Mohon tunggu...
Nurul Muslimin
Nurul Muslimin Mohon Tunggu... Dosen - Orang Biasa yang setia pada proses.

The all about creative industries world. Producer - Writer - Lecturer - Art worker - Film Maker ***

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengelola Talent dalam Film Drama Musikal Prajurit Hijau

11 Januari 2016   20:20 Diperbarui: 11 Januari 2016   20:45 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Talent/pemain dalam film Drama Musikal Anak-anak tentu didominasi oleh anak-anak. Karena main story dalam film tersebut adalah anak-anak. Demikian juga dalam Film Drama Musikal Prajurit Hijau. Meski ada beberapa aktor/aktris pendukung (supporting talent), namun dalam Film Drama Musikal anak-anak Prajurit Hijau jumlah pemain anak-anaknya cukup banyak, 15 anak main talent, masih ditambah 15 anak --yang sedianya akan diplot pada drama musikal panggung,-- pada film ini disertakan sebagai pemain ekstras yang memberi efek visual natural dan kolosal. Tak pelak enerji yang digunakan untuk mengelola mereka menjadi berlipat ganda.

Pengelolaan talent anak2 dalam sebuah film justru membutuhkan enerji yang cukup besar, karena :

1). Anak-anak adalah jiwa-jiwa yang progresif, suka bermain dan acap kali kurang kontrol diri.

2). Di belakang anak-anak ini terdapat orang tua mereka yang notabene mempunyai beragam pola fikir dan pola perilaku yang berbeda. Sehingga mengelola talent anak-anak juga harus bisa memanage orang tua mereka untuk menjadi sinergi yang lebih kuat dalam meraih tujuan Prajurit Hijau.

3). Anak-anak mempunyai agenda wajib, yakni sekolah. Dan mereka rata-rata mempunyai jadwal ekstra kurikuler. Belum lagi berbagai les mata pelajaran atau les musik, teater atau les-les yang lain.

Pertimbangan nomor 3 ini kami sertakan dalam mengelola talent anak-anak Prajurit Hijau, karena justru kami ingin kegiatan Prajurit Hijau bukan menjadi penghalang kegiatan wajibnya anak-anak untuk sekolah atau kegiatan positif lainnya, tetapi menjadi saling memberi penguatan dalam kompetensi anak. Maka menentukan schedule workshop menjadi hal yang cukup rumit untuk menentukan sebuah keputusan waktu. Karena kami bukan memproduksi film yang mempunyai ruh industri an-sich! Tapi tetap mempunyai idealisme di wilayah kemanusiaan, khususnya perlakuan terhadap anak-anak. Sehingga pelaksanaan latihan, atau kegiatan apapun, pembatasan waktu menjadi sangat krusial, dan bukan eksploitatif!

Paradigma ini penting bagi para pelaku industri kreatif, atau bidang apapun yang melibatkan anak-anak sebagai talent. Karena anak-anak berhak atas masanya masing-masing. Anak-anak berhak menikmati masa kanak-kanaknya yang mana ada ruang tersendiri yang hanya dia dan teman-temannya bisa merasakannya. Namun demikian, anak-anak juga harus mentaati kesepakatan-kesepakatan waktu yang telah ditetapkan bersama. Di sinilah dibutuhkan cukup energi untuk men-sinkronkan berbagai kepentingan.

Tentang Misi Lingkungan dan jiwa cinta lingkungan dari anak-anak juga menjadi catatan dan agenda penting Program Prajurit Hijau. Pertanyaan sederhana yang muncul adalah: Benarkah anak-anak Prajurit Hijau, yang mengkampanyekan cinta lingkungan itu benar-benar cinta lingkungan? Ini pertanyaan yang sederhana, tapi membutuhkan proses jawaban ideal yang panjang. Karena idealnya adalah, Prajurit Hijau sebagai teladan anak-anak dalam mencintai lingkungan, tentu mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, bahwa cinta lingkungan harus telah menjadi 'ruh' dalam diri Prajurit Hijau sendiri, sebelum dia mengajak anak-anak lain untuk mengikutinya. Itu yang menjadi PR dari Istimewa Creative dan Green Network Indonesia.

Tetapi bagaimanapun, bahwa ini adalah proses. Proses up-grading bagi anak-anak Prajurit Hijau dalam memenuhi tanggung jawab moralnya kepada Tuhan dan publik, karena masuk Prajurit Hijau secara tidak langsung telah mengikrarkan diri untuk mencintai alam beserta konsekuensi-konsekuensinya.

Semua ini bagian dari pengelolaan Prajurit Hijau secara institusional, bukan hanya sekedar film. Karena jika sekedar film, kita hanya menyiapkan properti shooting, naskah, dan segala kebutuhannya, lalu produksi shooting, mereka para anak-anak datang dan lenggak-lenggok di depan kamera, lalu mereka pulang dan tak melakukan apa-apa dengan lingkungan. Kita tidak punya niat seperti itu.***

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun