Mohon tunggu...
Nurun Najib
Nurun Najib Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penyuka isu-isu perkotaan, gerakan islam, kemiskinan dan human rights. Tulisan di Kompasiana ini adalah tulisan yang bersumber dari personal website dengan alamat: nurunnajib.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jakarta Bukan Kota yang Ramah

7 April 2014   05:45 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:59 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir pekan biasanya orang akan menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih. Entah itu pergi jalan-jalan, mengunjungi kerabat, ke tempat wisata, atau bahkan hanya duduk-duduk di rumah sembari berbagi cerita. Banyak yang bisa dilakukan. Salah satu tujuannya untuk menumbuhkan suasana kebersamaan. Tidak muluk-muluk jika teman-teman saya yang sudah berkeluarga sulit sekali dihubungi di waktu-waktu seperti ini. Bahkan salah satu teman melakukan hal yang menurut saya ekstrim, mematikan semua saluran telepon. Alasannya terdengar simpel, tidak ingin diganggu di hari keluarga.

Di kota seperti Jakarta ini, memang hari seorah tak pernah berhenti. Laiknya dikejar anjing. Mereka selalu disibukkan dengan rutinitas kerja. Menurutku memang tidak ada yang salah dengan situasi seperti ini. Tuntutan hidup yang tinggi harus diimbangi dengan kesibukan yang membabi buta menjadi alasannya. Sependek pengetahuan saya, akhirnya ini menjebak manusia seperti mesin. Tidak ada kata kenal lelah. Terus dan terus mengejar impian guna menutupi atau bahkan mencapai impian. Maka jangan heran kalau di hutan beton seperti Jakarta ini, banyak tempat yang menawarkan untuk menikmati akhir pekan. Celakanya di antara sekian banyak tempat yang edukatif untuk menghabiskan akhir pekan, pusat-pusat perbelanjaanlah atau lebih sering disebut mall yang menjadi jujugannya.

Akhirnya tak aneh juga jika Jakarta adalah kota yang memiliki julukan kota seribu mall. Bagaimana tidak, dengan luas kota 740,3 km2 kota ini memiliki 173 pusat perbelanjaan. Ini artinya setiap 4 km2 terdapat satu pusat perbelanjaan. Realitas ini menempatkan Jakarta tidak hanya sebagai kota yang memiliki mall terbanyak di Asia Tenggara, tetapi juga dunia. Sementara itu, berita yang dilansir Crushman and Wakefield menyebutkan bahwa sampai tahun ini saja luas total mall di Jakarta menempati lahan 4 km2 dengan Jakarta Selatan sebagai kawasan yang paling banyak memiliki mall. Lebih lanjut, pertumbuhan mall di kota yang terkenal dengan kemacetannya ini setiap tahunnya mencapai 3,9 persen.

Kepungan mall yang sebegitu tingginya ini lantas mempersempit pilihan warga kota untuk menghabiskan akhir pekan mereka. Tak aneh jika akhir pekan, mall lebih berjubel pengunjungnya daripada tempat publik lainnya. Museum dan taman kota yang seharusnya bisa menjadi alternatif ruang publik tidak begitu dilirik. Tempat-tempat seperti ini seolah menjadi destinasi akhir pekan yang aneh. Pilihan warga memang cukup beralasan, ruang-ruang publik yang lebih edukatif di Jakarta seperti musem dan taman kota relatif tidak nyaman karena kurang terawat. Untungnya, pemerintah DKI Jakarta di bawah Jokowi-Ahok segera menyadari kondisi yang tidak sehat seperti ini. Di bawah mereka, perlahan ruang-ruang publik dibenahi. Mall dibatasi perizinannya. Museum dan taman kota diperbaiki di sana-sini.

Implikasi yang langsung terasa atas sedikitnya ruang publik yang edukatif dan menjamurnya mall adalah sisi konsumerisme. Warga seakan dimanja ketika mereka menghabiskan akhir pekan di mall. Beragam impian artifisial dibangun. Mall bagi sebagian orang adalah perwujudan budaya modern dengan segala perniknya. Belum lagi jika kita membicarakan suasana prestise ketika mengunjungi mall daripada tempat lain. Maka berangkat dari realitas tersebut, pilihannya hanya ada dua, tinjau ulang keberadaan mall-mall di Jakarta atau membiarkan mereka tertimbun budaya konsumerisme yang artifisial.

Risalah ringkas ini juga bisa dibaca di: nurunnajib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun