Mohon tunggu...
Nurul Lathiffah
Nurul Lathiffah Mohon Tunggu... -

berlembut hatilah. karena Allah menyukai kelembutan..

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Titik Terang atas Kegagalan Repetitif Pemerintah

1 Desember 2014   00:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14173440611840440100


DATA BUKU:

Judul               : Revolusi dari Desa

Penulis             : Dr. Yansen TP., M.Si.

Penerbit           : PT. Elex Media Komputindo

Cetakan I        : 2014

Tebal               : xxviii + 180 halaman

ISBN               : 978-602-02-5099-1

Berbagai program dan konsep pembangunan yang mengaliri masyarakat diharapkan bermuara kepada kesejahteraan. Selama ini, pemerintah mengupayakan berbagai terobosan yang diprediksi mampu meningkatkan kualitas kehidupan rakyat. Namun, kegagalan demi kegagalan dialami secara repetitif oleh para pemangku kebijakan (stakeholder). Kuat kemungkinan, pejabat publik kurang mampu memahami sekaligus memberikan penanganan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kenyataan semakin pedih manakala program penyejahteraan masyarakat didesain tanpa memahami karakteristik masyarakat.

Sejauh ini, pemerintah memperlakukan desa sebagai objek pembangunan. Sayangnya, pemerintah kurang arif dalam memetakan potensi wilayah, nilai kearifan lokal, karakteristik mental masyarakat, dan kebutuhan masyarakat desa. Akibatnya, masyarakat desa seolah menjadi kaum marginal yang harus mengikuti pola pemikiran pemerintah. Padahal, masyarakat desa mewarisi nilai kearifan lokal secara turun temurun, mampu menafsirkan potensi desa ke dalam rencana pembangunan, sekaligus memiliki energi untuk bahu membahu melakukan eksekusi rencana.

Buku Revolusi dari Desa ini mampu melihat irama pemerintahan dalam menampilkan performansi kerja. Satu taraf di atasnya, buku ini juga mengkritisi dan mengajukan pola berpikir optimistis untuk menyejahterakan rakyat. Pola kebijakan yang dianggap tepat dalam perspektif pemerintah nyatanya tidak tepat diterapkan di dalam masyarakat. Hal ini menyebabkan pengulangan kebijakan yang berseberangan dengan kebutuhan masyarakat.

Dr. Yansen sebagai sosok yang ‘mengalami’ sekaligus menafsirkan informasi sosial dalam masyarakat mampu memberikan pencerahan. Analisis terhadap kinerja pemerintah dirangkum dengan kritis dan faktual. Dalam buku ini, ia mengungkapkan bahwa ego pemerintah terlihat jelas dalam perilaku sektoral yang sangat mendominasi strategi dan berbagai kebijakan pembangunan. Segala strategi yang katanya dilakukan untuk kepentingan rakyat, nyatanya sama saja dengan yang sudah pernah ada sebelumnya. Problem pembangunan tidak pernah bergeser kepada persoalan baru yang seharusnya terjadi (halaman 33).

Pembangunan yang berakar dari rakyat, dirawat oleh rakyat, dan berbuah untuk dapat dimanfaatkan rakyat merupakan gerakan yang menyejukkan. Sehingga, rakyat dapat tumbuh untuk semakin meningkatkan kualitas diri sekaligus mampu bertahan menjadi masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan. Belajar dari kegagalan pemerintah, Dr. Yansen menawarkan konsep gerakan pembangunan yang tumbuh dari desa, populer dengan istilah GERDEMA (Gerakan Desa Membangun).

Konsep GERDEMA hadir sebagai jawaban dan koreksi atas pola pembangunan. Masyarakat memiliki kebutuhan untuk dilibatkan, bukan hanya sebagai objek semata. Keberhasilan GERDEMA bahkan mendapatkan penghargaan Innovative Government Award dari Kementerian Dalam Negeri. GERDEMA memberikan kepercayaan kepada desa dan menjadikan desa sebagai pusat aktivitas pemerintahan, kegiatan pembangunan, dan pelayanan publik.

Kesadaran bahwa bahwa setiap wilayah memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing sering kali terlompati. Padahal, ciri khas dan keunikan tersebut justru dapat menjadi kekuatan dalam menopang pembangunan. Desa memiliki karakteristik unik yang justru memiliki potensi untuk menggairahkan pembangunan di segala lini.

GERDEMA merupakan terobosan yang cerdas, berani, dan inspiratif. Berbeda dengan mainstream lama lainnya, GERDEMA tidak hendak ‘memanjakan’ desa. GERDEMA memfokuskan perhatian pada gerakan desa membangun, bukan pada gerakan membangun desa. Gerakan yang digagas penulis dalam buku ini memiliki optimisme bahwa masyarakat desa cenderung memiliki potensi lokalitas.

Sikap percaya kepada masyarakat ini merupakan sebuah filosofi  yang sangat mendasar. Percaya kepada rakyat inilah yang sesungguhnya menjadi ciri utama dan kekuatan yang menjadi faktor pengungkit (leverage) dalam membangun rasa percaya diri masyarakat untuk berperan dalam pembangunan (halaman73). Dalam rekam jejak kepemimpinan, Dr. Yansen telah membuktikan bahwa melalui GERDEMA, masyarakat tradisional Malinau mampu bertahan hidup, memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan berkembang. Masyarakat akan bangkit dengan kekuatan yang dijiwai oleh kearifan lokal untuk membangun desanya dengan optimal jika dibekali dengan keterampilan yang tepat.

Pembinaan dan pelatihan GERDEMA meliputi tiga akar sikap positif masyarakat meliputi, maju dalam berpikir (mind set), maju dalam berbudaya (culture set), dan maju dalam berperilaku (attitude set). Upaya ini mendukung masyarakat desa untuk mampu mengiringi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus menjaga nilai kearifan lokal.

Dalam buku ini, dibahas pula karakter pemimpin yang memiliki predisposisi untuk menghasilkan karakter kepemimpinan yang good and strong. Keberhasilan seorang pemimpin dapat terlihat dari kualitas kecerdasan spiritual, emosional, intelektual, ekonomi, dan nasionalis kebangsaan.

Sejatinya, kesuksesan pemimpin dalam menjalankan kebijakan apa pun memiliki dua domain penting yang mesti dijalankan dengan baik. Pertama, seorang pemimpin harus menguasai managerial sesuai tugas dan posisi. Kedua, seorang pemimpin harus memiliki kepemimpinan dalam berperilaku, menyangkut keteladanan, kejernihan, kesejukan, dan menampilkan sikap positif lainnya dalam mengambil keputusan.

Sebagai model pembangunan yang berpihak pada rakyat, kehadiran GERDEMA merupakan sebuah kebanggaan. Sehingga, buku ini sangat layak menjadi model desain pembangunan yang lebih humanis dan menyejahterakan. Terlepas dari berbagai kekurangannya, buku ini menghadirkan perspektif yang lebih segar dalam membangun desa, bahkan bangsa.

Nurul Lathiffah, Alumnus Psikologi UIN Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun