[caption id="attachment_96" align="alignleft" width="135" caption="www.apclergy.org"][/caption] Presiden merupakan jabatan tertinggi dalam sistem kenegaraan yang berasaskan demokrasi seperti Indonesia ini dan Wakil Presiden merupakan orang kedua yang memiliki kedudukan tertinggi setelah Presiden, akan tetapi apakah kehormatan Presiden dan wakil Presiden berbeda? Partai Golkar yang notabene salah satu partai senior di Indonesia menjelang Pilpres ini rela bercerai dengan Demokrat yang dianggapnya partai yang masih "bau kencur", ini dilakukan golkar karena rasa kehormatan yang mereka klaim sebagai partai senior lebih tinggi dibanding Demokrat, ketika Demokrat mencalonkan kembali Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Calon Presiden (Capres) 2009, kader Golkar pun tak mau mengalah dan ngotot untuk mencalonkan Jusuf Kalla sebagai Capres untuk Pilpres kali ini. Mereka menyatakan bahwa sebagai partai senior harus mempunyai Capres sendiri. Contoh lain, ketika salah seorang Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra yang dikutip dalam Koran Tempo edisi Jumat, 8 Mei 2009, mengatakan " Kami (Gerindra) siap jadi oposisi daripada jadi calon wakil presiden. Kan tidak terhormat hanya menjadi ban serep". Pernyataan ini terlontar ketika PDIP yang menjadi koalisi PDIP tetap ngotot akan mengajukan Megawati sebagai Capres dari partainnya, padahal PDIP dan Gerindra sedang lengketnya karena telah membentuk koalisi "jumbo" yang juga melibatkan partai-partai lainnya seperti Hanura dan lainnya. Sepertinya bagi mereka menjadi seorang Presiden lebih baik dan terhormat daripada hanya menjadi wakil presiden, sebenarnya Presiden dan Wakil Presiden hanya merupakan status sosial tak ubahnya orang kaya dan orang miskin. Jika mereka berpikir ulang, kalau mau jadi orang yang terhormat tidaklah harus jadi Presiden dan wakil Presiden cukup menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara atau menjadi seorang negarawan, sekarang ini Indonesia miskin negarawan yang benar-benar mengabdi kepada negara. Mereka lebih mementingkan jabatan dan kebaikan kelompoknya saja dan banyak sekali sekarang ini politisi yang menjadi pragmatis. Jika para calon pemimpin kita nanti hanya mengutamakan kehormatan dalam jabatannya itu hanya akan memperpanjang penderitaan bangsa ini. Mereka hanya memperebutkan status sosial. Jadi apa bedanya tukang sampah dengan presiden? kalau mereka hanya ingin berebut kehormatan, menjadi seorang tukang sampah pun lebih terhormat daripada menjadi seorang presiden atau wakil presiden, karena seorang tukang sampah telah membantu kita semua dalam membersihkan bangsa ini dari sampah-sampah yang berserakan. NuruL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H