UU Cipta Kerja merupakan terobosan dalam upaya reformasi birokrasi dan reformasi hukum guna meningkatkan daya saing ekonomi serta keadilan baik bagi buruh maupun pengusaha di Indonesia.Â
UU ini sangat kental dengan aturan yang mempermudah investasi masuk ke Indonesia, contohnya saja perizinan yang sekarang semakin dipermudah. Tidak hanya bagi pengusaha atau investor besar, namun juga bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dengan masuknya investasi dan berkembangnya sektor UMKM, maka dapat dipastikan akan mampu membuka lapangan kerja baru, sehingga lapangan pekerjaan akan semakin terbuka lebar.Â
Hal ini tentu harus kita apresiasi karna dengan terciptanya lapangan kerja akan mampu menyerap tenaga kerja baru yang setiap tahunnya bertambah. Ditambah lagi, saat ini angka pengangguran semakin meningkat seiring dengan pandemi Covid-19 yang belum juga diketahui kapan akan berakhir.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga akan meningkatkan produktivitas pekerja atau buruh yang selama ini masih rendah, bahkan menjadi yang paling rendah di ASEAN. Meskipun dampak UU ini tidak bisa dirasakan secara langsung, namun dengan adanya perbaikan regulasi ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, UU Cipta Kerja bisa menjadi solusi permasalahan produktivitas pekerja yang hanya mencapai 2-3% dalam beberapa tahun terakhir.Â
Produktivitas pekerja di Indonesia termasuk terendah di ASEAN, sehingga menyebabkan investasi di Indonesia menjadi kurang menarik. UU Cipta Kerja telah membenahi ekosistem investasi dan ketenagakerjaan dengan memberikan kebijakan yang menguntungkan buruh serta pengusaha.
Dia juga menyatakan, selama ini Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) jarang melebihi 5%, sehingga butuh upaya lebih agar PMTB bisa naik menjadi 6-7% agar Indonesia dapat keluar dari negara dengan pendapatan menengah. UU Cipta Kerja akan memperkuat kontribusi produktivitas pekerja terhadap PDB yang saat ini baru 12%, dimana angka ini jauh dari negara industri lainnya yang mencapai 36%.
Beberapa pihak yang kontra dengan UU ini, ada yang menyarankan seharusnya aturan atau UU yang direvisi melalui UU Cipta Kerja harus diperbaiki satu per satu. Jika demikian kapan akan selesai, padahal untuk membahas satu UU saja bisa memakan waktu kurang lebih satu tahun, bahkan lebih.
Apabila pemerintah harus memperbaiki satu demi satu UU yang dianggap tumpang tindih, justru akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Alhasil, pemulihan ekonomi juga akan semakin berjalan lambat. Indonesia akan terus terjebak menjadi negara dengan penghasilan menengah ke bawah (middle income trap).
Saya melihat, bahwa hingga saat ini penolakan yang masih terus digaungkan disebabkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan sosialisasi secara masif baik dengan cara tatap muka maupun memanfaatkan media sosial sebagai sarana sosialisasinya.