Kang Ngatman tiba-tiba ingat surau tua yang ada di pinggir desanya. Tempat ia mengaji waktu masih belia, dibimbing Kyai Mukhlis.
Surau itu sekarang tampak sangat tua, menampakkan guratan kayu jati yang aus dimakan usia.
Dulu surau itu ramai jika waktu sholat tiba. Kang Ngatman kecil bersama teman-temannya tak pernah meninggalkan sholat lima waktu tanpa berjamaah di surau itu. Baginya, surau itu menyimpan sejuta goresan sejarah yang tak akan pernah hilang di benak Kang Ngatman.
Kang Ngatman masih ingat, betapa asyiknya dia bermain "Jithungan" (petak umpet) di halaman surau itu bersama teman-teman sebayanya sehabis isya'. Jika sudah sarung kusutnya dililitkan di pinggangnya, serasa bak satria yang tak terkalahkan. Asyik memang,....
Kang Ngatman pun tersenyum dibuai angan-angan kembali ke masa kanak-kanaknya... 😊
Setelah lelah bermain, mereka pun tidur di surau itu sampai subuh menjelang. Surau itu ramai sepanjang waktu sholat. Itu dulu...
Surau itu telah menjadi rumah tempat berteduh, bermain dan beribadah yang nyaman bagi Kang Ngatman kecil dan teman-temannya...
Sekali lagi, itu dulu...
Sekarang surau itu menjadi bangunan musholla modern, dihiasi keramik licin dan mengkilap. Warna dinding temboknya cerah, kaca bening yang membikin wah...
Tapi,....
sunyi...
Hanyak detak jam dinding yang terus melaju ...
Bunyi tak... tek... tak... tek... menembus ke ulu hati Kang Ngatman ... Ngilu...
"Pada ke mana anak-anak sekarang? Ini sudah waktu sholat...." Batin Kang Ngatman bertanya...