Mohon tunggu...
Nurul Muslimin
Nurul Muslimin Mohon Tunggu... Dosen - Orang Biasa yang setia pada proses.

The all about creative industries world. Producer - Writer - Lecturer - Art worker - Film Maker ***

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

UNDAGI 2025; Menjadi Melting Point dan Musing Point Peradaban

28 Januari 2025   12:42 Diperbarui: 28 Januari 2025   13:09 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akrifitas menjelang UNDAGI 2025. (Foto: Dokumentasi Askrina)

UNDAGI 2025 telah usai, dan ini akan menjadi momentum yang krusial para kriyawan untuk memberikan spirit baru dalam berkarya. UNDAGI kali ini juga menjadi melting point para pelaku, pengamat, pemangku kebijakan, dan pemerhati hingga pada penikmat karya kriya untuk saling menyapa, mengkritik, mendukung, berbagi, bercanda, bahkan mentertawakan diri sendiri dalam ranah seni kriya.

Pada titik tertentu, UNDAGI 2025 juga menjadi musing point bagi siapapun warga bangsa ini, bahwa seni kriya tak hanya menampilkan visual bentuk, tekstur dan warna, tapi menjadi wujud dari eksistensi budaya dan peradaban bangsa Indonesia. Karena di sana tersimpan pesan-pesan orang bijak dan goresan sejarah para empu yang menjadi cakra anak bangsa untuk meneguhkan jati diri.

Bahwa proses perputaran cakra akan dan selalu berputar tak pernah mengenal berhenti, seperti waktu yang selalu setia pada perubahan. Karena hal yang pasti dalam perjalanan waktu adalah perubahan itu sendiri.

Bahan renungan pertama adalah sejauh mana kita mengenal, memahami dan mengaktualisasikan pesan-pesan moral dalam karya kriya leluhur kita. Dengan bahasa simbol nan estetik yang selalu menjadi media, tersampaikankah kepada generasi muda kita? Tentu ini menjadi pekerjaan yang mesti selalu kita gaungkan kepada penerus bangsa, bahwa leluhur kita Bangsa Indonesia begitu cerdas menitipkan pesan moral dalam karya kriya.

Kedua, sampai di manakah kita dan generasi penerus bangsa menangkap dan mengembangkan kreatifitas nenek moyang kita yang kemudian kita wujudkan dalam karya kriya yang mempunyai nilai-nilai? Tentuo menjadi tantangan kita bersama, bahwa kita dan penerus generasi bangsa ini harus mampu mengembangkan dunia kriya yang linier dengan perkembangan teknologi kekinian, atau dengan jalan apapun yang mempunyai manfaat untuk kehidupan kita sebagai bangsa yang bermartabat dan tak bisa di-subordinasi oleh bangsa manapun.

Ketiga, pemerintah selaku pemangku kebijakan sudah menjadi keniscayaan harus melayani dan menjadi katalis perkembangan seni kriya hingga mencapai titik maksimal untuk kesejahteraan bangsa. Bahwa paradigma berfikir para pemangku kebijakan mesti berpijak untuk kepentingan budaya bangsa dan peradaban, bukan kepentingan politik sesaat.

Keempat; kita semua, pelaku, pemerhati, pemangku kebijakan dan penikmat seni kriya harus dapat menjamin transformasi pengetahuan dan skill di bidang kriya kepada generasi kita, agar keberlangsungan budaya bangsa terus berkembang yang pada gilirannya akan meneguhkan karakter dan peradaban bangsa yang besar, Bangsa Indonesia. ***

Wallahu a'lam...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun