Oleh karena itu kurator Pameran UNDAGI tak segan mendatangi workshop kriyawan untuk berdialog, berbagi pengalaman dan tentu mengarahkan kriyawan untuk berkreasi sesuai dengan kebutuhan pameran.
Lalu, pola kuratorial mana yang berbeda? Ya, saya anggap berbeda karena dalam kuratorial Pameran UNDAGI 2025 tak hanya menggunakan instrumen visual kasat mata dalam menilai sebuah karya, namun juga menggunakan instrumen psikologi untuk mengukur sejauh mana kriyawan mempunyai apresiasi dan respect terhadap dunia seni dan juga kepada Pameran UNDAGI. Karena sebuah pameran/eksibisi akan menjadi sebuah gerbong yang akan membawa pesan moral tertentu yang akan disampaikan kepada publik. Tanpa adanya kesatuan gelombang spirit yang sama, tentu pameran seni akan blur dan tak jelas arahnya. Di samping itu tak akan mempunyai impact yang positif dalam perkembangan dunia seni, khususnya seni kriya. ***
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H