Mari kita lanjutkan ngobrol kita tentang hal yang semestinya dilakukan Pemerintah dalam dunia film.Β
Beberapa point yang penting saya bahas di tulisan Pertama (#1) adalah 1). SDM (Sumber Daya Manusia) dan 2). Permodalan. Sekarang menginjak point ke-3.Β
3. Marketing Film
Memang sepertinya aneh di dunia film ada istilah marketing. Tapi jika kita lihat dari sisi bisnis sah-sah saja menerapkan istilah ini dalam dunia industri film. Film sebagai produk kreatif dan media transformasi pengetahuan sangat fleksibel masuk ke dalam segala bidang dan lini usaha, bahkan personal. Segala jenis perusahaan, institusi, ataupun personal sangat bisa menggunakan produk film.
Praktisnya dalam bentuk jasa pembuatan film. Di sini film tidak hanya sebagai media hiburan saja, misalnya dalam bentuk Company Profile, Iklan, Film pendek, Video Presentasi, Video Clip, Film Dokumenter, dan lain sebagainya. Turunan produk film seperti di atas sebenarnya mempunyai potensi yang cukup luas. Seperti saya tulis dalam bab lain di blog kompasiana ini, yaitu bab "Usaha Perfilman, Banyak Peluang dalam Event Pameran".Β
Jika kita bandingkan dengan produk lain seperti komputer, furniture, agrikultur atau grafika misalnya, usaha perfilman belum pernah diselenggarakan sebuah event pameran secara khusus. Event di mana perusahaan-perusahaan film menampilkan produknya. Pengunjungnya pun dari segala macam sektor, perusahaan, yayasan, NGO, LSM, Grup Band, Calon Legislatif, Calon Kepala Daerah, dan banyak bidang dan profesi lain.
Jika film bisa disamakan dengan komoditas lain, maka perlakuannya bisa mengadopsi produk-produk lain tersebut, meski tidak semuanya. Misalnya dengan label : "Indonesia Film Exhibition" atau apalah... Kemudian event ini dijadikan satu paket dalam FFI atau AFI misalnya. Tentu peran pemerintah yang diharapkan bisa menjadi 'host'-nya.
Satu hal lagi yang patut diberikan perhatian oleh pemerintah adalah mengenai keikutsertaan sineas film indie dalam ajang festival di luar negeri. Karena masih banyak teman-teman yang tampil dalam festival di luar negeri atas inisiatif dan biaya sendiri. Kesadaran pemerintah akan bangun ketika film Indonesia mendapatkan penghargaan di tingkat internasional.
Maka perlu dibangun komunikasi yang cukup intens antara pemerintah dengan teman-teman film maker indie. Di samping itu pemerintah perlu membukakan akses bagi komunitasΒ film maker untuk investor baik di dalam maupun luar negeri untuk produksi film yang dinilai qualified. Misalnya bertemakan pendidikan, mendorong pariwisata, atau konten-konten positif lainnya.
Peran pemerintah dalam hal dukungan terhadap penyelenggaraan festival film memang perlu diteliti lebih detail. Karena kita tidak bisa hanya mengandalkan dua festival (FFI & AFI) saja untuk menggerakkan dunia film secara massive. Bagi saya, dunia film Indonesia akan tumbuh secara baik dan merata jika setiap kota di Indonesia mempunyai event Festival Film yang diadakan setiap tahunnya, meski dengan scoop kecil. Minimal ini yang bisa menjadi salah satu barometer perkembangan film di Indonesia.
Kampanye "Ayo Nonton Film Indonesia!" yang diprogramkan oleh Pusbang Film cukup kita apresiasi. Jika ini diharapkan untuk menggerakkan masyarakat untuk menonton film Indonesia tapi dengan infrastruktur yang kurang, bagaimana bisa berhasil dengan baik? Cukupkah dengan Bantuan Peralatan Nonton Film Bareng untuk Daerah Tertinggal dan Perbatasan? Perlu penelitian lebih lanjut sebagai bahan evaluasi dan kontrol sosial dari masyarakat.