Mohon tunggu...
Nurul Qoyimah
Nurul Qoyimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Salam Literasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Bullying atau Penindasan di Lingkungan Masyarakat dan Sekolah, Cara Mengatasinya!

12 Juni 2024   13:16 Diperbarui: 12 Juni 2024   15:40 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara kepulauan dengan banyak suku, budaya, dan agama yang berbeda. Melalui perbedaan-perbedaan ini, Indonesia harus mengembangkan sikap toleransi dan mampu menghargai perbedaan. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia sudah terbiasa menghargai perbedaan dengan orang lain, baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga mereka dapat bersimpati dengan ramah, sopan, dan santun. Sikap-sikap ini meningkatkan rasa solidaritas masyarakat Indonesia. Namun, karena sikap ramah  tersebut menyebabkan pertengkaran antar sesama, orang Indonesia mungkin saja melakukan hal-hal yang bertentangan dengan sikap tersebut, seperti melakukan penindasan atau penindasan. Kasus penindasan atau bullying sangat umum di Indonesia, terutama di lingkungan pendidikan. Hal ini akan terus terjadi selama rantai tidak segera terputus, yang berarti orang yang pernah mengalaminya akan dibebaskan .

Bullying atau disebut dengan sebagai penindasan merupakan peristiwa yang sering di jumpai pada lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Kini bullying sudah sangat merajalela atau bahkan sudah menjadi hal yang biasa. Bullying ini ketika seseorang menindas orang lain dengan secara fisik maupun mental seenaknya tanpa memikirkan perasaan yang ia bullying. Dari bullying ini akan ada dampak bagi pembully maupun yang dibully. Penindasan berulang terhadap orang yang kurang berdaya oleh orang yang memiliki kekuasaan. Anak laki-laki ini lebih sering melakukan intimidasi dibandingkan anak perempuan, tetapi anak laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi korban intimidasi. Sekitar sebagian anak sekolah adalah pelaku intimidasi dan lebih dari separuhnya menjadi korban. Pelaku intimidasi biasanya agresif, tangguh, kuat, percaya diri, dan impulsif, dan korbannya biasanya orang yang tidak populer, kesepian, ditolak, cemas, depresi, tidak mau membalas, dan kurang percaya diri. Penindasan terjadi terutama di tempat dan waktu ketika orang dewasa tidak ada. Antara kejahatan kekerasan dan terjadi beberapa kesinambungan dari waktu ke waktu .


Menurut hasil riset dari tahun 2011 hingga 2019, terdapat 37.381 pengaduan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan 2.473 pengaduan tersebut melaporkan bullying atau penindasan . Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan bahwa jumlah pengaduan terus meningkat. Oleh karena itu, perlu adanya pencegahan serta penanganan yang serius mengenai hal tersebut.


Dalam perundang-undangan Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak), kekerasan adalah "setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atauperampasan kemerdekaan secara melawan hukum."


Dampak negatif yang pasti akan dialami oleh korban bullying , antara lain:
1. Gangguan mental, mulai dari sensitif, rasa marah yang meluap-luap, depresi, rendah diri, cemas, kualitas tidur yang buruk, keinginan untuk menyakiti diri sendiri, hingga bunuh diri.
2. Menggunakan obat-obatan yang dilarang.
3. Tidak ingin pergi ke sekolah.
4. Prestasi belajar yang buruk.
5. Menjauh dari lingkungan sosial sehingga tidak bisa berinteraksi dengan orang lain.
6. Selain itu, menjadi perundung atau korban mengungkapkan atau melakukan balas dendam.


Cara mencegah bullying antara lain;
1.Tunjukan Prestasi
Orang yang melakukan intimidasi biasanya bertindak karena iri atau iri. Kebanyakan korban bullying tentu mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh pelaku bullying. Korban bullying seharusnya ragu untuk memamerkan prestasinya, baik di sekolah maupun di lingkungan kerja. Seiring berjalannya waktu, pelaku intimidasi menarik diri dari dirinya sendiri karena merasa korbannya tidak terkalahkan.
2.Menciptakan rasa aman satu sama lain
Setiap masyarakat pasti mempunyai gagasan untuk menciptakan lingkungan di mana kebaikan dan rasa hormat adalah norma. Sehingga setiap orang di lingkungannya merasa aman, diakui dan dihargai.
3.Tumbuhkan rasa percaya diri
Pelaku intimidasi menjadi semakin gelisah ketika dia mengetahui bahwa kondisi korbannya semakin buruk. Untuk mencegah dan memperingatkan para pelaku intimidasi, bangunlah rasa percaya diri Anda agar tidak terlihat minder atau takut terhadap si pelaku intimidasi. Percayalah, para penindas terlalu malas untuk menindas orang yang berani dan percaya diri.
4.Tidak terpancing untuk melawan
Emosi terkadang membuat kita bertindak saat merasa tertekan. Akhirnya, banyak korban penindasan yang melawan. Menolak tidak apa-apa, tetapi Anda juga perlu mempertimbangkan bahwa pelaku akan mengejek Anda lebih agresif jika Anda melawan. Mencegah perundungan bisa dimulai dengan tetap tenang dan sabar tanpa perlawanan.
5.Melaporkan kepada pihak yang berwajib
Bullying merupakan permasalahan yang cukup serius, apalagi jika pelakunya dibiarkan tanpa sanksi yang serius. Jika Anda atau orang yang Anda sayangi menjadi korban perundungan, inilah saatnya angkat bicara dengan melaporkan perundungan tersebut kepada pihak berwajib. Biarkan pihak berwenang menyelesaikan masalah ini untuk menghentikan penindasan.


Dalam Al-Quran Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 11).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun