Mohon tunggu...
Nurussyifa Ainayya
Nurussyifa Ainayya Mohon Tunggu... Mahasiswa - 22107030126 fakultas ilmu sosial dan humaniora UIN sunan Kalijaga

sedikit manner about how to enjoy life versi aku ;)

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Perkembangan AI yang Mengambil Alih Peran "Otak" Mahasiswa

15 November 2023   21:27 Diperbarui: 15 November 2023   21:37 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber pict : infokomputer.grid.id)

Siapa kompasianer disini yang tidak tahu bahwa kehidupan sehari-hari kita telah diubah oleh kehadiran kecerdasan buatan (AI)? AI telah menjadi bagian integral dari rutinitas kita, membantu kita mencari informasi dengan mudah hanya dengan sekali klik. Namun, apakah kita pernah mempertimbangkan bagaimana AI telah mengambil peran sebagai "otak" mahasiswa sejauh ini? Saya menulis tentang hal ini bukan berarti saya tidak menggunakan AI dalam kegiatan sehari hari, justru karena saya merasakan kecanduan dan sering menyepelekan tugas karena kemudahan yang telah disediakan oleh AI saya menjadi tergerak untuk mengingatkan diri saya sendiri dan mahasiswa lain yang related dengan keadaan ini.

Pada awalnya, AI diperkenalkan sebagai alat bantu untuk semua orang termasuk membantu mahasiswa mengerjakan tugas. Namun, seiring kemajuan teknologi, peran AI telah berkembang hingga masuk ke dalam kehidupan akademik  mahasiswa. Mahasiswa sekarang sering bergantung pada AI untuk menyelesaikan tugas dan menjawab pertanyaan. Dari membuat PPT, mencari materi, menjawab pertanyaan saat presentasi, review jurnal, resume materi perkuliahan, membuat essay dan lainnya semua dilakukan dan dikerjakan dengan bantuan AI. Pertanyaannya adalah, apakah ini benar-benar membantu mahasiswa ataukah hanya membuat mereka malas berpikir?

Sebagai mahasiswa, saya sangat tertolong dengan adanya AI, Tugas-tugas, ujian dan presentasi yang jumlah nya seabrek abrek seringkali bentrokan waktu dan deadline pengerjaannya, bayangkan satu matkul saja terkadang dalam satu minggu ada dua tugas yang harus diselesaikan, ditambah matkul lainnya yang ga mau kalah juga dalam memberi tugas untuk mahasiswa. Kemudian datanglah AI ini sebagai superhero atau penyelamat, bagaimana mungkin saya acuh tak acuh dengan segala kemudahan yang ia tawarkan?

Namun, bukankah semestinya mahasiswa harus memecahkan masalah dan berpikir kreatif sendiri? Disinilah masalah muncul. Mahasiswa terlalu bergantung pada Ai dengan segala kecanggihannya sehingga membuat kita lupa bagaimana seharusnya otak berpikir Secara mandiri dan kreatif. Seringkali saya dan juga mahasiswa lainnya  terkadang mencari jawaban atau materi tanpa benar benar memahami materi tersebut. Alhasil, sistem dan kapasitas otak  menjadi lemah untuk berpikir kritis dan kreatif.

Kita tidak bisa menyalahkan mahasiswa sepenuhnya. Kemudahan yang ditawarkan AI memang sangat menggoda. Dalam hitungan detik, AI bisa memberikan jawaban yang tepat dan solusi untuk masalah-masalah rumit sehingga terkadang menjadi alasan mahasiswa dalam menhemat waktu dan mengerjakan tugas lainnya dengan cepat. Namun, hal ini juga bisa menciptakan generasi mahasiswa yang kurang bersemangat untuk berpikir dan belajar sendiri.

Tentu saja, AI sangat bermanfaat dalam dunia pendidikan karena dapat membantu mahasiswa memahami materi dengan lebih baik. Meskipun demikian, masalahnya adalah bagaimana mahasiswa menggunakan AI ini. Apakah mereka menggunakannya sebagai alat bantu untuk lebih memahami apa yang mereka lakukan, atau hanya sebagai cara pintas untuk menyelesaikan tugas tanpa benar-benar mendapatkan informasi? Saya rasa mahasiswa cenderung agree ke pertanyaan terakhir.

Pendidik dan institusi pendidikan juga memiliki peran dalam hal ini. Mereka harus memastikan bahwa penggunaan AI di dalam kelas tidak menggantikan proses belajar yang seharusnya dijalani oleh mahasiswa. Mungkin, mereka dapat mengembangkan strategi pembelajaran yang memanfaatkan AI sebagai pelengkap, bukan pengganti, untuk membantu mahasiswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis mereka. Seperti yang salah satu dosen saya lakukan saat memberi tugas, ia menegaskan bahwa mahasiswa nya yang ketahuan mengerjakan tugas menggunakan AI akan tidak mendapat penilaian untuk tugas tersebut. Hal ini tentu akan memicu perasaan was was dan mau ga mau pada akhirnya mahasiswa kembali melatih otaknya yang hampir kehilangan fungsi menjadi lebih kritis dan kreatif.

Yang menjadi kunci dari permasalahan ini adalah mahasiswa seharusnya menyadari pentingnya berpikir kreatif dan mandiri. Mereka harus menyadari bahwa meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analitis tetap penting untuk keberhasilan dalam pendidikan dan kehidupan karena kecerdasan buatan hanyalah alat, bukan pengganti kecerdasan manusia.

Jadi, sejauh mana AI telah mengambil alih peran sebagai "otak" mahasiswa? Sebenarnya, jawabannya tergantung pada bagaimana kita memanfaatkannya, AI adalah alat yang kuat, tetapi kita harus berhati-hati agar tidak terlalu tergantung padanya. Mahasiswa harus belajar untuk menggunakannya dengan bijak sambil tetap mempertahankan kemampuan berpikir kreatif. Dalam hal ini, Kita dapat menjadikan AI sebagai partner yang hebat dalam perjalanan pendidikan kita, asalkan kita tidak membiarkan dia membuat kita malas berpikir.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun