Mohon tunggu...
nurul hayati
nurul hayati Mohon Tunggu... Administrasi - Mother, Wife, Civilian servant

Willing to learn and a mentality player

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karena Berbagi Tidak Harus Tunggu "Kaya"

10 September 2019   06:00 Diperbarui: 10 September 2019   06:06 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat pada tahun 2013, saya mengikuti sebuah program Youth Adventure & Youth Leadership forum di Yogyakarta - Jakarta. Program ini memberikan sebuah tantangan yang luar biasa bermakna untuk mengasah keegoisan, kesabaran, dan juga arti dari sebuah berbagi walau dari hal yang paling kecil.

Bagaimana tidak, sebelum para narasumber terkemuka memberikan wejangan materi di Jakarta, kami diharuskan untuk menempuh perjalanan dari Yogyakarta menuju Jakarta berbekal 100.000 rupiah tiap orangnya. Berhubung satu tim terdiri dari tiga orang, maka setiap tim mempunyai simpanan 300.000 rupiah. Sebagai bantuan financial, untuk menunjang kebutuhan selama perjalanan kami ditawarkan agar berjualan beberapa pasang baju anak kecil yang berumur lebih kurang satu tahun. Dan mungkin kisaran harga pasar dijual dengan harga 35.000 rupiah. Tentu secara akal logika, jumlah financial yang bisa dikatakan mustahil untuk cukup, membuat otak untuk berpikir keras agar misi tercapai. 

Dalam perjalanan pun, tantangan selanjutnya kami tidak diizinkan menghubungi siapapun yang dikenal untuk meminta bala bantuan. Dan misi ini tidak hanya bertujuan agar kami survive dalam kondisi serba kekurangan, juga dalam keadaan financial yang terbatas sekalipun misi berbagi harus tetap dilaksanakan.  

Lantas, aturan selanjutnnya adalah dalam perjalanan dari Yogyakarta menuju Jakarta kami diharuskan untuk singgah di dua kota yaitu Yogyakarta dan Banjar. Di kedua kota inilah kami harus bermalam dan menjalankan misi berbagi. 

Bagaimana dengan transportasi menuju Purworejo dan Banjar? Yah, saat kami diturunkan di terminal bus Yogyakarta, lirikan mata tak henti-henti mengarah ke kanan dan kiri. Seolah pertanda, otak sedang berpikir keras bagaimana dapat menuju ke Purworejo namun tak harus bayar. 

Nego dan kembali nego kami berusaha lantunkan dengan Pak supir. Walhasil, kami hanya bayar tidak lebih dari 100.000 rupiah untuk tiga orang. Alhamdulillah, suara bathin bergema sendiri tanpa harus diperintah otak. 

Tetiba dalam bus, banyak hal yang dapat kita lakukan, pikirku. Salah satunya adalah dengan berjualan baju sambil mengabarkan saat itu kami sedang melakukan ziarah untuk menjalankan misi berbagi. 

Berbagai respon dari para penumpang bus kami terima, ada yang menyambut dengan senyuman walau menolak untuk membeli, ada yang senyum sendiri karena terheran-heran melihat kostum kami yang belum mandi sedari pagi, ada juga yang merespon dengan datar namun membeli baju jualan kami. Usaha tak pernah sia-sia memang, ujar hati kecilku. Dan syukurnya kami memperoleh kisaran duit senilai 150.00 rupiah. Alhamdulillah

Sesampai di alun-alun Purworejo, ini menjadi persoalan baru. Karena saat itu tidak ada tempat inap yang bisa kami singgah. Hanya ada dua pilihan, menjadi gelandangan dan nginap di emperan jalanan atau meminta izin dengan pengurus mesjid untuk bermalam satu malam saja. 

Tentu pilihan untuk inap di masjid menjadi solusi yang masuk akal, disamping kami dapat melaksanakan shalat lima waktu juga dapat merebahkan badan serta mengosongkan pikiran untuk beberapa jam saja. 

Selesai shalat isya, perut pun rasanya tak sanggup mentolerir rasa lapar yang sudah mengamuk karena kehabisan kalori. Bahkan, untuk membeli nasi pun kami harus berdiskusi lama. 

Akhirnyaa kami hanya membeli sebungkus nasi untuk disantap bersama. Para jamaah shalat yang melewati teras mesjid pun terheran-heran melirik nafsu dan selera makan malam kami walau hanya dengan satu nasi bungkus. 

Setelah berkomunikasi dan memberikan sedikit pengertian kepada pengurus mesjid, akhirnyaa kami pun diizinkan untuk menginap. Dengan ketentuan, kami hanya dapat tidur di bagian luar masjid karena pintu mesjid tetap akan ditutup. 

Bukan jadi persoalan bagiku. Karena sejatinya para petualang adalah mempertaruhkan mental, ego, dan nafsunya hingga tanpa batas tertentu. 

Darisinilah, tiitk awal petualang telah dimulai. Hingga waktu subuh pun menyapa, kami pun bergegas untuk mandi dan melaksnakan shalat subuh berjamaah. Misi berbagi pada hari itu adalah menawarkan para pedagang yang berjualan di sekitar untuk mencuci piring kotor dan mengutip sampah di sekitar alun-alun.  

Hati tak bisa dibohongi ujarku pada teman. Walau sebenarnya kami berharap besar  agar dengan mencuci piring kotor, pedagang menawarkan sarapan gratis untuk kami. 

Mungkin inilah sisi yang mungkin harus kami intropeksi bahwa setiap uluran tangan tidak baik untuk mengharap imbalan. Seakan pedagang tersebut mengetahui isi hati, setelah berberes dan mencuci piring kotor tersebut, akhirnyaa kami ditawari sarapan yang karena kondisi lapar saat itu nikmatnya terhitung tiada tara. 

Misi membersihkan alun-alun dari sampah pun terlaksana dengan lancar. Sembari mengutip sampah di sekitar alun-alun pun, kami mengakali dengan turut berjualan baju. 

Di sinilah saya mengutip sebuah hikmah, bahwa kebanyakan orang yang akhirnyaa membeli dagangan kami adalah orang yang dari segi financial bisa dikatakan biasa-biasa saja atau malah berkecukupan. 

Padahal, rata-rata mereka yang tertarik membeli dagangan kami pun, saya pikir tidak terlalu butuh dan tertarik dengan baju sederhana yang kami jual dan harga selangit yang kami tawar. Justru dari mereka yang kami pandang berlebih dari segi financialnya, malah melakukan penolakan secara mentah-mentah. Bukan menjadi persoalan yang serius bagiku dan temanku saat itu, hanya mengedepankan prasangka baik bahwa mungkin ada setumpukan kerjaan yang harus dia kejar hingga harus terburu-buru dan tak ingin berkomunikasi panjang.

Tak ingin berlama-lama mengukir kisah di Kota Purworejo, misi menuju Banjar pun harus segera dilaksanakan. Loby ala mahasiswa walau tata kalimat berlepotan pun selalu kami coba saat memulai perjalanan baru. 

Kali ini, karena memang kondisi penumpang tujuan kota Banjar tidak terlalu padat akhirnyaa membawa berkah. Dengan penjelasan misi dilaksanakan perjalanan ziarah berbagi, supir pun tampak tak keberatan untuk mengurangi biaya transport. Hingga tiba di Banjar di malam hari pun seakan tak sadarkan diri. 

Tentu tujuan tempat pertama adalah mesjid agung berhubung kewajiban shalat belum kami tunaikan. Setelah melaksanakan shalat persoalan baru kembali muncul saat kami berdebat dimana harus menginap. Temanku menjelaskan bahwa tidak masalah jika kita harus menginap di masjid, sedangkan temanku yang satunya menjelaskan bahwa menginap di mesjid tanpa memberi tahu pengurus mesjid menjadi masalah besar. 

Disaat detik-detik akan merebahkan badan, tiba-tiba kami pun dihimbau agar tidak menginap di mesjid dan diarahkan ke kantor yang berada tepat disebelah mesjid. 

Para petugas mesjid dengan segala kerendahan hatinya memohon maaf bahwa tindakan yang ditujukan kepada kami semata-mata ingin menghindari agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. 

Bergegas ransel dan paket tentengan pun segera diraup menuju kantor tersebut. Keputusan menuju ke Kantor tersebut sempat ragu mengingat dapat menimbulkan persoalan baru karena tidak ada bukti pendukung yang cukup kuat bahwa misi kami sebatas petualang dan menebarkan misi berbagi. 

Sesampai di kantor tersebut, kami pun diwawancarai oleh petugas pengaman. Sejumlah pertanyaan dilontarkan bertujuan untuk memastikan motivasi dari perjalanan yang kami lalui. 

Usut hingga usut, mungkin ini jalan Allah memberi jalan keluar untuk hambaNya. Kami pun diizinkan untuk bermalam di kantor tersebut serta disuguhkan makan malam. Tentu bahagianya bukan kepalang. Ruangan ber-AC, santapan malam dengan ayam lalapan, dan fasilitas internet yang berkecepatan tinggi dapat dinikmati saat bermalam di Kantor tersebut. 

Tanpa sadar, subuh pun menyapa. Diri langsung bersiap-siap sembari menunaikan shalat subuh di mesjid. Pamitan izin kepada para petugas pengaman berhati malaikat pun harus segara disampaikan. Karena sebentar lagi akan ada misi berbagi yang sudah menanti. 

Setelah menunaikan shalat shubuh, untuk memberikan semangat dan tenaga ekstra kami pun melakukan sarapan pagi dengan membeli santapan sarapan yang lokasinya tidak jauh dari mesjid agung. Selanjutnya, kami berencana untuk berbagi sedikit pengetahuan cara menggosok gigi yang baik dan benar untuk anak-anak di sekolah TK. 

Sapaan hangat dari anak dan ibunya pertanda pertemuaan tak akan dapat dilupakan. Hari itu kami berbagi ilmu sambil bermain bersama anak-anak hingga waktu yang diberikan habis. Beranjak dari TK tersebut, perjalanan menuju Jakarta pun kami tempuh tak lama setelahnya. 

Akhirnyaa tidak lewat dari pukul 20.00 WIB kami sampai di Cibibur dan mengembalikan duit yang bersisa 100.000 rupiah. Sungguh pengalamaan yang tak dapat dilupakan. 

Mengambil sebuah faedah bahwa prinsip berbagi bukan hanya berupa material, saat kita dalam keadaan sempit bukan menjadi alasan untuk tidak berbagi. 

Karena semakin kita berada dalam keadaan sempit, disitulah sebuah ujian hidup kita diuji. Sejauh mana kita bersikap peduli sesama walau dengan segala keterbatasan yang kita miliki. 

Selama perjalanan pun, kami sangat banyak dibantu oleh orang yang dari segi financial bisa dikatakan pas-pasan atau cukup. Ini adalah hikmah yang dapat dipetik bahwa menunggu kaya bukanlah alasan untuk menunda berbagi. 

Justru bahkan disaat kita kaya, rasa berkecukupan sering kali tidak hadir dalam benak diri. Sehingga untuk berbagi pun rasanya enggan. Maka, mari kita mulai berbagi dari hal yang paling kecil tak peduli bagaimana pun kondisi saat ini. 

Karena, uluran tangan yang diberikan kepada seorang akan membuka pintu kebaikan yang dibalas dari orang lain. Bagaimana dengan pengalamaan berbagi anda? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun