Mohon tunggu...
NURUL INAYAH FEBRIAN
NURUL INAYAH FEBRIAN Mohon Tunggu... Lainnya - For college stuff

Just an ordinary girl

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stop Sexual Harassment melalui Media Sosial

20 Juni 2021   12:10 Diperbarui: 20 Juni 2021   12:15 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sexualharassmenttraining.com

Adanya perkembangan zaman terus-menerus membuat teknologi di dunia pun semakin maju, terutama dalam hal penggunaan internet. Internet semakin meluas dan mudah ditemukan, hal ini membuat media sosial pun semakin merajalela. Sebagai orang Indonesia, mungkin kita tidak asing mendengar kata media sosial, apalagi dikeadaan pandemik COVID-19 sekarang yang dimana media sosial mudah sekali ditemukan dan sangat sering digunakan. Menurut laporan agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media sosial Hootsuite pada Januari 2021, mengungkapkan bahwa lebih dari separuh penduduk Indonesia sudah "melek" alias aktif dalam menggunakan media sosial. Kemudian, dalam laporan berjudul Digital 2021: The Latest Insight Into The State of Digital, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta diantaranya sudah menggunakan media sosial, dengan demikian angka penetrasinya sekitar 61,8 persen. Angka pengguna aktif media sosial di Indonesia bertumbuh sebesar 10 juta atau sekitar 6,3 persen dibanding dengan Januari tahun 2020.

Media sosial merupakan sebuah media yang digunakan untuk berkomunikasi secara online atau tidak secara langsung bertatap muka dan berkemungkinan manusia untuk berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Tanpa dibatasi ruang dan waktu, maksudnya media sosial menghapus batasan-batasan manusia dalam berkomuikasi, dengan adanya media sosial, kita dapat berkomunikasi satu sama lain dimanapun kita berada dan kapanku kita berada. Media sosial kini memiliki dampak yang besar bagi kehidupan kita, seseorang yang tadinya 'kecil' dapat menjadi 'besar' dengan media sosial, begitupun sebaliknya. Sama halnya seperti seseorang yang tadinya 'tidak dikenal masyarakat' dapat menjadi 'sangat dikenal masyarakat' dengan adanya media sosial. Selain itu, media sosial mempunyai banyak manfaat, seperti sebagai media pemasaran, beradagang online, mencari koneksi, memperluas relasi, dan sebagainya apabila kita dapat memanfaatkan media sosial dengan baik dan benar. Tidak hanya itu, media sosial juga membuat kita tahu akan adanya "dunia maya" yang dimana berisikan dunia bebas tanpa batasan yang berisi orang-orang dari dunia nyata, setiap orang bisa menjadi apapun dan siapapun di dunia maya. Hal ini dapat menjadi ancaman berkelanjutan apabila pengguna media sosial tidak berhati-hati.  

Sexual harassment atau pelecehan seksual ialah tindakan sosial yang tidak diinginkan yang bisa terjadi tanpa adanya janji atau ancaman dan dapat terjadi oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Adapun pelecehan seksual menurut komnas perempuan dalam artikelnya yang menjelaskan tentang pelecehan seksual ialah merupakan tindakan seksual melalui sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksualitas dari korban. Pelecehan seksual dibagi menjadi dua kategori, yaitu pelecehan 'verbal' dan pelecehan 'nonverbal', pelecehan yang terjadi melalui sentuhan, rabaan, atau kontak fisik lainnya merupakan pelecehan seksual verbal. Sedangkan pelecehan yang berupa kata-kata dalam keadaan langsung ataupun melalui media sosial merupakan pelecehan seksual nonverbal.

Meningkatnya jumlah platform media sosial, membuat semakin besar kemungkinan pelecehan seksual terjadi. Tidak hanya terjadi pada public figure, tetapi masyarakat biasa pun masih ada yang mendapatkan pelecehan seksual. Mengambil dari laporan investasi program ABC, Four Corners and triple jack hack, aplikasi dating app bernama tinder membuat predator seksual semakin marak. Mayoritas dari 400 orang yang menjawab survey dari triple jack hack mengaku pernah mendapatkan serangan atau pelecehan seksual seperti mendapat ajakan seksual atau atau chat yang menggoda mengarah ke seksual korban, hal ini sudah masuk dikategori pelecehan seksual nonverbal. Tindakan yang masuk kedalam kategori pelecehan nonverbal di media sosial seperti komentar lolucon seksual yang mengarah ke tubuh seseorang, menyebarkan gambar atau video seksual di media sosial, dan ajakan berhubungan intim tau tindakan seksual lainnya.

Pelecehan seksual di media sosial kerap terjadi, seperti halnya pelecehan seksual di media sosial yang dialami seorang aktris yang juga seorang presenter, Fina Phillipe. Ia mengungkapkan kasus pelecehan seksual yang dialami dirinya di media sosial pada akun Twitter pribadinya. Sering kali ia mendapat komentar yang tidak menyenangkan di Instagram pribadinya dalam unggahan-unggahan foto dirinya, bahkan ia sering mendapat pesan atau DM (Direct Message) dari para pria yang menunjukkan alat kelaminnya. Fina phillipe mengaku lelah untuk meladeni para pelaku pelecehan seksual tersebut dan berujung menungkapkan di Twitter pribadinya.  

Di Indonesia, telah ditetapkan hukum dalam mengatasi adanya pelecehan seksual di media sosial. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (1) UU ITE dan terhadap pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE, Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016 yang berbunyi "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).". Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Pasal 1 ayat (1) UU Pornografi yang berbunyi "Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.", kemudian Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi dan terhadap pelanggaran Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, Pasal 29 UU Pornografi yang berbunyi "Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit RP. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banya RP. 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)"

Walaupun sudah diatur, hukum dan nilai norma yang berlaku terlihat tidak membuat para pelaku pelecehan seksual di Indonesia merasa segan dan takut, orang-orang harusnya lebih berhati-hati saat berkomentar kepada orang lain. Pahami apa dampak yang akan dirasakan oleh orang tersebut, apakah komentar tersebut dapat menjadi komentar yang mengandung pelecehan seksual atau hanya sekedar komentar angina lewat saja. Pihak yang memberikan komentar tidak senonoh juga mengandung pelecehan seksual dapat dikenai sanksi pidana atas tindak pornografi seperti dasar hukum diatas. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai membuat dan mempublikasikan konten melalui media komunikasi yang memuat unsur yang melanggar kesusilaan berupa pernyataan yang menggambarkan persenggaman dan kekerasan seksual. Media sosial yang seharusnya menjadi sarana komunikasi, hiburan, maupun memperluas relasi, malah menjadi tempat rawan terjadinya pelecehan seksual.

Semakin maraknya media sosial, maka semakin besar pula tingkat pelecehan seksual yang ada di media sosial, apalagi dalam keadaan COVID-19 yang dimana masyarakat menjadi lebih sering menggunakan sosial media. Walaupun pemerintah sudah membuat ketentuan hukum dalam mengatasi pelecehan seksual secara langsung maupun di media sosial, tetap saja masih banyak orang yang melakukan pelecehan seksual di media sosial walaupun hanya melalui komentar. Hal ini juga tidak terjadi hanya kepada public figure, tetapi masyarakat biasa pun juga sering terjadinya pelecehan seksual di media sosial. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya pelecehan sosial di media sosial, kita harus lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial dan berhati-hati dalam berkomentar melalui media sosial, karena apa yang ada di media sosial itu bersifat public atau bisa dilihat oleh semua orang. Marilah manfaatkan media sosial ke arah yang positif dan semestinya, jadikanlah media sosial tidak menjadi tempat rawan pelecehan seksual. Apabila mengalami pelecehan seksual, jangan takut untuk mengungkapkannya agar pelaku bisa dikenakan hukum pidana.

Nurul Inayah Febrian

201910040311093

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun