Mohon tunggu...
nurul pujiastuti
nurul pujiastuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Ikuti kata hati bukan ikuti kata orang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata Islam di Indonesia

15 Maret 2023   09:26 Diperbarui: 15 Maret 2023   09:44 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Pengertian dan ruang lingkup hukum perdata Islam adalah standar hukum yang pertama Munakahat (UU Perkawinan mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan dan perceraian serta akibat hukumnya), kedua Wirasa atau Faraid (UU Waris mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan ahli waris ). , waris, waris, waris dan pembagian waris). Ruang lingkup hukum perdata Islam:

Munakahat, yaitu pewarisan, perkawinan, pengaturan hak-hak yang berkaitan dengan materi dan barang-barang, penjualan, pembelian, sewa, pinjaman, pinjaman, asosiasi atau kerjasama aturan untuk pengalihan hak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bisnis.

B. Keberadaan hukum perdata Islam merupakan rumusan yang disiapkan oleh BPUPKI. Menurut Pasal 29 (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Republik Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti bahwa di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau terjadi hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam. norma agama lainnya. Negara Republik Indonesia berkewajiban memberikan kemudahan bagi rakyat Indonesia untuk mengikuti hukum agama ketika membutuhkan bantuan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

C. Hukum perdata Islam dan kekuatan hukumnya di Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang, (1945) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan UU Perkawinan 1974 dan UU Peradilan Agama 1989. Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya produk-produk pemikiran hukum Islam , sangat perlu untuk diketahui. :

(1). Syariah, (2). Fiqh Hukum Islam, (3). Lemak ulama atau hakim (4). Putusan pengadilan, (5). Legislasi.
Memahami hukum perkawinan dan asas-asasnya, perkawinan adalah persatuan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Asas-asas Hukum Perkawinan bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits, yang kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Ikhtisar Islam Tahun 1991, yaitu:
(1). Prinsipnya adalah keluarga bahagia dan kekal. (2). Prinsip sahnya perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan para pihak dan harus disahkan oleh pejabat yang berwenang. (3). Asas monogami terbuka Jika suami tidak dapat hidup sesuai dengan hak istrinya, maka hanya satu istri yang menjadi miliknya. (4). Prinsip calon suami dan calon istri dewasa secara jasmani dan rohani (5). Prinsipnya mempersulit perceraian. (6). Prinsip keseimbangan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. (7). prinsip pernikahan.
B. Petunjuk:
Pengertian, Syarat, Hambatan dan Akibat Hukum
(1). Pengertian pacaran adalah usaha seorang laki-laki atau perempuan untuk menjalin hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan cara yang baik. Dalam Pasal 11, pacaran juga bisa terbuka dan sarkastik. (2). Kondisi Kencan dan Hambatan Kencan:
(A). Pengantin wanita bukanlah istri siapa-siapa. (B). Wanita yang bertunangan tidak bertunangan dengan pria lain. (C). Wanita yang bertunangan tidak melalui masa Roj'I Iddah. (D). Wanita yang meninggal dalam masa iddah hanya bisa dirayu dalam bentuk sindiran. (e). seorang wanita yang menjalani masa Iddah Ba'in Sugra bersama mantan suaminya. (F). Seorang wanita yang sedang mengalami masa Bain Kubra Iddah dapat ditunangkan oleh mantan suaminya setelah menikah dengan pria lain dan kemudian bercerai. (2). Kendala Pertemuan:
(A). Istri yang diceraikan dari suaminya yang masih dalam Iddah Roj'iyah adalah haram dan dilarang pertunangannya. (B). Dilarang melamar wanita yang berpacaran dengan pria lain. (C). lamaran pria gagal karena dugaan perpisahan atau lamaran pernikahan rahasia telah meninggalkan atau menelantarkan wanita yang dinikahinya.
C. Syarat-syarat perkawinan adalah: (1). telah tunangan. (2). Inspektur bangunan. (3). 2 saksi. (4). Anggapan.
 Mahar adalah pemberian dari mempelai pria kepada mempelai wanita, baik berupa barang, uang, maupun jasa, yang tidak melanggar syariat Islam (Surat KHI Ayat 1). Pemberian ini merupakan salah satu syarat sahnya perkawinan. Dan hukum mengikat si pemberi.

Akta Nikah dan Akta Nikah (1). Pendaftaran Pernikahan:
Al-Qur'an dan Hadits tidak mengatur secara rinci tentang pencatatan perkawinan. Namun diatur dengan UU No. 1 Tahun 1974 atau dengan Komplikasi Hukum Islam (KHI). Pencatatan perkawinan bertujuan untuk menciptakan perjodohan dalam masyarakat, baik perkawinan yang berdasarkan hukum Islam maupun perkawinan yang dilakukan oleh orang yang tidak berdasarkan hukum Islam. Pencatatan perkawinan merupakan upaya untuk menjaga kesucian aspek hukum perkawinan (mitsaqan galidzan). (2). Akta Nikah, 10 langkah pengisian Akta Nikah adalah sebagai berikut :
(A). Nama pasangan, tanggal lahir, tempat lahir, agama/agama, pekerjaan dan tempat tinggal. Jika salah satu atau keduanya menikah, disebutkan juga nama istri atau suami sebelumnya. (B). Nama, agama/agama dan tempat tinggal orang tua. (C). Izin menikah sesuai dengan Pasal 6 Ayat 2, 3, 5 UU Perkawinan. (D). Perceraian menurut 7 Abs. 2 EheG. (e). Izin Pengadilan berdasarkan Bagian 4 UU Perkawinan. (F). Persetujuan menurut 6 Abs. 1 EheG. (G). Lisensi resmi yang dikeluarkan oleh Menteri Pertahanan/Pangab kepada Angkatan Bersenjata. (B). Perjanjian pranikah, jika berlaku (I). Nama Saksi, Umur, Agama/Agama, Pekerjaan dan Tempat Tinggal dan Pejabat Muslim. (J). Nama, umur, agama/keagamaan, pekerjaan dan tempat tinggal pemberi kuasa jika perkawinan dilakukan oleh pemberi kuasa. Perjanjian pranikah merupakan bukti yang menentukan terwujudnya perkawinan dan karena itu dapat menjadi "jaminan hukum" jika suami atau istri mengambil tindakan yang berbeda.
Ada dua jenis larangan pernikahan:
(1). Larangan selamanya, (2). larangan menikah untuk jangka waktu tertentu,
Pencegahan dan pembubaran perkawinan, (1). Pencegahan perkawinan berarti penghindaran perkawinan menurut hukum Islam. Pencegahan perkawinan dapat dilakukan dengan cara calon suami/istri menikah menurut hukum Islam menurut Pasal 13 UU UU. 1 1974, yaitu. Perkawinan dapat dicegah jika ada pihak yang tidak memenuhi syarat untuk menikah. Pencegahan pernikahan dilakukan jika 2 syarat tidak terpenuhi:
(A). Persyaratan substantif adalah persyaratan yang berkaitan dengan pencatatan nikah, akta nikah dan larangan nikah sebagaimana diuraikan di atas. (B). Persyaratan administrasi adalah persyaratan pernikahan yang terkait dengan setiap rukun pernikahan. (2). Pembatalan perkawinan mengacu pada berakhirnya hubungan antara suami dan istri setelah menikah. Pasal 22 UU Perkawinan menegaskan bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan.
Kontrak pernikahan dan kontrak penegakan pernikahan diatur oleh UU No. 29 . 1/1974 sebagai berikut:
(1). Pada saat perkawinan/sebelum perkawinan, para pihak dapat saling membuat perjanjian tertulis, yang disahkan oleh penanggung jawab pencatatan perkawinan, yang isinya juga berlaku bagi pihak ketiga, sepanjang pihak ketiga. (2). Suatu perjanjian tidak dapat disahkan jika melanggar batas-batas hukum, agama atau kesusilaan. (3). Akad tersebut berlaku sejak tanggal perkawinan. (4). Selama perkawinan itu sah, perjanjian itu tidak dapat diubah kecuali kedua belah pihak telah menyetujui suatu perubahan dan perubahan itu tidak merugikan pihak ketiga.
Perkawinan wanita hamil adalah wanita yang hamil sebelum inisiasi dan kemudian menikah dengan pria yang menghamilinya. Pasal 53 KHI mengatur perkawinan sebagai berikut:
(1). seorang wanita hamil di luar nikah dapat menikah dengan pria yang menghamilinya. (2). Perkawinan dapat diputus dengan wanita hamil sesuai dengan ayat 1 tanpa menunggu kelahiran anaknya. (3). Jika seorang wanita menikah dalam keadaan hamil, dia tidak boleh menikah lagi setelah melahirkan.
Penyebab, Syarat dan Tata Cara Poligami
1, Alasan Poligami Alasan Pengadilan Agama memberikan izin poligami diatur dalam Pasal 4 (2) UU Perkawinan sebagai berikut:
Pengadilan agama memberikan izin kepada suami yang beristri lebih dari seorang apabila:
(A). Istri tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri. (B). wanita tersebut menerima luka/penyakit yang tidak dapat disembuhkan. (C). istri tidak bisa melahirkan anak. 2, Syarat Poligami, dalam Pasal 5 UU No. 1 Tahun 1974, membuat syarat bagi seorang suami yang beristri lebih dari seorang:
(1). Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
(A). dengan persetujuan para istri. (B). Sudah pasti para suami dapat memenuhi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya. (C). itu adalah jaminan bahwa suami akan memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan adil. (2). Persetujuan berdasarkan ayat 1(a) Pasal ini tidak diperlukan dari suami jika istri(-istri) tidak dapat dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam kontrak/jika tidak ada kabar dari istrinya selama minimal 2 tahun . tahun/alasan lain yang harus diperoleh agamawan untuk dinilai oleh hakim. 3. Dalam hal poligami, Pasal 40 PP No. 9 Tahun 2009 mengatur bahwa jika suami berniat untuk beristri lebih dari seorang, ia wajib mengajukan permohonan tertulis kepada pengadilan. Lihat Surat Permohonan Izin Poligami, Pasal 57 KHI:
(A). apakah tidak ada alasan untuk mengizinkan suami menikah lagi. (B). Ada/tidaknya persetujuan istri, baik lisan maupun tulisan. Jika perjanjian ini bersifat lisan, perjanjian itu harus diucapkan di pengadilan. (C). ada/tidaknya kemampuan laki-laki untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya.
Hak dan kewajiban pasangan yang diatur dalam Pasal 31 UU Perkawinan 1974 adalah sebagai berikut:
(1). Hak dan status istri seimbang dengan hak dan status suami dalam kehidupan rumah tangga dan sosial. (2). Masing-masing pihak berhak mengambil tindakan hukum. (3). Laki-laki adalah kepala keluarga dan perempuan adalah ibu rumah tangga.
(1). Seorang pria memiliki dua tugas:
(A). tugas suami (B). Kewajiban suami beristri lebih dari satu (poligami). (2). Kewajiban istri dalam 83 KHI:
(A). Tugas terpenting seorang istri adalah berbakti secara lahir dan batin kepada suaminya dalam batas-batas syariat Islam. (B). wanita mengatur dan mengurus rumah tangga sehari-hari dengan baik.
Harta dalam perkawinan, ada beberapa harta dalam perkawinan, yaitu:
(A). Kepemilikan bersama. (B). Tanggung jawab atas hutang suami. ASAL ASAL ANAK merupakan dasar pembuktian adanya hubungan kekeluargaan dengan ayah. Kebanyakan ulama percaya bahwa, menurut pemahaman Sunni, anak yang lahir dari perzinahan dan/atau najis hanya berhubungan dengan ibu kandungnya. Bertentangan dengan pemahaman Syiah, anak tersebut tidak berhubungan dengan ayah atau ibu yang melahirkannya, sehingga tidak dapat mewarisi dari kedua orang tuanya.
D. ANAK DAN TANGGUNG JAWAB TERHADAP ANAK DALAM KASUS PERCERAIAN
(1). Pengasuhan anak adalah pemenuhan berbagai aspek kebutuhan primer dan sekunder anak. Perawatan mencakup beberapa aspek yaitu pendidikan, biaya hidup, kesehatan, keselamatan dan semua aspek yang berkaitan dengan kebutuhan mereka. (2). Yurisdiksi bagi anak sehubungan dengan perceraian Menurut Pasal 41 UUP, akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:
a) Baik ibu maupun ayah tetap wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya hanya untuk kepentingan yang terbaik bagi anak jika timbul perselisihan tentang disposisi anak dan diputuskan oleh pengadilan; B. sang ayah, yang membayar semua biaya perawatan dan pendidikan yang diperlukan anak:
jika sang ayah ternyata tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat memerintahkan agar sang ibu membayar biayanya; C. Pengadilan dapat memerintahkan mantan pasangan untuk membayar tunjangan dan/atau membebankan kewajiban kepada mantan istri.
E. JAMINAN adalah wewenang yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan tindakan demi kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua atau orang tuanya masih hidup dan tidak dapat melakukan tindakan.
JANGKA WAKTU PERNIKAHAN (PENDAHULUAN KEMATIAN, PERCERAIAN DAN PUTUSAN PENGADILAN) DAN KONSEKUENSINYA
(1). Perceraian adalah putusnya perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita. Putusnya tali silahturahmi dapat berarti bahwa salah seorang dari mereka meninggal dunia, suami istri tersebut bercerai, dan salah seorang dari mereka telah pergi ke tempat yang jauh dan tidak ada kabarnya, sehingga pengadilan menganggap yang bersangkutan telah meninggal dunia. Berdasarkan semua hal di atas, dapat berarti putusnya perkawinan antara perkawinan dan/atau perceraian antara laki-laki dan perempuan yang terikat perkawinan. (2). Akibat dari putusnya perkawinan tersebut terlihat beberapa garis hukum antara suami istri, baik yang tercantum dalam UU Perkawinan maupun yang tertulis dalam KHI. Putusnya perkawinan ini dapat digolongkan menjadi 5 (lima) ciri, yaitu sebagai berikut:
a) Akibat cerai, S. Akibat cerai (kasus cerai), ch. Akibat Khulu d. Demi dia. e) Setelah kematian suaminya
B. Proses perceraian dapat dibagi menjadi dua bagian dari sudut pandang orang hukum yang memulai perceraian, sebagai berikut:
1. Cerai Talak (suami menggugat cerai), 2. Permohonan cerai (istri menggugat cerai). C. MASA IDDAH (JANGKA TUNGGU) adalah seorang istri yang putus perkawinannya dengan suaminya baik karena cerai, meninggal dunia atau karena putusan pengadilan. Masa iddah hanya berlaku bagi istri yang pernah melakukan hubungan suami-istri. Perbedaannya adalah jika wanita tersebut belum melakukan hubungan seksual (qabla dukhul), maka tidak ada masa iddah.
