Mohon tunggu...
NURUL MARDIATI
NURUL MARDIATI Mohon Tunggu... Dosen, Farmasis -

I'm a pharmacist, lecturer, amateur writer, Helman Rosyadi's Wife, and Mubarak's Mom. My hobby is writing, some day i want to my children and grandchildren know that their grandmother's opinion.Pharmacy and Writing, I Love both of them. Read some my short story, poetry, and opinion at www.sabanailalangliar.blogspot.com\r\nSee you...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Apotek Rakyat Wajib Bertransformasi

3 Maret 2017   07:26 Diperbarui: 4 April 2017   16:54 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Apotek rakyat resmi ”wajib” bertransformasi menjadi apotek,  hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek yang baru saja ditetapkan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, SpM (K) tanggal 30 Januari 2017 lalu. Dalam  PMK RI Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek yang mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 13 Februari 2017 lalu oleh  Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, bab VII tentang Ketentuan Peralihan pasal 34 ayat 1 menyatakan bahwasanya “...Apotek Rakyat harus menyesuaikan diri menjadi Apotek...”. Lebih lanjut dalam pasal 34 ayat 2 dinyatakan “Dalam hal apotek rakyat tidak menyesuaikan diri menjadi Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat 1, apotek rakyat dapat menyesuaikan diri menjadi toko obat/pedagang eceran obat...”

PMK RI Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek menimbang bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, perlu penataan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek. Wacana penutupan apotek rakyat menurut Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, SpM (K) memang telah sejak lama dilontarkan. Pasalnya hal tersebut dianggap semakin mendesak. Sedikit menilik ke belakang, wacana ini salah satunya mencuat ke permukaan setelah kasus vaksin palsu yang menyita perhatian banyak pihak terkuak oleh Penyidik Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Dalam kasus vaksin palsu diungkapkan distributor utamanya adalah apotek rakyat.

Semula, menurut PMK RI Nomor 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat menimbang bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses masyarakat dalam memperoleh obat serta untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian. Dalam perkembangannya, apotek rakyat perlahan-lahan menjelma menjadi salah satu mata rantai kelabu distribusi obat yang menjadi pemasok obat ilegal, obat palsu, obat kadaluarsa, bahkan obat rusak. Kasus vaksin palsu lalu merupakan salah satu gambaran apotek rakyat yang perlahan-lahan menjelma menjadi sumber distorsi peredaran obat secara ilegal.

Pun semula, terkait PMK RI 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat pasal 5 ayat 1 yang menyatakan bahwasanya “Apotek Rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat generik”. Keberadaan apotek rakyat sebagai salah satu bagian road map upaya pemerintah untuk meningkatkan penggunaan obat generik sudah dianggap kurang relevan. Pasalnya road mapupaya meningkatkan penggunaan obat generik yang telah dilakukan mulai dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 085/Menkes/PER/I/1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah (dicabut dan dinyatakan tidak berlaku digantikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010) telah cukup masif. Demikian pula dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 988/MENKES/SKNIII/2004 tentang pencantuman nama generik pada label obat (dicabut dan dinyatakan tidak berlaku digantikan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 068/MENKES/SK/II/2006). Terlebih setelah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) resmi diluncurkan Pemerintah. Pertumbuhan obat generik terus meningkat dari 6,9% pada 2011 menjadi 9,3% pada 2015 terhadap total pasar obat di Indonesia.         

Amanah agar apotek rakyat “wajib” bertansformasi menjadi apotek sebagaimana termuat dalam PMK RI Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek sejatinya manifestasi bahwasanya apotek merupakan satu-satunya sarana pelayanan kefarmasian masif tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker dalam mata rantai distribusi obat ke masyarakat. Apotek sebagai sarana legal distribusi seluruh golongan obat, mulai dari bebas, bebas terbatas, keras, narkotika hingga psikotropika.

Menurut regulasi yang berlaku, toko obat hanya diijinkan menjual obat-obat bebas dan bebas terbatas dengan penanggung jawab seorang asisten apoteker. Hal ini berbeda dengan apotek. Sebagaimana diungkapkan diatas, apotek diijinkan menjual seluruh golongan obat, mulai dari obat bebas, bebas terbatas, keras, narkotika hingga psikotropika dengan penanggung jawab seorang apoteker.

Jika selama ini banyak ditemui kalangan masyarakat yang mendapatkan obat golongan keras. Sejatinya hal tersebut merupakan praktek yang salah kaprah dan tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Salah satu alasannya sering kali adalah karena harganya yang lebih murah. Karena ijin toko obat hanya boleh menjual obat bebas dan bebas terbatas, maka seharusnya  toko obat juga tidak mendapat ijin untuk membeli obat keras dari distributor/pabrik obat untuk dijual kembali.

Peredaran obat di Indonesia sangat kompleks, ada yang melalui jalur legal dan mau tidak mau harus diakui tapi ada juga yang melalui jalur ilegal atau biasa disebut black market. Celah jalur black market ini dapat bermacam-macam mulai dari obat selundupan, obat yang gagal kontrol kualitas tapi berpenampilan baik, obat palsu, obat sisa, obat curian, hingga obat expired yang diperbaharui tanggal expired datenya. Dapat dikatakan obat-obat dari jalur ilegal tersebut sulit untuk masuk ke apotek. Pasalnya pengawasan baik itu oleh Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) serta Dinas Kesehatan (Dinkes) terhadap apotek terkait hal-hal tersebut sangatlah ketat.

Sementara itu, jumlah toko obat yag lebih banyak daripada apotek disinyalir membuat pengawasan baik itu oleh BPOM maupun Dinkes menjadi lebih sulit. Data resmi Bina Kefarmasian Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam aplikasi pemetaan sarana kefarmasian di Indonesia menunjukkan jumlah toko obat di Kalimantan Selatan mencapai 461 unit, jauh lebih banyak jika dibandingkan apotek yang hanya 379 unit. Tata cara perijinan dan pengelolaan toko obat jauh lebih sederhana dari apotek. Oleh karena itu obat yang berasal dari black market relatif lebih mudah masuk ke toko obat. Karena notabene ilegal, maka harga obat dapat lebih murah dari harga yang seharusnya.

Obat-obat black marketsejatinya dapat dipastikan menyimpan berbagai risiko kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek serta memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kefarmasian di apotek. Pada akhirnya memperoleh obat lewat jalur legal—apotek-- merupakan menjadi pilihan bagi pasien (konsumen) yang cerdas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun