Artikel ini ditulis oleh Nurvita Dyah Komalasari (212111098) kelas HES 5 C.
Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta.
- Identitas Artikel -
Judul Artikel        : Dampak Pernikahan Dini dan Problematika Hukumnya
Penulis             : Muhammad Julijanto
Jurnal              : Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial
Volume dan Halaman : Vol 25, No 1. Halaman 62-72
Tahun              : 2015
DOI Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : Dampak Pernikahan Dini dan Problematika Hukumnya | Julijanto | Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial (ums.ac.id) Â
- Hasil Review -
Tujuan dari pernikahan ialah membentuk keluarga sakinah tanpa adanya suatu kondisi yang dapat membuat rumah tangga berantakan. Dengan terciptanya pernikahan yang sakinah dapat menciptakan generasi dan tatanan sosial yang lebih baik lagi. Untuk itulah dibutuhkan upaya dalam menekan akibat yang tidak diinginkan dari suatu pernikahan yaitu perceraian.
Tingginya angka perceraian dapat terjadi salah satunya dikarenakan pernikahan dini yang dilakukan sepasang mempelai yang masih dibawah umur. Pernikahan dini dilakukan diluar ketentuan perundang-undangan. Seperti kita ketahui bahwa pernikahan yang dilakukan oleh seorang yang masih dibawah umur umumnya disebabkan oleh keadaan yang memaksa dimana akibat dari pernikahan dini yaitu rentan adanya perceraian. Selain itu, pernikahan dini menimbulkan permasalahan sosial ekonomi, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, permasalahan kesehatan bagi perempuan seperti pendarahan saat persalinan, anemia, komplikasi saat melahirkan, dan berdampak bagi anak yang dilahirkan bisa jadi mengalami kekurangan gizi serta masih banyak lagi akibat yang ditimbulkan dari pernikahan dini yang mana faktor penyebab utamanya ialah pasangan dibawah umur yang tidak cakap hukum, pendidikan yang rendah, belum matang secara biologis serta mental.
Data dari catatan Kantor Kemenag menunjukkan bahwa angka pernikahan dini semakin tinggi yang berarti demikian akan mengikuti tingginya angka perceraian yang terjadi. Sebenarnya jika diperhatikan mengenai batasan menikah bagi perempuan juga terdapat perbedaan pendapat. Seperti dalam UU Perkawinan menyebutkan batasan minimal menikah seorang perempuan ialah 16 tahun. Sedangkan, dalam UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa batasan menikah bagi perempuan ialah 18 tahun. Serta menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan usia minimal bagi perempuan yang ingin menikah ialah 21 tahun. Dengan perbedaan yang demikian dapat menjadikan sepasang calon suami istri khususnya pihak perempuan menjadi bingung mengenai hukum yang sebenarnya berlaku yang mana.
Pernikahan dini merupakan suatu pernikahan yang tidak dianjurkan karena berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa/mental seorang anak. Pernikahan yang ideal seharusnya memenuhi fungsi pernikahan, tujuan pernikahan, dan melalui proses hukum yang benar sesuai kaidah syar'i dan hukum positif yang berlaku. Kriteria pernikahan yang ideal sebagai berikut:
- Calon mempelai ialah bibit unggul yang mengacu pada agama, rupa, harta, dan tahta.
- Terdapat jiwa kepemimpinan dari suami yang disertai dengan kepatuhan istri.
- Bertahkim seperti menyelesaikan permasalahan mengacu pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
- Melihat sesuatu secara husnudhan.
- Bersikap saling memaafkan, berani mengakui kesalahan, dan berjiwa besar.
- Suami istri harus menjadi pedoman bagi para anaknya karena setiap ajaran yang diberikan orangtua akan berdampak pada karakter dan kepribadian anak.
- Memberi nafkah keluarga dengan rezeki yang halal.
- Menghiasi rumah dengan shalat, do'a, dzikir, zakat, infaq, serta amalan lainnya yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
- Melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan Allah, dan melindungi rumah tangga dari ancaman siksa api neraka.
- Membatasi pengaruh lingkungan yang negatif dengan memilih lembaga pendidikan anak yang benar sehingga dapat menambah keilmuan anak.
Menurut pandangan penulis, pernikahan dini bukanlah sesuatu yang dibenarkan karena dilakukan oleh seseorang yang masih dibawah umur. Ini akan merusak moralitas serta merusak citra bangsa. Apalagi jika dikaitkan dengan yuridis empiris, dimana dalam pandangan masyarakat sendiri, pernikahan dini dapat dikategorikan suatu hal yang memalukan jika pernikahan tersebut disebabkan oleh sebab tertentu seperti hamil diluar nikah atau sebab lainnya, dan untuk menutupi aib-nya maka dilangsungkan pernikahan dini. Pernikahan dini dapat merenggut hak anak-anak yang seharusnya mereka dituntut untuk belajar, namun atas perjanjian pernikahan yang terkait mereka memiliki kewajiban mengurus rumah tangga.
Hukum normatif yang mengatur mengenai pernikahan dini juga perlu dipertimbangkan, karenanya terdapat perbedaan mengenai UU Perkawinan yang menyebutkan batasan minimal menikah seorang perempuan ialah 16 tahun. Sedangkan, dalam UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa batasan menikah bagi perempuan ialah 18 tahun. Serta menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan usia minimal bagi perempuan yang ingin menikah ialah 21 tahun. Hal tersebut memungkinkan informasi mengenai hukum di negara yang simpang siur. Untuk itu, perlunya peninjauan kembali mengenai peraturan hukum pernikahan dini yang lebih dalam dan tegas supaya dapat menjamin keselamatan kehidupan para remaja yang rentan akan permasalahan sosial seperti masalah pernikahan dini ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H