Menyedihkan, nasib dosen di negeri ini kian kemari kian dipertanyakan kesejahteraannya. Hasil survey yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Kampus (SPK) mengungkap mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp 3 juta pada kuartal pertama tahun 2023. Bahkan, termasuk dosen yang telah mengabdi selama lebih dari enam tahun.
Sekitar 76 persen responden  atau dosen mengaku harus mengambil pekerjaan sampingan karena rendahnya gaji dosen. Selain itu, dosen di universitas swasta jauh lebih rentan terhadap gaji rendah.  Peluangnya tujuh kali lebih tinggi  untuk menerima gaji bersih kurang dari Rp 2 juta. Sementara itu, sebanyak 61 persen responden merasa kompensasi mereka tidak sejalan dengan beban kerja dan kualifikasi mereka (tempo.co).
Sungguh miris, menjumpai fakta rendahnya gaji dosen tersebut yang menandakan belum sejahteranya dosen di negeri ini. Bagaimana tidak, padahal mereka adalah orang yang sangat berjasa dalam mencetak generasi peradaban. Mereka mendedikasikan waktu dan tenaga untuk mendidik putra dan putri bangsa. Sudah seharusnya mereka mendapatkan perhatian lebih atas apa yang telah mereka korbankan. Namun, saat ini hal tersebut belum bisa diwujudkan.
Fenomena tersebut sebenarnya menjadi bukti dari gagalnya negara dalam menjamin kesejahteraan dosen. Jangankan mendapat kenaikan gaji, bahkan para dosen harus bekerja ekstra untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Mereka harus memenuhi setiap tugas agar bisa naik jabatan dan mendapatkan sertifikasi, serta wajib menghasilkan jurnal internasional berindeks Scopus agar keberadaannya diakui.
Gagalnya negara dalam menyejahterakan hidup dosen sebenarnya tidak terlepas dari penerapan ideologi Kapitalisme yang menjadikan Sekularisme sebagai asasnya. Dosen hanya dipandang sebagai profesi dan peran untuk sekedar memperoleh pencapaian materi. Pemilik ilmu tidak lagi dipandang sebagai orang yang perlu dihormati. Sementara, hanya mereka yang punya kedudukan dan uang yang berhak dijunjung tinggi.
Lebih dari itu, adalah liberalisme sebagai peranakan dari ideologi Kapitalisme memberikan kebebasan kepemilikan serta pengelolaan SDA sehingga pendapatan negara tidak optimal. Hal ini tentu mengurangi pos keuangan negara sehingga tidak punya banyak uang untuk mengapresiasi kinerja dari seorang dosen. Hal ini tentu sangat berbeda dalam pengaturan Islam.
Islam sebagai agama sekaligus sistem kehidupan yang sempurna sangat menghormati ilmu begitu pula dengan pemilik ilmu. Islam mengatur adab seorang murid kepada gurunya. Terkait dosen, Islam tidak memandang profesi ini sebatas pekerjaan, melainkan mereka berperan sebagai pencetak generasi pemimpin sehingga sangat dimuliakan dan wajib dihormati.
Untuk mengapresiasi kinerja dosen serta agar para dosen bisa fokus mendidik generasi peradaban, maka Islam mewajibkan negara untuk memberikan penghargaan yang layak. Sebagai gambaran, pada zaman Khlaifah Umar bin Khaththab, misalnya, guru digaji hingga 15 dinar per bulan (1 dinar -- 4,25 gram emas). Mengacu harga emas ini (Mei, 2024) yakni 1 gram emas adalah Rp1,308 juta, maka gaji guru Rp83,385 juta per bulan.
Pada masa kekhilafahan Abbasiyyah, penghargaan bagi orang berilmu pun sangat besar. Gaji pengajar kala itu mencapai 1.000 dinar per tahun. Khalifah juga memberikan gaji dua kali lipat bagi pengajar Al-Qur'an. Bahkan, ketika pengajar atau ilmuwan menghasilakan buku, mereka akan mendapatkan penghargaan sesuai dengan berat buku tersebut (dalam dinar). Hal ini adalah bukti bahwa Islam sangat menghargai ilmu dan orang yang berilmu.
Dengan perhargaan tersebut, para pengajar termasuk dalam hal ini adalah dosen, tidak perlu lagi mencari pekerjaan sampingan, belum lagi Khilafah Islamiyah (sistem politik Islam) telah mencukupi semua kebutuhan pokok rakyatnya. Alhasil, para dosen bisa fokus mendidik sekaligus mengembangkan ilmunya.
Islam juga memiliki sistem ekonomi yang akan menyokong gaji dosen dalam Khilafah, Islam punya konsep sendiri dalam mengelola keuangan, yakni melalui Baitul Mal. Pemasukan baitul mal berasal dari fai, kharaj, ghanimah, dan pengelolaan seluruh SDA. Â Semua pemasukan tersebut akan dikelola oleh negara untuk mengurusi kebutuhan pokok rakyatnya, termasuk gaji para pendidiknya.