Mohon tunggu...
Nuzul Bayahi
Nuzul Bayahi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Lagi belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Digitalisasi, EndGame Perbankan!

26 Januari 2022   05:48 Diperbarui: 26 Januari 2022   05:54 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam satu dekade ini pertempuran epik terjadi dalam dunia perbankan, musuh tak terduga datang, kecil namun gigitannya bikin sakit kepala, jawara tangguh dari luar tiba-tiba datang ingin menguasai dunia, lalu juga ada konsolidasi lawan menjadi kawan, dan kawan makan kawan, beragam senjata teknologi pun diluncurkan untuk menggempur lawan. 

Itulah realita yang terjadi diindustri perbankan, alasannya tidak main-main, yaitu tingginya nilai transaksi yang terjadi secara digital sebesar Rp39.841,4 triliun rupiah, membuat perbankan konvensinal ketar-ketir, pemain-pemain yang masih tergolong kecilpun memanfaatkan momentum digitalisasi tersebut, seperti Bank Jago, Bank neo commmerce, Bank MNC, Bank harda internasional, dan bank-bank kecil kacil lainnya yang sudah masuk proses digitalisasi, kunci hanya satu memperketat efisiensi maka teknologi adalah jalannya. semenjak kenaikan harga saham bank jago sebesar 310,81% sejak awal tahun, dan kenaikan harga saham bank neo commerce melonjak 406,39% sejak awal tahun, memperjelas sebuah visi digitalisasi yang direspon baik oleh para investor kelas kakap.

Nilai kapitalisasi bank jago misalnya, sudah melampaui nilai kapitalisasi dari 2 saham bluechip, yaitu unilever dan astra internasional, serta mendekati market kapital dari bank mandiri. kenapa investor lebih memilih invest di bank-bank kecil yang tidak memiliki kantor cabang, tapi sudah masuk dalam ekosistem digitalisasi, jawabannya untuk efisiensi maka teknologi adalah jalannya, beban operasional seperti membayar karyawan yang terlalu banyak, mendirikan dan merawat kantor cabang, bukan hambatan untuk bank-bank kecil melebarkan sayapnya dalam hal pelayanan pelanggan. bank-bank konvensional seperti Bri, mandiri, Bni, dan Bca yang memiliki biaya operasional yang tinggi, tidak mudah untuk melangkahkan kakinya kedalam dunia industri perbankan digital. 

Transformasi bank konvensional ke bank digital tidaklah mudah, namun bukan berarti tidak mungkin, bank mandiri misalnya telah mengeluarkan aplikasi yang mumpuni untuk melayani nasabah setianya, yaitu livin by mandiri. bbca kemudian meluncurkan BCA mobile, bri meluncurkan BRImo, dan masih banyak lagi aplikasi yang dikeluarkan bank konvensional untuk menghadapi transformasi digital. kedepan kita akan melihat pertarungan yang pernah terjadi sebelumnya dalam bentuk pasar yang berbeda, contohnya ditahun 1980-an, ada sekitar 200 bank di indonesia, namun kemudian menyusut setengahnya hingga yang memimpin saat ini tak lebih dari 20 bank. 

Akuisisipun marak terjadi, gojek contohnya menggandeng bank jago untuk mengembangkan ekosistem digitalnya, dengan kepemilikan saham sebesar 20% didalamnya. PT. mega corpora, perusahaan milik chairul tanjung mengakuisisi PT bank harda internasional Tbk. juga bank konvensional sekelas BCA juga tidak mau ketinggalan, mereka mengakuisis bank interim, yang sebelumnya bernama rabobank. 

Right issue pun juga tidak kalah penting untuk pemenuhan permodalan inti sebuah bank, ramai-rami industri perbankan melakukan rigth issue. aksi bank bri contohnya melakukan aksi right issue tercatat sebagai yang terbesar di asia, dan meraup dana segar sebesar 96 triliun rupiah. bank MNC yang juga melakukan right issue ditanggal 14-27 september ini menghasilkan dana segara sebesar 200 millair rupiah, tidak mau kalah soal permodalan inti, kedepan PT. Allo bank indonesia tbk, berencana melakukan right issue dengan meraup nilai kapitalisasi sebesar 4,80 triliun rupiah. 

Pertarungan industri perbankan mulai kembali memanas, lahirnya punggawa baru ke dalam gelanggang pertandingan, menandakan akan ada yang kalah, dan juga akan ada yang menjadi juara. terlepas dari itu semua, pemain dalam bentuk lain juga menjadi ancaman bagi ekosistem perbankan di indonesia, dalam hal transaksi, kredit online, banyak yang sudah hadir dalam bentuk digital seperti shoppepay, ovo, dana, kredivo dan masih banyak banyak lagi. ini menjadi suatu tantangan bagi pemain industri perbankan yang sudah lama didalamnya, perubahan adalah kunci, jika tidak maka yang tersisa tinggalah nama. mungkin belum sekarang, tapi nanti 10-15 tahun kedepan.

Namun, dibalik ramainya digitalisasi perbankan membuat beberapa bank rela memecat karyawan-karyawannya, demi sebuah efisiensi kerja sebuah perusahaan, bank bukopin contohnya kemarin melansir data dari kompas.com 1.400 karyawan bank bukopin mundur. memang digitalisasi perbankan mempermudah masyarakat dalam hal pelayanan, dari transfer uang yang bisa dilakukan lewat smartphone, pembukaan rekening secara online, dan kemudahan lainnya. namun disatu sisi digitalisasi perbankan seperti pedang bermata dua, disatu sisi mempermudah, disisi yang lain menghilangkan pekerjaan beberapa orang.  pekerjaan semakin sulit didapatkan, perusahaan-perusahaan berlomba-lomba bertransformasi digital, yang mengakibatkan hilangnya beberapa pekerjaan yang mulai digantikan oleh teknologi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun