Heihei, mana nih orang tua (ortu) yang punya anak (beranjak) remaja? Sini, sini Buibu... kita virtual hugging dulu yuk. Karena aku juga nyadar, bahwa punya anak remaja ataupun pre-teen tuh sungguh menguras emosi jiwa. Yap, being a parent is not easy. Tahu sendiri dong, bahwa setiap tahapan usia anak punya tantangannya masing-masing. Ada sejumlah hal yang kudu kita pahami, dan jadikan acuan manakala jadi ortu si remaja. Yuk, Simak, apa aja ya?
1. Berkonflik dengan Anak adalah Hal yang Wajar
WAJAR BANGET, bahkan. Karena konflik tuh enggak selamanya buruk. Dan sangat wajar apabila ortu terlibat konflik dengan anak remajanya sendiri. Kok bisa? Ya iyalah, anak remaja kita mulai belajar apa artinya independent, mereka mulai meminta kebebasan lebih besar, dan dalam prosesnya, sangat normal untuk terjadi konflik antara si anak dan orang tua.Â
Selain itu, biasanya kemampuan remaja untuk bernegosiasi juga meningkat. Asupan informasi sudah mereka dapatkan dalam jumlah lebih dari cukup... dan ini jelas menjadi amunisi untuk "menyerang" opini ortunya. Tenang saja, parents... Selama konflik masih dalam batas normal, tidak melibatkan kekerasan fisik dan mental, insyaAllah semua akan baik-baik saja.
2. Luangkan Waktu dan Energi untuk Mendengarkan dan Ngobrol dengan Anak Remaja
Ingat ya, luangkan waktu untuk mendengarkan! Jangan buru-buru menghakimi atau mengkritisi anak remaja kita. Paham sih, sebagai ortu kadang kita tuh gateelll rasanya pengin ngetawain, ngejulidin, nyinyirin apaaaa aja yang disampaikan si remaja.Â
Tapiii, kalo saban ngobrol ujung-ujungnya dinyinyirin mulu, jangan-jangan nantinya anak kita kapok loh ngobrol dengan ortunya. Apa iya itu yang ortu inginkan dari remaja kita? So, please, tahan dulu yhaaa, mulut kita yang gatal ingin komen-komen nyinyir. Remaja kita butuh didengar. Butuh ngobrol dengan ortunya.
3. Belajar Memberikan Respek Sudut Pandang RemajaÂ
Jangan berharap si anak remaja akan selalu setuju dengan apa yang kita katakan. Usia remaja memang waktunya mereka untuk belajar beropini, berdebat dan mengetes orang lain (termasuk orang tuanya). Ini saatnya kita sebagai orang tua belajar untuk agree to disagree. Ketika kita bisa menunjukkan respek terhadap sudut pandang mereka, mereka pun akan melakukan hal yang sama.