D SINYAL:
DEFINISI DAN PROSEDUR
(1). Definisi referensi secara etimologis adalah kembali. Terminologi merujuk pada kembalinya seorang laki-laki untuk dinikahkan dengan istrinya yang telah diceraikan dan dikawinkan pada saat si wanita masih dalam masa iddah. Rujukan kitab nikah Islam merupakan perbuatan hukum yang terpuji. Karena ketika pasangan mengalami krisis konflik yang berakhir dengan perceraian, muncul kesadaran untuk melanjutkan kehancuran pernikahan sambil menyongsong hari esok yang lebih baik. (2). Tata cara rujukan pasal 167 KHI:
(a) Seorang suami yang hendak memimpin isterinya harus menemui dengan isterinya kepada panitera atau panitera pembantu di daerah tempat tinggal suami dan isteri itu dan membawa putusan tentang terjadinya perceraian dan surat-surat lain yang diperlukan (Dalam Pasal Keputusan Menteri Agama Indonesia n -ro 3 Tahun 1975, Ayat 32 (1) Yang disebutkan hanya PPN atau P3NTR yang meliputi tempat tinggal istri (b) Istri diusir ke hadapan panitera atau wakil panitera (c) Pencatat Perkawinan atau Asisten Panitera Perkawinan memeriksa dan menyelidiki apakah suami arbiter memenuhi syarat rujuk menurut UU Munakahat, apakah rujuk belum dilakukan, apakah iddah talak raj'i, apakah isteri jabatan harus menjadi isterinya.
(d) Suami kemudian membuat rujukan dan masing-masing yang bersangkutan serta para saksi menandatangani buku pendaftaran rujukan. (e) Ketika referensi dibuat. Panitera atau wakil panitera menasihati suami dan istri tentang undang-undang dan kewajiban mereka sehubungan dengan perkawinan. E. Sanksi pidana KUH Perkawinan adalah hukuman yang diberikan kepada pasangan tertentu yang melanggar Undang-Undang Perkawinan. Jenis-jenis saksi pidana:
1. Jenis-jenis pelanggaran yang dilakukan oleh calon pengantin baru, 2. Jenis-jenis pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai kantor catatan sipil, 3. Kategori kejahatan yang dilakukan oleh pengadilan perkawinan. F. PERKAWINAN BERBEDA DAN BERBAGAI KEBANGGAAN
(1). Perkawinan beda agama (laki-laki yang beragama Islam dengan perempuan yang beragama lain selain Islam, atau sebaliknya). Dalam Pasal 40 KHI:
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan dilarang karena keadaan-keadaan tertentu:
A. karena wanita yang bersangkutan masih menikah dengan pria lain:
b wanita yang masih dalam fase iddah dengan pria lain. C. Seorang wanita yang bukan seorang Muslim. (2). Perkawinan beda bangsa, dalam Pasal 57 Yang dimaksud  Perkawinan campur dalam undang-undang ini adalah perkawinan antara dua orang yang tunduk pada undang-undang yang berbeda karena kewarganegaraan yang berbeda dan salah satu pihak adalah warga negara asing dan pihak lainnya adalah warga negara Indonesia.  
DASAR HUKUM WARISAN ISLAM di Indonesia adalah Alquran, Hadits Nabi, perundang-undangan, kumpulan hukum Islam, pendapat para sahabat Nabi dan pendapat para ahli hukum Islam melalui ijtihad mereka.
B. AYAT AL-QUR'AN YANG MENGATUR HUKUM ISLAM TENTANG WARISAN DAN PENGALIHAN HARTA Ada beberapa surat:
1. Al-Qur'an-Surah An-Nisa' (4) ayat 7, 2. Al-Qur'an-Surah An-Nisa' ayat 8, 3. Al-Qur'an-Surah An-Nisa' ayat 11 , 4. Al Quran Surat Annisa Ayat 12, 5. Al Quran Surat an-Nisa Ayat 33, 6. Al Quran Surat an-Nisa Ayat 176, 7. Al Quran Surat al Baqarah Ayat 180, 8. Al Quran Surat al Baqarah Ayat 240, 9 . Al Quran Surat al Baqarah ayat 233, 10. Al Quran Surat al Azhab ayat 4
C. HADITS NABI YANG MENJELASKAN HUKUM ISLAM WARISAN DAN PENGALIHAN HAK KEKAYAAN adalah hadits Nabi dari Wasilah bin Al-Asqa, diriwayatkan oleh At-Tirmizi, Abu Dawud dan Ibnu Majah-Wasi Asqa' mengatakan bahwa Rasulullah dari Tuhan berkata:
"Seorang wanita memperoleh tiga jenis hak waris, yaitu (1) warisan budaknya yang dibebaskan, (2) warisan anaknya yang berzina, dan 3) warisan anak haramnya.
KASUS HAK DASAR DALAM ISLAM Menurut Al-Qur'an, Hadits Nabi Muhammad dan Kumpulan Hukum Islam, ada dua alasan untuk mewarisi harta orang yang meninggal, yaitu:
1. Hubungan Keluarga. Dan 2. Hubungan.
ALASAN HILANGNYA WARIS DALAM ISLAM, sebab-sebab hilangnya hak milik, ditemukan 2 (dua) sebab yang dapat menangguhkan hak tersebut, yaitu:
1. perbedaan agama. Dan pembunuhan ke-2.
C. SYARAT EFEKTIFITAS KONSTITUSI ISLAM Ditemukan 3 (tiga) syarat, yaitu (1) kepastian meninggalnya orang yang memiliki harta, (2) kepastian hidup putra mahkota jika putra mahkota meninggal , dan (3) Alasan kedudukan diketahui oleh masing-masing ahli waris. D. BAGIAN-BAGIAN WARISAN ISLAM, yaitu sebagai berikut:
1. Warisan. warisan ke-2, ke-3 Mewarisi
E. DASAR-DASAR WARISAN ISLAM
5 (Lima) Prinsip Hukum Waris Islam, yaitu:
1. Dasar Wajib. 2. Basis Bilateral, 3. Dasar perseorangan, 4. Dasar hukum yang berimbang. 5. Akibat Dasar Kematian.
A. KELOMPOK PEWARIS, (1). Menurut ahli waris golongan pertama yang disebut Dzawul Faraid, Ahlus Sunnah wal Jama'ah (selanjutnya disebut Ahlus Sunnah). (2). Golongan ahli waris lainnya yang sering disebut asabah dan dzawul qarabat dari Hazairin oleh Ahlus Sunnah adalah mereka yang menerima bagian harta warisan secara terbuka, dan bagiannya disebutkan secara tidak langsung dalam ayat-ayat tentang harta warisan. (3). Ahlus Sunnah menyebut ahli waris kelompok ketiga adalah dzawul arham dan Hazairin menyebut mereka mawal atau suksesi. Menurut Dzawul Arkan Ahlus Sunnah, dalam hal-hal tertentu laki-laki dan perempuan tidak menerapkan bagian satu laki-laki sama dengan bagian dua perempuan.
B. CONTOH PEMBAGIAN HARTA Mengenai golongan ahli waris tersebut, baik ahli waris golongan pertama, golongan kedua, maupun golongan ketiga, dapat dibuktikan dengan pembuktian. Ayat Alquran menjelaskan bahwa ada ahli waris yang meninggalkan anak, orang tua (ibu), janda, saudara laki-laki putra mahkota dan ahli waris (cucu putra mahkota dari putri yang meninggal sebelum putra mahkota); ada ahli waris yang meninggalkan anak, janda dan saudara laki-laki ('ashabah); ada ahli waris yang meninggalkan anak, cucu dari anak perempuan yang meninggal sebelum ahli waris, cucu dari anak laki-laki yang meninggal sebelum ahli waris, janda dan saudara perempuan. C. Pengelompokan perolehan ahli waris, (1). Ahli waris yang selalu menerima pembagian. Ahli waris yang selalu menerima pembagian harta warisan pada saat putra mahkota meninggal dunia dan menerima harta warisan yang diwariskannya adalah (a) suami atau istri yang ditelantarkan oleh istri atau suaminya. (b) ibu, (c) anak laki-laki, (d) ayah dan (e) anak perempuan. (2). Ahli waris yang menerima 1/2 (setengah), ahli waris yang menerima 1/2 dari harta warisan ketika ahli waris meninggal adalah (a) suami yang mewarisi dari istrinya yang tidak meninggalkan anak, (b) cucu perempuan dari anak laki-laki, (c) ) adik dari putra mahkota. d) anak perempuan dari saudara sedarah, e) anak perempuan. (3). Ahli waris yang menerima 1/3 (sepertiga) Ahli waris yang menerima 1/3 harta warisan ketika Putra Mahkota meninggal dunia adalah (a) ibu jika Putra Mahkota tidak meninggalkan keturunan, (b) dua bersaudara atau lebih dari dua saudara laki-laki, jika Putra Mahkota tidak ingin bereproduksi. (4). Ahli waris yang menerima 1/4 (seperempat bagian) Ahli waris yang menerima 1/4 dari harta warisan, jika putra mahkota meninggal dunia maka warisannya berpindah kepadanya yaitu. (a) suami jika Putra Mahkota tidak meninggalkan anak, (b) istri jika Putra Mahkota tidak meninggalkan anak. dan c) dua anak perempuan bersama-sama mewarisi seorang anak laki-laki. (5). Ahli waris yang menerima 1/6 (satu per enam), ahli waris yang menerima 1/6 harta warisan adalah (a) ibu dan saudara-saudara Putra Mahkota jika Putra Mahkota tidak meninggalkan anak, (b) Ayah dan saudara-saudara Putra Mahkota jika putra mahkota tidak meninggalkan siapa pun. anak-anak (c) kakek, jika ayah putra mahkota meninggal sebelum putra mahkota dan putra mahkota tidak meninggalkan anak, (d) saudara kandung putra mahkota, jika mereka mewarisi sendiri, (e) anak perempuan dari putra, jika dia hidup bersama dengan putri ahli waris secara bersama-sama, (f) dua atau lebih kerabat sedarah dan (g) nenek dari pihak ayah atau dari pihak ibu. (6). Pewaris yang menerima 1/8 (seperdelapan) Pewaris yang menerima 1/8 dari harta warisan adalah isteri jika ahli waris meninggalkan seorang anak. (7). Ahli waris yang menerima 2/3 (dua pertiga), ahli waris yang menerima 2/3 dari harta warisan adalah (a) sekurang-kurangnya dua anak perempuan, (b) sekurang-kurangnya dua saudara sedarah, (c) sekurang-kurangnya dua saudara perempuan, dan (d) ) seorang anak perempuan per anak laki-laki.
A. Hibah adalah pembagian harta atas dasar cinta selama hidup untuk kepentingan seseorang atau badan sosial, keagamaan, ilmu pengetahuan, bahkan kepada orang yang berhak menjadi ahli waris. Pilar beasiswa adalah sebagai berikut:
Donatur ke-1, penerima hibah ke-2, ke-3 Hadiah natura atau natura, 4. Ijab qobul.
B. Wasiat adalah pengalihan hak atas harta tertentu secara sukarela dari satu orang ke orang lain, yang pelaksanaannya ditunda sampai kematian pemilik harta itu. Peraturan pelaksanaan terdiri dari:
1. pewaris, 2. ahli waris, 3. harta atau benda wasiat, 4. ijab qobul.
PERJANJIAN DAN PENJUALAN, PERBUATAN, BENTUK HUKUM DAN HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN, 

(1). Definisi jual beli disebut Bai dalam bahasa Arab. Bai adalah transaksi yang dilakukan penjual dan pembeli untuk produk dengan harga yang disepakati. (2). Unsur jual beli terdiri dari 5 (lima) unsur yaitu (a) penjual; b) pembeli; c) penjualan barang; d) ijab-qabul atau kapitulasi; (e) pertimbangkan hal yang sama. (3). Bentuk pilihan ( khiyar ) dalam jual beli biasanya terdiri dari tiga (tiga) ungkapan, yaitu (a) khiyar majemuk, (b) khiyar istilah dan (c) khiyar 'aibi. (4). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan transaksi jual beli:
a) penyelesaian pengukuran dan timbangan dan b. Kontrak dibuat oleh kedua belah pihak (pembeli dan penjual) secara tertulis/dengan dua orang saksi. (5). Jenis Jual Beli Yang Dilarang Hukum Islam :
1) Menjual barang yang dibeli sebelum menerima barangnya, 2) Menjual barang untuk mengalahkan penjualan orang lain, 3) Membeli dengan menaikkan harga barang walaupun tidak berniat membelinya, 4. Jual beli barang haram dan najis, 5) jual beli ghurur (yang mengandung unsur penipuan), 6) dua cara memperdagangkan suatu benda atau harta, 7. membeli barang atau harta dari orang yang pergi ke pasar, 8 . Jual beli perbudakan utang adalah jual beli barang yang tidak terjual.
B. PENGERTIAN IJARAH DAN DASAR HUKUMNYA
1. Pengertian Ijarah adalah perjanjian sewa antara penyewa dengan orang yang menyewakan harta atau barang untuk mendapatkan keuntungan dengan harga tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.
2. Ketentuan Ijarah:
a) Seseorang harus mengetahui kegunaannya, seperti membangun rumah, menjahit pakaian, menggunakan kendaraan, dll. b) Penggunaan barang sewaan harus diperbolehkan, c) Penyewa harus mengetahui besarnya gaji atau sewa tempat kerja.
C PENTINGNYA JIALAH DAN PRINSIP HUKUMNYA menurut bahasa adalah sesuatu yang diberikan kepada manusia dalam perbuatannya. Menurut kata syara', j'alah memberi wewenang kepada seseorang untuk menggunakan harta tertentu yang dipercayakan kepadanya dalam suatu pekerjaan tertentu, baik jelas maupun tidak.
D. PENGERTIAN HIWALAH DAN DASAR HUKUMNYA adalah peralihan tanggung jawab dari tanggung jawab seseorang kepada tanggung jawab orang lain. Persyaratan hiwalah adalah sebagai berikut:
1. Hutang di tangan peminjam adalah hutang yang jelas-jelas menjadi tanggung jawab pemberi pinjaman yang ingin mentransfer pinjaman kepada mereka. Dan 2. Peminjam dan pemberi pinjaman saling membebaskan dalam pengalihan piutang, karena meskipun debitur mempunyai hak, hal ini tidak lazim sehubungan dengan pengalihan piutang.
DEFINISI DAN BENTUK SOSIAL
(1). Pengertian persyarikatan atau musyarakah adalah perjanjian kerja sama antara dua pihak atau ichih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak menyumbangkan dana (amal atau keahlian) berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan dan keringat akan dibagi menurut kesepakatan. (2). Bentuk syirkah terbagi menjadi 4 (empat) bentuk sebagai berikut:
A. Syirkah Al'inan, b. Syirkah mufawadhah, n. amal syirkah, d. Syirkah wujuh/musyarakah mensyaratkan.
B. MUDHARABAH (KERJASAMA HASIL) adalah penyerahan harta tertentu kepada orang lain sedemikian rupa sehingga digunakan sebagai modal kerja dan keuntungannya dibagi antara pemilik modal dengan para pelaksana modal sesuai dengan syarat-syarat yang diperjanjikan . . C. MUZARA'AH adalah urusan antara pemilik dan penyewa. Muzara'ah adalah pemilik tanah yang memberikan sebidang tanah kepada pihak lain untuk ditanami padi, jagung dan/atau tanaman lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun