Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang luang lingkup pekerjaannya sangatlah luas. Luasnya lingkup pekerjaan perawat tak jarang menimbulkan pandangan berbeda di kalangan masyarakat. Masyarakat sering kali mengatakan bahwa perawat hanya sekedar pembantu bagi profesi kedokteran. Stigma perawat sebagai pembantu dokter bukan hal baru di kalangan masyarakat. Yang sering menjadi pertanyaan adalah mengapa stigma perawat seakan tidak pernah berubah di kalangan masyarakat dan apa yang menjadi penyebab stigma tersebut muncul, serta apakah solusi yang bisa dilakukan oleh perawat melalui dirinya sendiri maupun melalui organisasi profesi. Melalui esai ini, kita akan melihat sejauh apa stigma tentang perawat yang berkembang di kalangan masyarakat, bagaimana realitas di balik seragam perawat, dan cara mengubah pandangan masyarakat terhadap perawat.
Stigma tentang perawat yang berkembang dalam masyarakat sangatlah beragam. Namun, dalam esai ini penulis akan berfokus pada beberapa pernyataan yang dilontarkan oleh masyarakat pengguna jejaring sosial media yang menjadi viral belakangan ini. Sosial media belakangan ini digemparkan oleh salah satu komentar yang menuliskan bahwa perawat cuman babu. Komentar kurang mengenakkan dari pengguna sosial media tersebut terkait profesi perawat banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan pengguna sosial media lainnya.Â
Ada yang setuju dengan argumen kurang mengenakkan tersebut dengan menambahkan bahwa perawat bukanlah salah satu profesi kesehatan melainkan perawat hanyalah orang yang bekerja membantu dokter dan bisa dibilang sebagai babu karena perawat mengerjakan apa yang diminta dokter serta digaji dengan nominal yang lebih sedikit dibanding dokter. Tak hanya itu, salah satu pengguna internet lainnya juga mengatakan bahwa pernah dirawat oleh perawat yang ketika memberikan asuhan keperawatan tidak menunjukkan keramahan dan selalu menunjukkan wajah jutek. Namun, disisi lain banyak sekali pengguna media sosial yang mengatakan bahwa perawat merupakan salah satu profesi kesehatan dan perawat bukan pembantu profesi kedokteran tetapi menjalin kerjasama dengan profesi tersebut karena memang sama-sama membutuhkan dan demi mencapai tujuan untuk meningkatkan kesehatan pasien.
Komentar-komentar di sosial media yang mengandung stigma terhadap profesi perawat dapat menjadi dorongan bagi setiap orang yang berprofesi sebagai perawat maupun yang menjadi calon perawat masa depan untuk mengubah stigma yang beredar di masyarakat. Namun sebelum itu, kita harus menemukan dulu akar permasalahan yang membuat stigma tersebut berkembang di masyarakat. Dilihat dari berbagai sumber di media sosial dan juga dari banyaknya cerita pengalaman dari orang-orang disekitar yang sudah pernah berinteraksi dengan perawat, stigma yang beredar di masyarakat timbul dari sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Banyak dari masyarakat di era digital membagikan pengalamannya selama di rawat di rumah sakit dan selama berinteraksi dengan perawat.
Pengguna sosial media sering menuliskan komentar bahwa mereka bertemu dengan perawat yang cuek, judes, dan jutek ketika merawat atau melayani pasien. Selain itu, pasien di rumah sakit sering sekali melihat interaksi perawat dengan dokter dimana perawat terkesan baru melakukan tindakan ketika dokter memberikan arahan. Hal itu membuat pasien sering kali berpikir bahwa perawat hanya mengerjakan apa yang diminta dokter dan terkesan tidak memiliki independensi dalam mengambil keputusan atau tindakan. Pengalaman personal pasien yang dibagikan ke media sosial perlahan menimbulkan stigma di masyarakat. Stigma terhadap perawat jika tidak menjadi perhatian dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi perawat. Masyarakat bisa saja mempertanyakan bagaimana sikap profesionalisme perawat ketika melakukan praktik keperawatan dan berhadapan dengan pasien.
