Mohon tunggu...
Nurul Qomariah
Nurul Qomariah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mojang Bogor

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Cabut Gigi di Puskesmas Rp 300.000

25 Juni 2014   18:05 Diperbarui: 4 April 2017   18:29 29484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14036910481576417268

[caption id="attachment_344788" align="aligncenter" width="647" caption="-Ilustrasi, Cabut gigi (Shutterstock)"][/caption]

Salam Sejahtera pembaca sekalian.

Nama saya Nurul (21), di sini saya ingin membagi kekecewaan saya saat berobat ke puskemas. Puskesmas pada dasarnya adalah lembaga pengobatan yang di subsidi pemerintah, tapi mengapa para oknum di dalamnya malah menetapkan harga selangit?

Pada tanggal 24 Juni 2014, saya pergi ke puskesmas pembantu Gang Ayu, kecamatan Ciawi, kabupaten Bogor untuk cabut gigi. Sebelumnya saya ingin cabut gigi ke RSUD Ciawi, namun saya telat untuk daftar poliklinik, akhirnya saya memilih puskesmas sebagai alternatif. Sesampainya di tempat, saya dikenakan biaya sebesar Rp 5.000 untuk pendaftaran. Setelah menunggu hampir satu jam (saat itu sangat antri), akhirnya saya masuk ke ruang praktek. Ahli gigi itu langsung memeriksa gigi yang ingin saya cabut, dan menyatakan bahwa terdapat polip di tempat gigi saya yg berlubang (saya tidak paham polip itu apa, yang jelas si ahli gigi menyebutkan akan dilakukan operasi kecil untuk membuang polip, sementara yang saya rasakan hanya proses pencabutan gigi biasa, gigi saya hanya digoyang-goyang sampai lepas). Si ahli gigi menyebutkan biaya untuk cabut gigi sebesar Rp. 350.000. Saya yang kurang paham biaya tarif puskesmas pun langsung mengiyakan saja.

Setelah dicabut, saya kongkalikong sedikit dengan ahli gigi agar mengurangi biayanya. Akhirnya, saya membayar Rp. 300.000 (dibayar langsung ke dokter, tanpa kuitansi) dan tidak mau memperpanjang urusan. Namun, setelah saya cek lagi perda Kabupaten Bogor (tarif puskesmas harus sesuai dengan perda), saya mendapati bahwa sebenarnya tarif pencabutan gigi sesuai perda hanya sebesar Rp 15.000 untuk pencabutan gigi tetap dan Rp 30.000 untuk pencabutan gigi tetap dengan komplikasi. Jujur saya kaget setelah membaca perda ini. (Source)

Setelah membayar, saya diberi resep obat, dan si ahli gigi ini menyuruh saya agar menebus resep tersebut di apotek luar puskesmas dengan dalil persediaan obat habis.Saya langsung pergi ke apotek Kim** Far** karena saya ingin cepat mendapatkan obat anti nyeri agar gigi yang sudah dicabut ini tidak sakit saat efek biusnya habis. Dan ternyata, saya malah diresepkan obat antibiotik dan anti nyeri branded, bukan generik. Sebetulnya agak kaget juga ketika saya disuruh tebus obat sendiri ke apotek di luar puskesmas, mengingat antibiotik dan anti nyeri adalah obat dasar di mana setiap instansi kesehatan seharusnya memiliki stok khusus atas kedua obat obat ini.

Sebagai informasi tambahan, sambil menunggu biusan, saya sedikit berbincang dengan si ahli gigi ini tentang tarif perawatan lainnya. Pembersihan karang gigi dipatok dengan harga Rp 150.000 (padahal sesuai perda hanya sebesar Rp 30.000). Pemasangan Jacket crown porselain dipatok dengan harga Rp 1.500.000 (sesuai perda hanya sebesar Rp. 350.000). Penambalan gigi permanen dengan bahan subsidi puskesmas dihargai Rp. 30.000 (padahal sesuai perda hanya sebesar Rp. 12.500 – 15.000). Sedangkan penambalan gigi permanen dengan bahan nonsubsidi yang katanya bahan nonsubsidi ini lebih bagus dipatok dengan harga Rp 100.000.

Ini adalah realita yang terjadi di dunia kesehatan dewasa ini. Para pemimpin mungkin sangat bijak dalam menetapkan tarif pengobatan yang sesuai dengan keadaan ekonomi masyarakat kebanyakan. Namun ternyata, pemimpin yang bijak tidak cukup untuk menyejahterakan rakyat. Para oknum lapangan yang sudah digaji pemerintah justru memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat atas tarif puskesmas yang telah ditetapkan perda dengan me-mark up harga. Sejujurnya, saya tidak masalah jika kenaikan tarif diberlakukan untuk insentif para tenaga medis puskesmas selama masih dalam nilai yang wajar. Jika tarif yang ditetapkan hanya sebesar Rp 30.000, sementara saya harus membayar 10 kali lipat, bukankah itu keterlaluan?

Saya tidak paham mengapa puskesmas yang ditujukan untuk semua masyarakat terutama yang kurang mampu malah menetapkan harga setinggi langit. Saya mohon agar dinas terkait yang membaca keluh kesah saya ini bisa segera melakukan sidak ke puskesmas yang bersangkutan. Bukankah obat puskesmas sudah disubsidi? Bukankah tenaga medis yang bekerja di puskesmas sudah digaji pemerintah? Lantas mengapa mereka menetapkan harga setinggi ini. Jujur saya sangat kecewa dengan puskesmas. Saya bisa jamin bahwa ini ada terakhir kalinya saya berobat ke puskesmaspembantu Gang Ayu, kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

Terima kasih

Raden Siti Nurul Qomariah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun