Mohon tunggu...
Nurul Noe
Nurul Noe Mohon Tunggu... -

life's beautiful.. keep smile :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pagi yang Berbeda

3 Agustus 2012   08:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:17 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jam 6 pagi, seperti hari-hari biasanya harus pergi bekerja. Sebuah bus jemputan karyawan sudah menunggu di pinggir jalan dekat gerbang perumahan tempat aku tinggal, hanya beberapa puluh meter saja jaraknya dari rumahku menuju titik tunggu bus tersebut.

“Ah… Aku masih mengantuk” keluhku dalam hati.

“hust! Jangan mengawali harimu dengan keluhan, semangat!!” aku mencoba memberi affirmasi positif pada diri sendiri.

Bus mulai melaju menuju kantor tempat aku bekerja, AC terasa lebih dingin. Mungkin karena aku lupa memakai sweater. Pagi ini memang aku bangun agak kesiangan karena tidur terlambat tadi malam. Aku berusaha membuat diriku nyaman duduk di seat paling depan, tepat di belakang sopir, memasang safety belt dan tas kerja aku letakkan di jok sebelah karena memang tidak diduduki penumpang lain. Aku  lipatkan kedua tangan di dada, untuk sekedar membuat diri merasa lebih hangat, lalu mencoba memejamkan mata.

Aku memang mengantuk, tapi entah kenapa fikiranku tak ingin tidur. Aku kembali teringat tadi malam.

“senangnya… tadi malam itu indah sekali” gumamku dalam hati dengan senyum yang mengembang di wajahku.

****

“Hallo…” suara khas yang salalu dengan nada bersemangat di ujung telepon menjawab panggilanku tadi malam.  Suara seseorang yang aku cintai setahun terakhir ini. Aku memang sedang merasa rindu sekali padanya, yah mungkin resiko berhubungan jarak jauh. Sesekali saja kami bicara melalui telepon saat rasa rindu yang sudah tak sanggup lagi untuk disimpan namun tetap sulit bertemu karena kami tinggal di kota yang berbeda. Sehari-hari karena kami lebih suka berkomunikasi dengan chat di blackberry messenger.

Aku: “Kamu apa kabar?”

Dia: “Baik dong, kamu gimana?”

Aku: “Kabarku ya? Mmm… aku lagi kangeeennn” dengan gayaku yang manja.

Dia: “Hehehe…”

Aku: “Huuh.. pasti deh kamu cuma nyengir, aku kan kangen kamu…”

Dia: “Iya iya…”

Aku: “Emang kamu gak kangen ya?” wajahku agak cemberut melontarkan pertanyaan ini.

Dia: “Hmmm.. kasih tau gak ya? Hehehe..” dia malah meledek dan masih dengan tawa khasnya.

Aku: “Uuuh.. sebeeeel”

Dia: “Kalo kamu disini, aku peluk deh biar senyum. Karena sekarang pasti kamu lagi cemberut kan?”

Mendengar jawabannya aku jadi tersenyum. Dia memang selalu mengungkapkan rindunya tidak dengan kata-kata. Dan aku suka saat-saat seperti itu, memelukku, satu tangan merangkul punggungku, sementara tangan lainnya mendekap kepala dan mengusap rambutku lembut, lalu memberi kecupan di keningku.

Aku selalu merindukan saat-saat pertemuan itu, dimana aku bisa membaca apa yang tersirat di matanya, jendela hatinya. Dimana aku bisa berada dalam dekapannya, merasakan detak jantungnya, merasakan cinta yang tak pernah dia ungkapkan dengan kata-kata. Dengan cara itu, dia menjawab pertanyaan-pertanyaanku; “Apakah kamu mencintaiku?”.

“Hallo..”

Tiba-tiba suara itu lagi, membangunkanku dari lamunan yang sedang membayangkan ada dalam pelukannya.

Aku: “Eh iya” jawabku.

Dia: “Kok Malah diem?”

Aku: “Hmm.. iya, kangeenn banget nih jadinya”

Dia: “Apa coba yang dikangenin”

Aku: “Pengen dipeluk beneran deh… sekarang”

Dia: “Gimana caranya? Emang bisa?”

Aku: “Bisa… Bisaaaa banget! Pake cara lain deh meluknya”

Dia: “Ha!? Aku gak negerti”

Aku: “Kamu kan biasanya kalo aku tanya kangen atau sayang enggak sama aku, kamu jawabnya pake peluk, nah sekarang kan aku pengen dipeluk, kamu jawabnya pake kata-kata deh”

Dia: “Oo gitu, pelukan cara yang lain buat kamu?”

Aku: “Iya… ayo dong, ngomong…”

Dia: “Ngomong apa ya?”

Aku: “Apa aja deh yang bikin aku seneng” aku terkesan agak memaksa.

Tapi kemudian aku dan dia malah saling diam beberapa saat, sampai akhirnya aku mendengar kata-kata yang sangat jarang dia ucapkan, dalam keadaan hening yang hampir jam setengah 12 tadi malam, suaranya yang semula renyah dan penuh candaan, berubah menjadi lembut dan terdengar syahdu;

“I Miss You”

****

Aku mendapati diriku terbang, dalam pelukan dia, sampai ke langit, lalu menari di antara bintang-bintang. Kebahagian tadi malam itu kembali hadir memenuhi ruang hati. Aku masih tersenyum-senyum bahagia mengingat setiap detil kata-katanya tadi malam. “I Miss You” seperti sebuah mutiara yang aku temukan di tengah penyelamanku ke dasar laut dalam, sesuatu yang langka dan berharga.

Dan aku merasa hangat, hangat pelukanya lewat kata “I Miss You” itu membuat aku tidak lagi merasa kedinginan karea AC, meski aku lupa memakai sweater. Aku merasa jatuh cinta lagi, jatuh cinta pada dia, pada caranya mencintaiku.

Pagi ini, Pagi yang berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun