Mohon tunggu...
Nurulloh
Nurulloh Mohon Tunggu... Jurnalis - Building Kompasiana

Chief Operating Officer Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Aku Bisa Sekolah, Lagi !

8 Agustus 2010   08:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:13 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_219490" align="alignleft" width="280" caption="Rizal alamsyah (ijong) anak asuh Komunitas Teplok yang kini dapat melanjutkan sekolah dan duduk di kelas IV Sekolah Dasar Negeri di Jakarta/Rul"][/caption] Semenjak perceraian kedua orang tuanya beberapa tahun lalu, Rizal Alamsyah atau biasa dipanggil Ijong, tidak lagi mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang patut didapatkan dari kedua orang tuanya. Kondisi psikologis anak yang kini berusia sepuluh tahun itu pun tak terkontrol. Bahkan akses pendidikan yang seharusnya juga ia dapatkan, tak semulus anak-anak lain yang menjadi temannya di lingkungan tempat ia tinggal. Ketika sang Ibu yang kini memilih berpisah dengan Ijong, masih merawatnya, Ijong masih beruntung karena ia sempat mengenyam pendidikan formal walaupun hanya beberapa tahun, tepatnya sampai ia duduk di kelas dua sekolah dasar. Setelah itu Ijong putus sekolah. Di samping dampak dari perceraian kedua orang tua Ijong yang menyebabkan ia putus sekolah, faktor ketidakmampuan ekonomi sang ayah yang hanya bekerja sebagai buruh konveksi, juga menjadi alasan utama. Aktivitas selama tidak besekolah, ia habiskan hanya dengan bermain. Hingga dua tahun lamanya, Ijong tetap tidak dapat melanjutkan sekolahnya. Tinggal bersama nenek yang keadaan ekonominya juga terpuruk, menjadi hambatan besar bagi Ijong untuk bersekolah. [caption id="attachment_219491" align="alignright" width="300" caption="Ahmad Fakih, Anak asuh Komunitas Teplok, bersama Ijong yang kembali melanjutkan sekolah dan kini, ia duduk di kelas V Sekolah Dasar Negeri, Jakarta/Rul"][/caption] Lain halnya dengan, Ahmad Fakih yang berusia dua belas tahun. Vicky, panggilan akrab Ahmad Fakih, sejak kecil ditelantarkan ibunya. Ia hanya disekolahkan sampai duduk di kelas I Sekolah Dasar. Nasib Vicky, lebih malang karena saat di umurnya masih sepuluh tahun, ia harus sabar membantu pamannya yang berjualan nasi goreng dengan membantu mencucikan piring kotor bekas pelanggan yang datang ke tenda makan milik pamannya. Hampir empat tahun lamanya, Vicky putus sekolah. Selain bekerja membantu pamannya, aktivitas Vicky sama halnya seperti Ijong, yaitu hanya bermain. Tentunya tanpa kontrol langsung dari orang tua, Vicky kerap jarang pulang ke rumah karena tekanan dari pamannya yang tak peduli akan nasibnya. Bahkan menurut tetangga Vicky, ia sering tidak makan karena sangat dibatasi oleh pamannya. Namun, tidak serta merta Ijong dan Vicky yang semangat untuk belajar dan bersekolah lagi itu surut. Semangat mereka tetap bergelora, sampai suatu ketika, Komunitas Teplok datang kepada nenek Ijong dan paman Vicky untuk menawarkan beasiswa agar Ijong dan Vicky dapat melanjutkan sekolah lagi. Komunitas Teplok sendiri adalah suatu Komunitas yang dipelopori para pemuda ditempat Ijong dan Vicky tinggal, di daerah Kebon Kelapa, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, yang memfokuskan dalam pemberian bantuan moril dan materil kepada anak-anak yang terkendala dalam mengakses pendidikan formal. Sistem yang digunakan Komunitas ini adalah orang tua asuh bersama. Dengan mengumpulkan donasi yang dihimpun dari warga sekitar melalui sebuah kotak yang ditempelkan---"Teplok"--- di depan rumah warga yang menjadi donaturnya. Tiap bulannya, Komunitas ini menjumput setiap kotak yang di"teplok"an di dinding setiap warga, lalu didistribusikan kepada yang berhak, salah satunya Ijong dan Vicky. Anak asuh bersama, Komunitas Teplok saat ini sudah mencapai delapan anak. Secara keseluruhan, mereka yang menjadi anak asuh adalah anak-anak yang sempat putus sekolah dan mengalami kendala ekonomi orang tua anak-anak tersebut untuk dapat menyekolahkan anak-anak mereka. Di tengah gembar gembor keberhasilan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan dan pemberian pendidikan gratis yang cukup membuka asa para orang tua anak-anak Indonesia, nyatanya tak mengubah wajah suram pendidikan nasional. Harapan tinggi Komunitas Teplok serta lembaga-lembaga bantuan pendidikan yang ada di seluruh negeri adalah adanya perbaikan sistem pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan serta mudahnya akses pendidikan bagi setiap warga negara. Namun, apa yang dilakukan Komunitas Teplok dan lembaga atau organisasi serupa yang telah ada, adalah bentuk kemandirian masyarakat dan kekecewaan kepada pemerintah dalam mengelola pendidikan nasional. Semoga, anak-anak seperti Ijong dan Vicky, mendapatkan akses pendidikan yang mudah dan berkualitas. [caption id="attachment_219492" align="aligncenter" width="500" caption="Ijong dan Vicky saat di Sekolah/Rul"][/caption] NuruL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun