Mohon tunggu...
Nurul Mahmudah
Nurul Mahmudah Mohon Tunggu... Guru - Generasi Sandwich Anak Kandung Patriarki

Si sanguinis yang sering dibilang absurd. Aku tukang rebahan yang berharap bisa memberikan perubahan untuk Negara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku Gagal Menjadi Seorang Perempuan

28 April 2020   17:20 Diperbarui: 29 April 2020   00:33 1558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Terlahir menjadi perempuan adalah kebanggan sendiri bagi kita semua kaum hawa. Berbangga diri karena meyakini bahwa perempuan kerap di perebutkan oleh kaum adam. Belum lagi yang terlahir dengan kondisi cantik, iya cantik. Setiap wilayah di dunia ini memiliki standart kecantikan untuk seorang perempuan, begitupun dengan Indonesia. Kulit putih, hidung mancung, badan tinggi dan langsing, telah menjadi standart kecantikan beberapa masyarakat di Indonesia. Entah darimana datang nya kualitas cantik itu. Tapi yang jelas standart itu mampu membunuh kebebasan perempuan dalam berekspresi dan mengekspose dirinya sebagai perempuan.


Bagaimana tidak, para puan yang tidak lolos kualifikasi cantik ala-ala indonesia ini akhirnya malu untuk memunculkan dirinya di khalayak umum. "Aku merasa gagal menjadi perempuan" Tak sedikit kutemukan kata kata itu dituliskan oleh perempuan di kolom komentar social media. Wow, ternyata standart ini sampai masuk ke dalam dunia media loh. Aku sebagai perempuan merasa terintimidasi oleh standart kecantikan yang dipakai oleh media. Dunia hedonistik dan permisif berhasil mentasbihkan perempuan menjadi sosok manusia yang tidak utuh. Hanya dipandang, dipotret, diminati pada bentuk fisiknya semata.


Kita lihat sedikit bagaimana media mainstream seperti televisi memunculkan sosok perempuan. Sejarah sejarah media mengungkap bahwa peran perempuan di dalam media adalah objek visualitas untuk menarik penonton sebanyak-banyak nya. Kerap kali untuk bahan promosi produk (iklan) perempuan yang digambarkan adalah perempuan dengan kulit putih, hidung mancung, langsing, dan disebut dengan perfect women atau body goals. Perempuan yang tidak sesuai dengan standart tersebut akhirnya hanya akan menjadi pemeran figuran atau bahan cemooh yang dikemas melalui cerita komedi. Karakteristik perempuan dibunuh secara brutal oleh media. Hingga setiap perempuan ikut melegitimasi  setiap standart tersebut.


Banyak perempuan yang terjebak pada frame of thinking bahwa perempuan harus cantik menurut versi para pebisnis kosmetik dan dunia kecantikan lainnya. Enggan dicemooh, akhirnya jutaan bahkan ribuan perempuan berbondong untuk memperbaiki kualitas fisik nya agar sesuai dengan standart yg dibutuhkan oleh masyarakat dan disebut cantik. Karena merupakan sebuah kepuasan bagi seorang perempuan bisa disebut cantik dan diinginkan oleh laki-laki. Masalahnya, bagaimana jika standart cantik ini justru membunuh perempuan-perempuan di barisan lain?
Tak sedikit ditemukan perempuan yang depresi karena menjadi korban bully fisik mereka yang menganggap tak layak untuk sebutan "cantik". Ada pula yang rela menjadi tertindas karena ia mengakui ketaklayakan dirinya untuk kata cantik. Lihat, betapa kata cantik selalu di definisikan dengan keindahan fisik seperti yang saya sebutkan di awal-awal tadi. Sebuah realitas jika perempuan telah lupa bahwa sejatinya kecantikan fisik adalah fatamorgana, sedangkan kecantikan budi/akhlak adalah abadi. Terlena pada situasi cantik fisik dan lupa untuk meningkatkan kualitas inner beauty.


Para perempuan ku, cantik bukanlah sekedar bentuk fisik. Kamu adalah cantik. Karena Allah menjadikan setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan dengan bentuk sebaik-baiknya. Kamu berhak untuk sebutan cantik, dan cantik nya kamu tidak boleh di definisikan oleh orang lain. Kita tetaplah berharga dengan kulit hitam, hidung kecil, dan badan yang tidak terlalu tinggi dan berisi. Kecantikan kita terpancar melalui senyum dan disempurnakan oleh kebaikan kita.


Tak peduli mata yang sipit atau lebar, yang cantik adalah mereka yang mau melihat dunia luar, memperbaiki apa yang perlu diperbaiki, membantu apa yang perlu dibantu. Mendengar keluh kesah dan berani menyampaikan suaranya. Kita adalah cantik jika kita terus berkarya. Indonesia membutuhkan tangan kita, suara kita, langkah kaki kita untuk memberikan yang terbaik demi bangsa Ini. Jangan menutup mata, jangan seolah buta dan tuli terhadap realita yang dialami oleh perempuan ini. Sudah menjadi tugas kita untuk menyadarkan diri bahwa perempuan juga perlu meningkatkan kualitas diri secara intelektual, emosional, dan spiritual untuk sama-sama bisa memaknai kehidupan ini sebagai ladang amal ibadah dalam rangka ikhtiar maksimal menuju keabadian hidup di akhirat kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun