Mohon tunggu...
Nurul Laili Syafaah
Nurul Laili Syafaah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nurul Laili Syafaah, akrab dipanggil Afa, adalah seorang mahasiswa program studi S1 Manajemen Universitas Airlangga. Berbekal ketertarikan dibidang kepenulisan dan ilmu ekonomi, membawanya mulai menjelajahi dunia jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bubble Burst? Apakah Tren Startup Kian Meredup?

9 Juni 2022   08:00 Diperbarui: 9 Juni 2022   08:23 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bubble Burst

Kala dilanda badai Covid-19 dalam kurun waktu dua tahun terakhir, industri teknologi atau (startup) pernah diramalkan kian berkembang lantaran kebijakan physical distancing menipiskan kegiatan tatap muka dan memberikan peran besar bagi ruang digital. Namun yang terjadi baru-baru ini, banyak industri startup mengalami gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Berita gelombang PHK ini mulanya dikabarkan dari sebuah edutech platform dalam negeri, Zenius, lalu merambat pada platform keuangan LinkAja dan e-commerce JD.ID dengan jarak waktu berdekatan. Dari lingkup global, kabarnya startup properti asal Negeri Paman As, Better.com dan edutech platform asal India, Unacademy juga turut mengambil langkah pemecatan karyawan secara masal.

Fenomena Bubble Burst yang dalam terjemahnya disebut gelembung pecah merupakan siklus di mana keadaan ekonomi melaju cepat tetapi runtuhnya juga cepat pula. Fenomena ini menjadi salah satu ketakutan para traders dan investor karena pertumbuhan perusahaan semacam ini cenderung non-linear dan rentan terhadap kemunduran. Pada umumnya fenomena Bubble Burst diawali dengan gejolak pasar yang terlalu bersemangat diikuti dengan lonjakan harga aset yang tidak sesuai dengan nilai dasar aset. 

Strategi 'bakar uang' dengan pemberian diskon dan harga promo besar-besaran memang dinilai efektif dalam meningkatkan traffic pengguna. Namun, pasar akan bergerak ke fase goyah dan lama-kelamaan akan mengalami stagnasi sehingga cenderung sensitif pada diskon dan harga promo. Jika tidak ada keduanya, pengguna dapat menurun secara drastis. Cashback, voucher gratis ongkir, diskon, dan voucher promo dapat membebani arus kas perusahaan. Para investor pasti akan memikirkan kembali ketika akan memberikan dananya pada startup semacam ini.  Dampak selanjutnya adalah PHK masal untuk memangkas pengeluaran perusahaan, anjloknya harga saham karena para investor bersikap awas terhadap pos beban perusahaan, dan menurunnya valuasi perusahaan.

Pada kondisi demikian, perusahaan startup dapat tetap bertahan dengan melakukan pengambilan peluang lain dari suntikan dana investor, membuka IPO di bursa saham, atau bahkan dapat melakukan merger atau akuisisi dengan perusahaan lain dengan ekosistem yang sama. Meskipun ditopang dengan teknologi dan inovasi secanggih apapun, keputusan pasar yang akan menentukan kelanjutan sebuah startup. Dengan demikian, jika perusahaan berhasil keluar dari kondisi ini maka tren perkembangan startup masih dapat terus berlanjut. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun