Balai Desa Pendem terdengar riuh dari kejauhan. Maklum, musim piala dunia sepak bola telah dimulai.Â
Seperti biasa, di musim sepak bola, orang kampung pada menonton ramai-ramai di Balai Desa. Bukan karena mereka tak punya tivi di rumah, tapi karena mereka ingin berkumpul ramai-ramai dengan teman-temannya untuk merayakan pertandingan jagoannya masing-masing. Bahkan sebagian ada yang taruhan.Â
Tak mau ketinggalan, sepulang mengaji Al-Hikam di Pondok Ngangkruk, Kang Ngatman pun ikut nonton bola di Balai Desa.Â
Dia standarkan sepeda onthelnya, dia lepas pecinya dan bersiap-siaplah dia ke Balai Desa.Â
"Mau ke mana Kang?", tanya Yu Surip, istrinya.Â
"Nonton bola, Bune!", Jawab Kang Ngatman singkat.Â
"Nonton di mana?"
"Ya di Balai Desa lah..., kita kan ndak punya tivi..."
"Awas yaaa, jangan ikut taruhan!" kata Yu Surip memperingatkan suaminya.Â
"Nggak lah, masa santrinya Kyai Ahmad ikut taruhan", jawab Kang Ngaman sambil mencubit istrinya mesra.Â