Reformasi yang telah berlangsung sejak tahun 1998 harus diakui telah melahirkan sejumlah perubahan instrumental, meski diakui juga bahwa perubahan tersebut masih banyak kelemahannya. Banyaknya kelemahan tersebut karena reformasi tidak punya paradigma dan visi yang jelas alias hanya tambal sulam, contohnya reformasi peradilan yang terwadahi dalam empat paket undang-undang yang berkaitan dengan peradilan hanya lebih banyak memfokuskan pada peradilan satu atap (Beny K. Harman).
Gambaran di atas cukup untuk menunjukkan wajah reformasi khususnya di bidang hukum yang ada di Indonesia. Meskipun saatini, sebagian besar peraturan perundang-undangan dan aturan hukum yang berlaku, telah mendorong ke arah reformasi. Hal ini ditunjukkan dengan dibentuknya berbagai lembaga yang berperan dalam memperbaiki sistem peradilan Indonesia seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Konstitusi, dll. Masyarakat sangat mendukung dan antusias dengan lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan baru serta pembentukan lembaga-lembaga yang berperan dalam sistem peradilan di Indonesia.
Lembaga peradilan sebagai sebuah institusi yang memiliki kekuasaan yang besar untuk menentukan arah penegakan hukum di Indonesia, bersifat sentral dan menjadi panutan serta pandangan bagi masyarakat secara umum. Untuk itu, citra lembaga peradilan dan institusinya harus baik di mata masyarakat secara umum agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan institusinya mengalami perbaikan yang signifikan. Dengan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan, maka perbaikan dalam penegakan hukum di Indonesia akan relative lebih mudah.
Puncak dari tuntutan reformasi adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, yang kemudian direalisasikan dalam bentuk instrument hukum salahsatunya adalah UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan instrument lainnya yang diarahkan untuk penegakan hukum di Indonesia. Tetapi sampai saat ini beberapa instrument masih belum maksimal dalam upaya pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi tidak hanya bergantung pada instrument hukumnya saja tetapi juga pada politik yang kuat, bersih dan jujur dari semua lembaga dan cabang kekuasaan (eksekutif, legislatif, yudikatif). Karena kekuasaan adalah salahsatu lahan yang digunakan oleh para pemiliknya untuk disalahgunakan dan tindakan ini merupakan salahsatu tindak pidana korupsi. Pemberantasan korupsi hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum yang memiliki kompetensi di bidangnya, jujur dan berani mengambil resiko. Semoga kedepannya Indonesia semakin baik dalam penegakan hukum khususnya dapat membentuk aparat yang berani dan memiliki integritas yang tinggi dalam memberantas korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H