Mohon tunggu...
Nurul Hanifah Nasution
Nurul Hanifah Nasution Mohon Tunggu... Lainnya - Ilmu Hubungan International 22, Universitas Sriwijaya

Politik & Sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertemuan Informal di Jakarta, Berakhirnya Konflik Kamboja-Vietnam

1 Maret 2023   22:37 Diperbarui: 1 Maret 2023   22:40 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Nurul Hanifah Nasution

Nim.   : 07041182227024

Kelas. : A Indralaya

Dosen Pengampuh : Nur Aslamiah Supli, BIAM., M.Sc

Sebagai satu-satunya pemimpin kawasan dan anggota ASEAN, Indonesia bekerja keras untuk mencapai perdamaian di Asia. Salah satu cara yang berhasil adalah dengan menggelar Jakarta Informal Meeting atau JIM. Jakarta Informal Meeting diadakan di Bogor pada tanggal 5 dan 28 Juli 1988, dan di Jakarta pada tanggal 19 dan 21 Februari 1989, dengan tujuan untuk menyelesaikan konflik antara dua negara Asia Tenggara, Indonesia dan Vietnam. Melalui perjanjian ini, Indonesia berhasil memungkinkan kedua negara untuk terhubung kembali dan menyelesaikan konflik yang berkepanjangan.

Latar Belakang Pertemuan Informal di Jakarta

Kamboja dan Vietnam adalah dua negara yang terlibat dalam konflik berkepanjangan yang telah mengakibatkan banyak kematian. Mengutip jurnal ilmiah berjudul Peran Indonesia dalam Proses Penyelesaian Konflik Kamboja (Periode 1984-1991) yang ditulis oleh Maradona Runtukahu, konflik antara Kamboja dan Vietnam dipicu oleh pergolakan dan besarnya ketegangan politik dalam negeri.

Puncak konflik Kamboja-Vietnam terjadi pada akhir tahun 1978, ketika terjadi bentrokan antara rezim Khmer Merah dan Vietnam. Dalam konteks ini, telah terjadi peningkatan jumlah pengungsi Vietnam di Kamboja, mendorong Vietnam masuk kembali ke negara tersebut dengan tujuan melestarikan genosida.

Rezim Khmer Merah akhirnya dikalahkan saat invasi ke Vietnam pada Januari 1979. Belakangan, Vietnam mendirikan pemukiman baru di Kamboja yang dipimpin oleh Heng Samrin.

Namun hal ini tidak mendapat perlawanan dari berbagai pihak Kabupaten dan menyebabkan perang yang berkepanjangan dan terus memakan korban tanpa tanda-tanda penyelesaian.

Hal inilah yang menyebabkan Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya meninggalkan media tradisional untuk mencari solusi yang lebih efektif, andal, dan komprehensif. Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas memimpin Jakarta Informal Meeting untuk menyelesaikan konflik Kamboja-Vietnam.

Pelaksanaan Pertemuan Informal di Jakarta

Usai membaca buku Kemdikbud Sejarah Indonesia Kelas XII: Peran Indonesia dalam Perdamaian Dunia, Jakarta Informal Meeting digelar sebanyak dua kali. Pertemuan Informal Jakarta pertama berlangsung pada 25-28 Juli 1988 di Istana Bogor. JIM awalnya ditugaskan untuk menengahi wabah kubu-kubu di Kamboja.

Setelah kurang lebih satu bulan, Rapat Informal Jakarta yang kedua diadakan pada tanggal 19-21 Februari 1989 di Jakarta. Tahun ini dipimpin oleh 6 Menteri Luar Negeri (Menlu) ASEAN, Menlu Vietnam, dan sekelompok anak muda dari Kamboja. Berikut hasil Jakarta Informal Meeting tersebut:

1. Gencatan senjata di seluruh wilayah Kamboja

2. Setelah gencatan senjata selesai pada tanggal 30 September 1989, penarikan pasukan dan persenjataan Vietnam dari Kamboja dimulai.

3. Sebuah pemerintahan akan dibentuk untuk mengawasi perkembangan gerakan pemuda yang berkembang pesat di Kamboja.

4. Dukungan internasional untuk pasukan yang disebutkan di atas dan masalah terkait.

Pada akhirnya konflik antara Kamboja dan Vietnam diselesaikan melalui Traktat Paris pada tanggal 23 Oktober 1991. Pada tahun 1992-1993, Indonesia berkontribusi pada United Nations Transitional Authority in Cambodia (UNTAC) dengan mengirimkan 3.957 orang ke Kamboja melalui penerbangan Garuda.

Upaya Indonesia untuk menyelesaikan konflik di Kamboja melalui JIM ditindaklanjuti dengan Paris Peace Agreement yang ditandatangani oleh 19 negara, termasuk Kamboja dan Vietnam. Ini adalah peringatan ketiga dari Vietnam dan Kamboja. PBB turut mengirim pasukannya ke Kamboja untuk menjaga perbatasan dan membantu mengatasi kerusakan masif yang diakibatkan oleh perang. Semua tawanan Perang, serta semua militer Vietnam, berbasis di Kamboja. Menyusul runtuhnya Paris, Kamboja melanjutkan pembentukan pemerintahan yang didukung oleh negara lain di PBB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun