"Waduh, ini kok bocor bangettt, kayaknya ada sesuatu yang menimpa pipa talang air!" saya berteriak setengah panik. Air mengucur deras di pojokan kamar. Ini hal yang nggak biasa. Memang terkadang hujan deras bikin air menggenang di depan rumah; lah ini ngucur deres banget dari arah atap pojok kamar, euy!
Ibu mertua (saya biasa panggil "Uti") menatap nanar. Sejurus kemudian, ia mengontak Marshan, tukang langganan kami. "Dek Marshan, besok bisa ngecek atap kamar cucu saya? Ini kok deres sekali airnya."
"Sepertinya sumber air dari pipa talang air ya, Uti?"
"Mungkin iya. Besok biar dicek sama Marshan."
*
Dan.... Ternyata, benar dugaan kami. Pipa talang air kami ketiban keramik tiga biji! Punya siapa? Punya tetangga sebelah! Ini bukan kali pertama, karena dua bulan sebelumnya, pot milik tetangga sebelah juga menimpa pipa paralon depan rumah kami. Hufft!!
"Laahh, uti waktu itu nggak ngasih tau ke Pak Enakeco?"
"Nggak... nggak enak, nanti malah serba sungkan."
"Kalo nggak di-complaint, gimana dia tahu Ti? Jangan-jangan selama ini dia ngerasa baik-baik aja, padahal banyak kejadian nggak mengenakkan yang bersumber dari rumahnya?"
Uti memang bertahun-tahun bertetangga dengan (sebut saja) Pak Enakeco. Adaaaa aja dah, perilaku keluarga bapak satu ini yang bikin stok kesabaran kami kudu selalu di-top up. Misalnya, PARKIR di depan rumah kami. Tau sih... mobilnya banyak (dan kayaknya Pak Enakeco juga bisnis jual beli mobil bekas, jadi yah, begitulaaahhh). Akan tetapi, kalau parkir dalam durasi lama di depan rumah orang tuh gimana yhaaaa. Apalagi pernah suatu ketika, suami saya mau ngeluarin mobil, dan nggak bisa, karena terhalang mobil dese!