Saban bulan puasa, keluhan yang bolak-balik muncul adalah "Harga-harga pada kompak naik" "Anggaran Ramadan mepet banget" "Duit THR belum nampak hilalnya, nih." Intinya hal-hal berbau keuangan yang rentan bikin mumet. Apalagi, kalau kita masuk kategori 'sandwich generation' dan kudu pulang kampung ketika Lebaran tiba. Dah, mumetnya bertambah berkali lipat, bestie!
Yang jelas, bicara tentang Mengelola keuangan saat bulan Ramadan memang tidak sesimpel itu. Tiap orang punya kondisi berlainan. PoV (Point of View) masing-masing juga berbeda. Karyawan fresh graduate yang gaji ngepas UMR, misalnya, tentu kondisi finansialnya berbeda dengan Manager yang sudah kerja 20 tahun di Perusahaan yang sama.Â
Belum lagi bicara soal money habit. Ada orang yang begitu hati-hati banget manakala spending money, tapi ada juga tipikal yang nyah nyoh alias sangat royal dalam membelanjakan harta.
Well, kali ini saya coba bidik dari sisi general aja ya. Cara Jitu Agar Tidak Boncos Saat Ramadan, yang mudah-mudahan bisa relatable dengan semua kalangan, baik itu si anak baru ataupun yang masuk kategori "sultan ala-ala".
(1). Mindfull soal UangÂ
Mindfullness, kata yang kerap berseliweran belakangan ini di timeline. Intinya, kita kudu SADAR (atau Bahasa Jawanya "eling") ketika melakukan sesuatu hal. Apalagi yang berkaitan dengan uang. Tatkala hendak memutuskan untuk beli sesuatu, coba lakukan self talk, dengan menjawab sejumlah pertanyaan, di antaranya:
"Apa iya saya butuh barang ini?"
"Apa iya, kondisi ekonomi saya sekarang ini memang layak untuk membelanjakan uang sekian demi mendapatkan barang ini?"
"Kalau saya tidak beli barang ini, sebenarnya hidup saya berjalan baik-baik saja, atau bagaimana?"
"Saya beli barang ini, untuk KEBUTUHAN, atau hanya supaya saya bisa diterima kalangan tertentu?"
"Apa betul cashflow saya tetap aman kalau beli barang ini, atau jangan-jangan saya malah terjebak pada utang berbunga tinggi?"
Mindfull, mindfull, mindfull. Tidak semua KEINGINAN kita akan kepemilikan barang, harus terpenuhi saat itu juga. Lebih ngaco lagi, kebanyakan orang memilih untuk beli sesuatu, hanya karena ingin punya "bahan bakar pamer" di hadapan sosok tertentu. Misalnya, beli gadget seri terbaru, lantaran mau dipamerkan ke saudara-saudara di kampung halaman, yang hanya berjumpa sekali dalam setahun. Udah gitu, belinya pakai paylater, pula! Duuuh.
Ingat ingat selalu kredo berikut ini gaes, 'We buy things we don't need with money we don't have to impress people we don't like.'
(2). Pay Your God FirstÂ
Bulan Ramadan adalah momentum terbaik agar kita makin mendekat pada-Nya, dan selalu menjalankan semua perintah-Nya. Termasuk perintah untuk berzakat, infaq, sedekah, dan amal kebaikan lainnya. Untuk urusan zakat dan kawan-kawan ini, please jangan pelit! Coba ditelaah, apa saja harta benda yang Allah titipkan pada kita, kemudian datangi Lembaga zakat kredibel di daerah Anda. InsyaAllah kita bisa konsultasi seputar serba-serbi hitung zakat, sekaligus bisa tunaikan di Lembaga tersebut.
Eits, nggak ada waktu buat datang langsung? No worries, kita juga bisa panggil petugasnya untuk datang ke kantor atau ke rumah kok.
Tidak nyaman kalau kontak dengan petugas zakat? Tak perlu khawatir. Era digital yang makin mengglobal memungkinkan kita untuk konsultasi via online. Zakat, infaq, dan sebagainya juga bisa tersampaikan via transfer, QRIS dan sebagainya. Nggak ada alasan untuk tidak beramal harta, kan?
Percayalah, dengan membayarkan kewajiban zakat dsb itu, menunjukkan ketundukan kita sebagai hamba-NYA. Zakat yang tertunaikan tidak akan membuat kita jatuh melarat! Justru, harta benda kian berkah, dan siap-siap dengan rezeki berlimpah!
(3). Menambah PemasukanÂ
Bulan Ramadan memang sejatinya jadi sarana efektif agar kita berupaya menahan hawa nafsu. Menekan pengeluaran sebisa mungkin. Â Mencoret kebutuhan atau keinginan yang enggak perlu-perlu amat. Akan tetapi, kalau harga-harga melonjak riang, ya gimana cara nekan-nya?
Buat yang pernah nonton film atau baca buku Confessions of a Shopaholic, barangkali masih ingat line yang diungkapkan Rebecca Bloomwood: "Kalau enggak bisa mengurangi pengeluaran, maka tambahlah penghasilan."
Coba berpikir terbalik. Karena kebutuhan Ramadan dan Lebaran tetap ada, tapi budget menipis, kenapa kita tidak menambah pemasukan saja? Banyak peluang dagang yang membentang di bulan suci ini. Contoh: jualan kue kering. Bisa ditawarkan dengan system open PO (Purchase Order)Â ke teman-teman di kantor. Nggak bisa baking? No problem, kita bisa jadi reseller, kan. Pastikan kita bekerjasama dengan produsen kue berkualitas dan bisa dipercaya.
Lah, tapi yang jualan udah banyaaakk, mbaaa. Kuatir nggak lakuuu.
Tenaaangg, Namanya rezeki itu sudah tertakar, tidak akan tertukar. Kalau emang rezekinya lewat dagangan kita, ya pasti nyampe dong. Lagipula, kita jualannya pakai sistem PO aja. Lebih aman, nggak perlu nyetok barang karena khawatir bakal kadaluarsa.
Alternatif bisnis lainnya juga banyak. Jual sarung, mukena, kopiah? Jual takjil? Terima orderan paket buka puasa untuk dikirim ke Masjid atau ke Panti Asuhan, misalnya? Tinggal atur saja teknisnya bagaimana. Juga harus disiplin untuk pencatatan keuangan bisnis saat Ramadan ini. Jangan dicampur dengan keuangan pribadi.
(4). Berani Bilang "Tidak!" untuk Ajakan Bukber dan sebagainya yang Rentan Bikin Kacau Cashflow KeluargaÂ
Yap, undangan Bukber merajalela hampir di semua grup, alumni sekolah, alumni kuliah, alumni kantor lama, grup komunitas, dan sebagainya. Ingat-ingat selalu, Bukber itu bukan ibadah yang wajib kita lakoni di bulan suci ini. Hitung secara rigid, berapa pengeluaran andai kita memutuskan ikut bukber. Worth it, atau tidak?Â
Di momen Ramadan ini, hayuklah kita berupaya bertransformasi jadi orang yang bisa bilang "Tidak" tanpa harus digelayuti rasa bersalah. We cant's please everybody!Â
Selamat beribadah Ramadan, dan Say No Boncos Boncos di bulan suci ini!(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H