Mohon tunggu...
Nurus Shofiyana
Nurus Shofiyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tholibatu-l-'ilmi

Energy Security

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Permasalahan Terkini Bidang Energi, Manufaktur, dan Tantangannya Beberapa Dekade Mendatang

7 Juni 2022   21:29 Diperbarui: 17 Agustus 2022   17:36 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sektor energi di dunia telah  banyak menghadapi serangkaian tantangan yang saling terkait dan semakin kompleks dari berbagai sisi; ekonomi, geopolitik, teknologi, dan lingkungan. Populasi penduduk dunia yang terus berkembang dan kebutuhan energi untuk miliaran orang di daerah pedesaan dan terutama perkotaan harus dipenuhi. Sementara itu, pasokan minyak dan gas diperkirakan akan menurun dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kendala lebih lanjut pada penggunaan sumber energi batu bara, hampir pasti akan ikut berperan karena semakin ketatnya batasan jumlah total gas rumah kaca yang terlepas ke atmosfer dan terjadi peningkatan jumlah gas rumah kaca.

Upaya penanganan perubahan iklim di Indonesia sesuai dengan arahan Presiden untuk mendorong transisi energi menuju energi bersih dan green economy. Arahan tersebut diterjemahkan ke dalam tiga target, yaitu sebanyak 23% EBT dalam energi campuran pada tahun 2025, penurunan emisi sebesar 29% pada tahun 2030, dan Net Zero Emission pada tahun 2060.

Adanya transisi energi dari fosil menjadi Energi Baru Terbarukan (EBT), dengan target energi yang dihasilkan mencapai 788 ribu MG dari sumber daya matahari, angin, hidro, panas bumi dan tenaga lainnya. Adapun letak geografis Indonesia yang dijuluki sebagai negara cincin api, Indonesia memiliki cadangan panas bumi 40% dunia, dan wilayah maritim yang luas juga dapat menghasilkan energi yang cukup besar. Dilihat dari segi potensi Indonesia memiliki sumber daya yang luar biasa.

Indonesia memiliki roadmap untuk mencapai Net Zero Emission 2060 yang ditinjau dari berbagai sisi, namun berbagai tantangan akan terus bermunculan dari berbagai aspek yang sudah di perkirakan dan tidak diperkirakan, seperti adanya wabah virus yang terjadi pada 2 tahun terakhir, dan berbagai isu permasalahan internasional juga andil memepengaruhi sektor energi seperti adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang berkemungkinan memicu perang dunia ketiga. Berbagai aspek permasalahan yang dapat di proyeksikan saat ini hingga beberapa dekade mendatang, terangkum dengan jelas dengan berbagai penyebab;

Dampak Covid-19, pandemi yang dimulai sejak 2020 seakan membuat dunia seakan terhenti sejenak, adanya pandemi sangat berdampak pada individu dan bisnis, banyak bisnis yang berakhir tutup secara permanen. Pandemi juga berdampak pada perkembangan proses transisi energi bersih yang secara paksa telah membatasi investasi kepada bisnis apapun.

Teknologi dan pertumbuhan energi terbarukan telah membuat banyak kemajuan dibeberapa negara. Namun pandemi global telah memperlambat perkembangan transisi energi ini, Badan Energi Internasional menyampaikan bahwa pangsa global pasokan listrik dari energi terbarukan telah mencapai 28% pada 2020 dari 26% pada 2019, sehingga dampak terbesar dari rencana roadmap yang sudah ada diberbagai negara secara langsung pertumbuhannya semakin melambat. Total pasokan energi yang berkurang juga menmbulkan dampak penurunan yang substansial, seperti gangguan rantai pasokan dan masalah keuangan atau perekonomian suatu negara.

Kejadian seperti pandemi ini tidak mungkin bisa di prediksi apabila suatu saat terjadi kembali pada masa yang akan datang. Maka dari itu setiap negara harus mempersiapkan segala bentuk alternatif dan penanganan untuk menghadapi berbagai dampak yang akan timbul nantinya, terkhusus bagi pelaku bisnis.

Biaya Modal dan Investasi, tantangan paling jelas dari transisi energi fosil menjadi energi terbarukan adalah biaya, biaya infrastruktur dalam pembangunan dan pemasangan pembangkit listrik dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, contohnya seperti tenaga surya dan angin. Meskipun cukup murah untuk mengoperasikan dan memelihara pembangkit listrik tenaga surya dan angin, pemasangannya menjadi semakin mahal dibandingkan pemasangan pada energi fosil.

Investasi dalam energi terbarukan harus terus meningkat, karena investasi energi bersih masih sangat kurang dari apa yang diperlukan untuk diubah menjadi masa depan yang lebih berkelanjutan. Untuk memastikan investasi berkelanjutan untuk energi berkelanjutan, pembuat kebijakan memperhatikan perputaran investasi. Terkait kebijakan fiskal seperti insentif seperti pada pajak atau perbankan yang dapat memberi suku bunga murah dan belum ada saat ini, diharapkan lambat laun akan di perhatikan.

Teknologi, pada aspek teknologi. EBT di Indonesia tidak semuanya adalah base load hanya panas bumi dan hidro yang mampu mengaliri listrik secara penuh, seperti surya dan angin masih bersifat intermiten atau tidak bisa memenuhi kebutuhan listrik selama 24 jam penuh. Dengan itu saat transisi energi mulai berjalan dibutuhkan berbagai teknologi yang mampu mengubah intermiten tersebut menjadi energi yang mampu mengaliri secara penuh kepada masyarakat.

Indonesia yang masih mendominasi batubara dalam penggunaan pembangkitan, apabila ditinjau dari roadmap Kementerian ESDM PLTU masih akan terus ada hingga pencapaian Net Zero Emission 2060, namun secara perlahan penggunaan batubara akan dikurangi. Dengan itu dibutuhkan berbagai teknologi baru untuk mendukung adanya percepatan transisi dan konservasi energi, seperti adanya co-firing, rencana phase out dan berbagai rencana lainnya.

Hingga saat ini berbagai infrastruktur dan teknologi yang ada masih didominasi oleh impor, dengan itu kemajuan teknologi dan sumber daya manusia dengan berbagai skill sangat diperlukan oleh sektor energi di Indonesia saat ini hingga beberapa dekade mendatang, bahkan masa depan Indonesia.

Permintaan Daya, apabila transisi energi ini telah meluas dan terpasang ke berbagai wilayah suatu negara, salah satu tantangan paling signifikan adalah kemampuan untuk menyediakan daya sesuai permintaan masyarakat setempat. Dalam kasus ini disebut intermiten, contohnya pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya dan Angin, masyarakat hanya mendapatkan energi di siang hari dan hanya saat cerah. Sedangkan untuk energi angin, tenaga yang dihasilkan hanya saat berangin. Ada pembangkitan listrik yang terputus-putus dalam energi terbarukan yang tidak akan menjadi masalah jika ada solusi penyimpanan energi yang tepat. Penyimpanan daya masih menjadi  topik permasalahan dalam menyediakan daya sesuai permintaan masyarakat. Hal ini menjadi argumen sangat mempengaruhi investor yang hendak berinvestasi ke energi terbarukan, dan menjadi penghalang untuk mengembangkan energi angin dan matahari secara luas.

Tantangan Lokasi dan Tranmisi, pembangkit listrik energi terbarukan memiliki jaringan yang membutuhkan lahan yang luas dan sumber dayanya bergantung pada lokasi geografis, sehingga tidak bisa dipindah-pindahkan. Energi terbarukan beroperasi pada apa yang dikenal sebagai model terdesentralisasi seperti halnya smartgrid, di Indonesia sendiri akan sangat sulit untuk menerapkannya karena letak geografis Indonesia.

Tantangan berikutnya adalah transmisi listrik yang dihasilkan. Transmisi berarti transfer listrik dari tempat ia dihasilkan ke tempat konsumen. Diperlukan adanya infrastruktur dan pengembangan teknologi yang signifikan serta akan menghabiskan banyak biaya.

Kebijakan dan Peraturan, untuk saat ini industri bahan bakar fosil didukung oleh pembesar yang memiliki pengaruh politik di neggara. Hal ini sangat mempengaruhi peluang ekspansi untuk industri energi terbarukan sendiri yang kurang memiliki dukungan. Sehingga banyak masyarakat yang masih sangat awam dan tidak mau tahu terkait adanya transisi energi.

Untuk meningkatkan minat dan investasi publik dalam energi terbarukan, perlu ada prosedur hukum dan kebijakan regulasi yang jelas dan ringkas. Memiliki peraturan yang tepat dalam menciptakan lingkungan yang stabil untuk investasi dan mengatasi masalah-masala yang muncul nantinya. Proyek energi terbarukan skala besar membutuhkan modal besar yang terhambat oleh kegagalan kebijakan yang tepat yang gagal menarik pemain swasta.

Seperti halnya yang saat ini terjadi di Indonesia, berbagai prosedur panjang membuat para investor menjadi kurang tertarik. Hingga saat ini kebijakan dan regulasi atau Undang-Undang EBT masih belum ada dan masih berada di parlemen, sehingga masih menunggu terbitnya Undang-Undang tersebut.

Untuk kebijakan dan peraturan harus secara dinamis mengikuti berbagai dampak yang nantinya timbul setelah beberapa dekade dan transisi energi telah berjalan sebagaimana roadmap yang ada. Dengan itu peran pemerintah dan pemangku kebijakan diharapkan dapat bertindak dan mengkaji suatu keadaan secara cepat, sehingga para pelaku bisnis, pemilik industri, investor dan masyarakat sendiri tidak menunggu terlalu lama dan mengharapkan berbagai prosedur yang tidak sulit.

Skills (Keahlian), semakin berkembangnya zaman dan teknologi, melihat proyeksi 25 tahun mendatang akan ada berbagai teknologi yang diciptakan. Indonesia sendiri yang sampai saat ini belum bisa mengimbangi negara-negara maju dalam hal teknologi, hal ini akan menjadi permasalahan bagi Indonesia dalam mengembangkan skills. Secara tidak langsung Indonesia masih akan terus menerus import teknologi-teknologi dari luar negeri untuk pembangunan infrastruktur berkelanjutan nantinya. Untuk itu dibutuhkan berbagai program dan upaya percepatan dalam membangun Sumber Daya Manusia yang memiliki berbagai skill, khususnya dalam pengembangan teknologi.

Direktur konservasi Energi-Ditjen EBTKE, L. N. Puspa Dewi menyampaikan sejumlah rencana penyediaan tenaga listrik, diantaranya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) akan masuk sekitar 2049 untuk menjaga keandalan sistem, di tahun 2060 mencapai 35 GW. Hal ini juga akan menimbulkan berbagai isu dan permasalahan yang datang dari berbagai kalangan dan masyarakat yang kontra dengan adanya pembangunan PLTN, dengan berbagai alasan yang membahayakan. Diharapkan pada saat itu masyarakat telah banyak berpikir secara mendalam dan melihat dari dampak positif dari kekayaan bahan baku dasar PLTN yang dimiliki Indonesia, agar dapat dimanfaatkan sebagai pendorong terwujudnya Net Zero Emission 2060.

Transisi menuju Net Zero Emission membutuhkan dukungan infrastruktur, teknologi, dan pembiayaan. Dengan perbaikan infrastruktur seperti interkoneksi jaringan, Indonesia berpeluang untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan hingga mencapai EBT 100% pada tahun 2060.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun