Mohon tunggu...
Nurul Puspaningsih
Nurul Puspaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dukungan Emosional pada Anak Remaja

18 Desember 2023   10:20 Diperbarui: 18 Desember 2023   10:24 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Misi dukungan keluarga adalah memberikan nasihat atau bimbingan  dan dorongan kepada generasi muda agar mereka dapat memaksimalkan potensinya dan mencapai  yang terbaik. Dinyatakan bahwa dukungan keluarga adalah pemberian yang diberikan oleh keluarga untuk perlindungan anggota keluarga,  disertai dengan dukungan emosional dan materil, terutama dalam bentuk nasehat, motivasi dan dukungan dukungan keluarga yang nyata. Keluarga merupakan bagian pendukung atau selalu siap membantu anggota keluarga apabila diperlukan.

Permasalahan  yang dialami anak remaja saat ini banyak sekali meliputi perilaku remaja yang tidak jujur bahkan usaha untuk menyakiti diri sendiri seperti stres, depresi, bahkan bunuh diri. Hal ini biasanya terjadi karena kurangnya pemahaman anak remaja tentang keterampilan hidup sehat, risiko seks, dan kemampuan menolak hubungan yang tidak diinginkan merupakan faktor yang mendorong terjadinya seks pranikah.

Banyak sekali anak remaja yang mengalami depresi salah satunya yaitu gangguan mood hal ini biasanya ditandai dengan gejala seperti cepat sekali merasa lelah, kehilangan minat untuk melakukan kegiatan, konsentrasi buruk, tidak percaya diri, perasaan bersalah atau tidak berharga, pandangan masa depan yang suram, pikiran untuk mengakhiri hidup, gangguan tidur, dan penurunan nafsu makan yang berlangsung setidaknya selama 2 minggu.

Komunikasi privasi anak remaja kepada orang tua yang sangat jarang dilakukan, mengapa ? Padahal komunikasi dalam keluarga itu sangat lah penting dan berpengaruh dalam mental seorang anak. Banyak anak yang tidak berani mengungkapkan semua isi hatinya dan lebih memilih untuk memendam semua masalah yang di hadapi.

Anak remaja yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter akan cenderung tidak percaya diri, pemurung, dan mudah tersinggung. Sehingga anak merasa tidak memiliki kebebasan berpendapat, memiliki rasa takut yang tinggi, selalu merasa cemas, dan juga menjadi pendiam atau sulit untuk berkomunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya.

Faktor yang mempengaruhi seorang anak menjadi pendiam di dalam keluarga biasanya terjadi karena orang tua tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pendapatnya. Orang tua seperti ini biasanya memberikan jarak dan memperlakukan anak dengan dingin sehingga menyebabkan tingkat kecemasan tinggi, kemampuan dalam komunikasi yang buruk dan kesulitan bagi orang tua untuk menunjukkan perasaan mereka.

Umumnya anak remaja juga sangat sulit untuk menceritakan masalahnya kepada teman sebayanya karena mereka merasa cemas serta takut kalau jika bercerita akan menambah masalah dan juga beban untuk temannya.

Maka sangat penting bagi anak remaja membutuhkan sebuah teman yang cocok untuk berbagi cerita. Karena meskipun dengan teman sebaya laki-laki maupun perempuan jika merasa nyaman dan cocok, maka akan sangat mudah untuk membagikan cerita mereka. Yang terpenting bagi anak remaja adalah mereka memiliki kepercayaan dan bisa merasa nyaman saat berbagi cerita dengan orang yang dirasakannya.

Kurangnya komunikasi ini juga dapat membuat anak kurang jujur kepada orang tua. Sehingga anak merasa membutuhkan orang yang ingin sekali dia mengungkapkan semua masalah dan beban dalam hidupnya dengan cara berpacaran. Padahal yang dilakukan anak tersebut adalah tidak baik dan dapat menjerumus kepada hal negatif.

Kebodohan ini yang membuat anak remaja menganggap pacaran sebagai standar kebahagiaan, padahal pacaran dapat membuat anak remaja menjadi lebih stres. Paparan  liputan media  massa  tentang peristiwa  krisis  dan  informasi  yang  tidak terverifikasi  yang  beredar  di  media sosial dapat memperburuk tekanan mental (Imran et al., 2020)

Dalam kasus ini banyak sekali anak remaja perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Hal tersebut biasanya karena faktor ancaman yang membuat anak tidak berdaya saat melawan. Kemudian akan mengakibatkan anak menjadi trauma sehingga takut untuk bercerita kepada keluarga ataupun orang terdekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun