Mohon tunggu...
Nurulloh
Nurulloh Mohon Tunggu... Jurnalis - Building Kompasiana

Chief Operating Officer Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Prita dan Neoliberalisme

4 Juni 2009   02:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:06 1453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_385" align="alignleft" width="298" caption="Prita Mulyasari dan dua anaknya"][/caption] Belakangan ini media massa dipenuhi berita tentang kasus Prita Mulyasari, seorang pasien RS Omni Internasional yang diduga melakukan pencemaran nama baik RS itu dengan mengirimkan milis ke sebuah surat kabar dan juga sharing melalui email dan face book. Bahkan di Kompasiana pun tak mau ketinggalan dengan kasus ini yang ditandai banyaknya artikel yang membahas tentang kasus Prita. Dukungan dan kecaman datang begitu derasnya yang ditujukan kepada pihak RS karena telah memenjarakan Prita akibat diduga melakukan pencemaran nama baik dan tuduhan maal praktek. (lihat isi surat pembaca yang menjadi mala petaka itu  disini dan surat Prita melalui Email disini). Dalam suratnya itu Prita mengeluhkan akan ketidaknyamanan yang diterima saat berkunjung dan berobat ke RS Omni Internasional. Karena surat itu, RS mengklaim bahwa prita telah mencemarkan nama baik RS itu hingga ia dipenjarakan walaupun akhirnya tuntutan itu ditangguhkan. Hal yang menarik yaitu ketika Megawati yang saat ini menjadi Capres dari PDIP yang didampingi oleh Prabowo (Cawapres) dari gerindra angkat bicara. Mega menyesalkan akan kejadian ini, ia pun mengatakan bahwa kasus yang menimpa Prita ini merupakan akibat dari penerapan sistem neoliberalisme.  "Kejadian yang dialami Prita merupakan bukti kasat mata, dampak dari neoliberalisasi di mana kekuatan pasar bebas dengan lembaga-lembaga multinasionalnya," demikian Mega. Lembaga-lembaga multinasional itu, lanjutnya, menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang, menurut Mega, dibuat untuk memuluskan kepentingan neolib dengan mengalahkan kepentingan asasi masyarakat. "Nampaknya, di era pasar bebas ini, sulit menjadi tuan rumah di negeri sendiri," ujarnya. (sumber) Sekali lagi isu neoliberal diterbitkan kembali, kali ini bukan ekonomi yang menjadi objek tetapi pelayanan kesehatan. seperti perdebatan yang lalu-lau bahwa neoliberalisme merupakan sebuah sistem ekonomi yang saat ini masih belum terdefinisi dengan "legal", kalaupun ada yang mendefinisikan itu hanyalah argumen pribadi dan bukan kesepakatan bersama, namun pada intinya neolib itu merupakan sistem yang memberikan keleluasaan bagi pasar untuk mengontrol dirinya sendiri tanpa ada intervensi dari pemerintah, bisa dibilang Neolib ini adalah Liberalisme ekstrem. Apapun bisa dijadikan barang dagangan dan dapat diperjual belikan termasuk kesehatan. Isu kesehatan yang disangkut-pautkan dengan neoliberalisme ini diduga merujuk kepada privatisasi instansi kesehatan atau banyaknya RS yang dimiliki oleh swasta. Sehingga pemerintah dalam hal ini hanya menikmati dari pajak-pajak swasta bukannya memprioritaskan dan memikirkan masyarakatnya atas hak akan kesehatan yang dijamin oleh negara, hal ini mirip dengan privatisasi perusahaan air minum yang justru seharusnya dimiliki oleh negara karena air adalah sumber kehidupan bagi makhluk hidup, seperti halnya kesehatan. Yang menjadi pertanyaan, mengapa baru saat ini isu kesehatan diperhatikan oleh pemerintah maupun elit politik lainnya sampai dikaitkan dengan neoliberal yang mungkin terlalu berlebihan. Bahkan isu kesehatan pun luput dari tema kampanye para pasangan Capres dan Cawapres. Kasus Prita ini hanya segentir kasus yang telah dialami banyak masyarakat Indonesia terkait masalah kesehatan terutama dalam hal pelayanan. Belum lagi bagi masyarakat miskin dinegeri ini yang seakan tidak ada hak untuk sakit dan mendapatkan jaminan kesehatan oleh negara. Semoga saja dengan adanya kasus Prita ini, pemerintah saat ini maupun yang akan datang  bisa lebih memerhatikan isu kesehatan ini yang merupakan hak tiap warga negara untuk mendapatkan jaminan kesehatan dan kehidupan yang layak, dan masalah kesehatan ini bukan hanya sebagai alat berkampanye bagi Calon pemimpin negeri ini. NuruL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun