"Bunda, jangan kerja ! aku kangen Bunda", rajukan manja di pagi buta. Sebisa mungkin genangan air di pelupuk aku tahan. Berpura-pura kuat dan bergaya cool. Aku sembunyikan wajah polosmu dalam peluk. Aku usap kepalamu lembut. Tak lupa aku labuhkan ciuman tulus. Semata-mata agar raut sedih tak melukai manik indahmu.Â
"Sayang, nanti Bunda akan cepat pulang, okey ? Bunda juga kangen kamu, sayang kamu", aksi rayu-rayu. Dibuat sedemikian agar lebih manjur. Pelukan terurai. Bibir mungilmu tersenyum manis. "Beneran ya Bunda. Jangan telat lagi !", katamu menginteruksi. Aku mengangguki. Senyum di bibirmu semakin merekah. Bertubi-tubi ciuman kecilmu mendarat di pipi Bunda. Lalu derai tawa menggema.Â
Tentu saja adegan drama itu jadi rutinitas. Menghiasi hari, tak terasa melampaui masa. Â Maafkan Bunda, ya sayang, tak bisa selalu temani kamu. Tapi jangan sedih ya , bukannya tak cinta. Bunda pastikan cinta Bunda tak kalah besar dari Bunda lainnya. Mungkin lebih berlimpah. Seperti air samudera biru, cinta Bunda tak akan pernah lekang oleh waktu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H