Dalam upaya untuk mengikis stigma perawat dikalangan masyarakat. Para perawat di Indonesia tentunya harus memperhatikan dengan benar terkait profesionalisme. Profesionalisme merupakan bagian dari pribadi seseorang yang didasari oleh personalitas yang dimiliki, nilai norma, dan nilai disiplin yang diyakini oleh pribadi tersebut sehingga menghasilkan seseorang yang memiliki cara berpikir dan bertindak baik (Berman et al., 2021). Selain itu, sebagai seorang perawat perlu memperhatikan profesionalisme dalam keperawatan khususnya nilai-nilai profesionalisme perawat ketika memberikan asuhan keperawatan dan melayani pasien. Menurut The American Association of Colleges of Nursing (dalam Berman, et. al, 2016) menyebutkan bahwa terdapat lima nilai-nilai profesionalisme dalam keperawatan yang menjadi dasar dalam memberikan asuhan keperawatan yaitu altruism, autonomy, human dignity, integrity, dan social justice. Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai profesionalisme dalam keperawatan tersebut, perawat dapat bersikap profesional setiap saat tidak hanya ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien saja.Â
Setelah mengimplementasikan nilai-nilai profesionalisme tersebut ke dalam sikap sehari-hari maka perlahan-lahan stigma terkait sikap perawat yang cuek, judes, dan jutek perlahan-lahan pasti akan berkurang. Selain itu dalam menghadapi stigma yang mengatakan perawat adalah pembantu dokter, perawat pelaksana di seluruh Indonesia harus paham terlebih dahulu terkait tugas dan wewenang seorang perawat. Tugas dan wewenang seorang perawat diatur dalam UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan yang disempurnakan ke dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Melalui UU tersebut dijelaskan secara jelas bahwa perawat memiliki tugas dan tanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan.Â
Selain itu disebutkan bahwa perawat merupakan profesi yang secara independen bisa memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan SOP yang berlaku dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Dalam melakukan tugas dan tanggung jawab merawat pasien, perawat bekerja sama dengan profesi kesehatan lain dalam hal ini terdiri dari dokter, dokter gigi, farmasi, ahli gizi, dan profesi kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Untuk itu perawat dituntut berpikir kritis dan berdiskusi dengan profesi kesehatan lain. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa perawat bukan pembantu dokter namun perawat adalah rekan profesi dari profesi kesehatan lainnya yang salah satunya adalah dokter.
Setelah perawat memahami profesionalisme dalam keperawatan disertai dengan mengimplementasikan nilai-nilai profesionalisme dalam keperawatan ditambah dengan penguasaan terhadap batasan tugas dan wewenang perawat selama menjalankan tugas dan tanggung jawab. Maka perawat sudah siap menghadapi masyarakat sebagai seorang perawat yang profesional. Yang menjadi tantangan selanjutnya adalah bagaimana cara menyebarkan pemahaman kepada masyarakat terkait tugas dan tanggung jawab perawat serta memperbaiki citra perawat dimata masyarakat.
Berhubung masyarakat di era digital ini sangat aktif menggunakan media sosial. Organisasi keperawatan Indonesia yaitu PPNI bisa mengambil alih perhatian masyarakat dengan menyediakan konten-konten edukasi yang menarik di sosial media yang berisi terkait apa saja tugas dan tanggung jawab perawat, bagaimana interaksi perawat dan profesi kesehatan lainnya selama bekerja, dan konten-konten edukasi lainnya yang menaikkan citra perawat. PPNI sejauh ini telah memiliki akun media sosial seperti instagram dan tiktok.
Namun jika dilihat dari postingan akun media sosial tersebut, PPNI masih belum secara aktif mempromosikan terkait citra perawat kepada masyarakat. Selain itu, PPNI bisa mengajak beberapa perawat dan masyarakat lainnya yang berpikiran terbuka dan aktif bergerak di media sosial untuk bekerja sama dalam membuat program edukasi terkait keperawatan sebagai upaya memperbaiki citra perawat di mata masyarakat. Stigma dalam masyarakat terhadap keperawatan memang tidak mudah untuk diubah. Namun jika organisasi profesi perawat dan seluruh anggota profesi perawat bekerja sama untuk membentuk citra perawat yang baik maka stigma masyarakat perlahan akan membaik. Membaiknya citra perawat di kalangan masyarakat dapat membantu perkembangan profesi perawat kedepannya.Â