, barang bekas yang diimpor dari berbagai negara tersebut sebenarnya memiliki presentase dapat digunakan kembali sangat kecil sehingga akan menambah masalah sampah di negara tujuan. Sebab pedagang biasanya membeli barang dalam karung tanpa mengetahui pasti isi karung tersebut, sehingga tak jarang pedagang membuang lebih dari setengah isi karung yang mereka beli lantaran tak layak jual.
Meski demikian, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan menepis anggapan tidak adanya aturan soal larangan impor pakaian bekas. Pakaian bekas dengan pos tarif HS6309 secara tegas dilarang untuk diimpor, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Permendag Nomor 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Impor.
Produk ini dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor masuk, karena aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan. Berdasarkan aturan tersebut, importir yang melanggar dapat dijerat undang-undang perdagangan dan perlindungan konsumen dengan sanksi berupa kurungan dan denda. Sayangnya sejauh ini satu-satunya tindakan yang dilakukan Kemendag adalah mencabut izin impor serta menyita dan menghancurkan pakaian bekas
Meski aturan menyatakan ilegal, distribusi pakaian bekas impor tetap saja mengalir ke sejumlah pasar lokal di Indonesia. Bagaimana barang tersebut bisa beredar di tanah air? Pakaian bekas yang berasal dari sejumlah negara dikumpulkan dan dikirim dari negara tetangga Indonesia. Barang tersebut lantas masuk dari pintu-pintu pelabuhan tikus dari negara tetangga kita.
Pelabuhan-pelabuhan tikus tersebut berada di berbagai wilayah di Indonesia, antara lain Sumatera, Tembilahan, Riau, kemudian beredar sampai ke pulau Jawa melalui jalur darat. Barang tersebut dipesan dalam bentuk bal-balan oleh pedagang. Pedagang mengaku bisa kapan pun mendapatkan barang yang diinginkan atau dapat dikatakan stok barang selalu tersedia.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono menyebutkan, pasar pakaian bekas impor ilegal memang bernilai hingga jutaan dollar per tahunnya. Veri menyatakan Kementerian telah berupaya membubarkan praktik jual beli barang bekas impor ilegal ini, tetapi akan selalu kembali menjamur. Kemenag menuding banyaknya pelabuhan yang ada di Indonesia menjadi pemicu menjamurnya penjualan barang-barang impor bekas, namun sumber daya Kemendag terbatas untuk mengawasi banyaknya pelabuhan tikus di Indonesia.
Imbas peredaran produk bekas impor ini pun membuat industri lokal rontok. Terlebih lagi, saat ini industri pakaian hingga alas kaki lokal menghadapi banyak ketidakpastian ekonomi. Industri tekstil dan produk tekstil pun mengeluhkan banyaknya pakaian bekas yang membanjiri pasar domestik membuat produknya sulit memenangkan persaingan. Apalagi harganya yang miring dengan mendapatkan merek ternama menjadi salah satu alasan pembeli memilih barang impor ilegal ini.
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFi), Redma Gita Wirawasta menyatakan, banyak pihak yang ragu pemerintah dapat mengendalikan produk impor, terutama produk impor ilegal. Direktur Industri, Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Adie Rochmanto Pandiangan menyebutkan, pihaknya telah mengupayakan berbagai hal dalam penguatan pasar dalam negeri. Namun, derasnya impor ilegal terutama pakaian dan sepatu bekas bukan ranah Kemenperin.Â
Selain itu, Kemenperin juga telah melakukan berbagai upaya yang berkaitan dengan penguatan pasar domestik bagi industri dalam negeri ini berupa pengoptimalan tingkat komponen dalam negeri dan penerapan standar nasional Indonesia SNI. Meskipun Kementerian Perdagangan gencar menyita pakaian bekas impor bernilai milyaran rupiah, namun aksi ini masih kalah cepat dengan peredaran produk ilegal di pasaran. Jual beli pakaian bekas import masih marak dan sulit diberantas di sejumlah daerah di Indonesia.Â