Pajak Pertambahan Nilai atau yang disebut sebagai PPN merupakan pajak yang dikenakan secara tidak langsung pada setiap kegiatan transaksi barang dan jasa. PPN merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi negara, sumber PPN adalah dari konsumen akhir meskipun pengusaha atau badan usaha yang berstatus sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) bertanggung jawab untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pada pemerintah. PPN mencerminkan adanya pertambahan nilai yang ada pada proses produksi dan distribusi barang dan jasa.Â
Pemerintah memiliki rencana menaikkan PPN dari 11% menjadi 12%, hal ini berlaku mulai dari 1 Januari 2025 mendatang, ini merupakan bagian dari pengupayaan agar meningkatnya pendapatan negara. Dari pandangan pemerintah, dengan naiknya tarif PPN akan mengoptimalkan penerimaan negara, sehingga mendukung pemulihan ekonomi pasca pembangunan.Â
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Bapak Agung Pamuji yang bekerja sebagai ASN Kementeriani Perhubungan, Pak Agung memahami sebagian besar layanan PPN dikenakan pajak oleh pemerintah dan hal ini sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah, tarif PPN yang saat ini berlaku juga sudah cukup sesuai menurut pak Agung karena kembali pada fungsi Pajak Pertambahan Nilai yaitu untuk pembangunan.Â
Pada wawancara Bapak Agung Pamuji cukup merasa bahwa adanya PPN harga barang dan jasa lebih mahal, tetapi hal ini wajar bagi pak Agung sendiri dikarenakan PPN adalah sumber pendapatan negara dan untuk kebaikan masyarakat juga. Adapun salah satu manfaat PPN bagi masyarakat selain pertambahan nilai adalah stabilitas ekonomi, dengan pendapatan pajak yang tinggi pemerintah dapat berupaya lebih baik dalam mengelola anggaran dan perencanaan pembangunan jangka panjang.Â
Menurut Bapak Agung Pamuji, transparansi terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebenarnya sudah cukup baik. Hal ini dapat terlihat dari adanya informasi tentang PPN yang tercantum di struk belanja. Namun, beliau menilai masih ada ruang untuk perbaikan, seperti perlunya sosialisasi lebih lanjut dari pihak pemerintah. Beliau menyarankan agar komponen PPN sebesar 10% yang tercantum tersebut dapat dijelaskan lebih rinci mengenai alokasi penggunaannya. Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui dengan jelas untuk apa uang yang mereka bayarkan digunakan.
Terkait dengan kemungkinan kenaikan tarif PPN, Bapak Agung Pamuji berpendapat bahwa perubahan ini akan mendorong konsumen melakukan penyesuaian. Mereka kemungkinan besar akan mencari alternatif produk yang lebih murah agar tetap dapat memenuhi kebutuhan tanpa mengorbankan anggaran secara signifikan. Meski demikian, beliau menyadari bahwa bagaimanapun, PPN tetap harus dibayar, dan penyesuaian hanya dilakukan untuk menemukan produk yang lebih terjangkau.
Dalam hal pengecualian barang atau jasa tertentu dari PPN, Bapak Agung Pamuji memberikan pandangannya bahwa kebijakan ini cukup adil. Menurutnya, kebijakan ini membantu masyarakat yang membutuhkan barang atau jasa dasar tanpa harus terbebani oleh PPN. Dengan pengecualian tersebut, masyarakat yang kurang mampu dapat lebih mudah mencukupi kebutuhan mendasar mereka.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, Bapak Agung Pamuji mengungkapkan beberapa pandangannya terkait Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam hal kesulitan memahami informasi PPN saat berbelanja atau menggunakan jasa, responden menyatakan bahwa meskipun ia pernah menghadapi kesulitan, hal itu tidak sering terjadi. Ia mengakui bahwa informasi pada struk atau penjelasan di kantor pajak kadang kurang jelas, terutama jika PPN tidak dirinci secara spesifik, seperti 10% yang digunakan untuk apa saja.
Terkait dengan sosialisasi pemerintah mengenai PPN, responden menilai bahwa sosialisasi yang ada saat ini sudah ada, tetapi masih perlu ditingkatkan. Ia menganggap sosialisasi perlu lebih sering dilakukan dan diperluas, termasuk di media sosial. Menurutnya, media sosial bisa menjadi platform yang efektif untuk menyebarkan informasi mengenai PPN, terutama untuk menjangkau lebih banyak orang.
Jika Pak Agung berperan sebagai seorang pengusaha, ia menyatakan bahwa kewajiban PPN harus dikelola dengan baik dan dicatat secara teratur. Pencatatan yang tepat akan memastikan bahwa pembayaran PPN dilakukan tepat waktu. Namun, ia juga menyebutkan bahwa kendala yang mungkin dihadapi adalah pemahaman yang bervariasi dari wajib pajak, yang kadang-kadang dapat berubah. Sosialisasi yang lebih baik adalah kunci untuk mengatasi hal ini.
Dalam hal penggunaan dana hasil PPN oleh pemerintah, Pak Agung menganggap penggunaan dana tersebut sudah cukup berhasil, khususnya dalam pembangunan infrastruktur, layanan pendidikan, dan layanan kesehatan. Namun, ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana tersebut. Sosialisasi mengenai penggunaan dana PPN juga perlu diperkuat, sehingga masyarakat dapat memahami dengan jelas bagaimana dana tersebut digunakan, meskipun efek nyata seperti pembangunan jalan tol dan peningkatan layanan kesehatan sudah dapat dirasakan.